Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Olahraga Otak Cocok untuk Pasien Kemoterapi


Edisi: 07 - 13 Maret 2011
No. 259 Tahun V, Hal: 10

KEMOTERAPI
pada pasien kanker dapat menyebabkan kelelahan fisik serta mental. Olahraga yang sesuai dapat membantu mempercepat pemulihan stamina, baik untuk tubuh dan pikiran. Berhubung fisiknya masih lemah olahraga yang cocok adalah olahraga otak.

Kelelahan karena pengobatan kanker tidak sama dengan kelelahan karena pengobatan pra-kanker, seperti dilansir MayoClinic.com, Jumat (4/3/2011). Kelelahan karena pengobatan kanker biasanya tidak hilang setelah tidur atau istirahat.

Pengeluaran energi semakin meningkat setelah kemoterapi, sehingga pasien kanker memerlukan olahraga yang tepat untuk meningkatkan stamina dan metabolisme.
Latihan aerobik yang dapat meningkatkan denyut jantung bisa membantu membangun stamina pasien kanker, misalnya berenang atau berjalan pagi. Mulailah dengan perlahan-lahan, tambahkan waktunya dan lakukan hingga 30 menit latihan per minggu.

Selain kelelahan fisik, pasien kanker yang menjalani kemoterapi juga dilaporkan mengalami disfungsi otak selama dan atau setelah perawatan. Hal ini bisa membuatnya kehilangan sedikit memori, kesulitan mengingat dan lambat merespons.

Untuk itu, perlu dilakukan olahraga otak untuk melawan efek kemoterapi. MayoClinic.com merekomendasikan untuk melakukan olahraga otak seperti berikut: (1) Mengisi teka-teki, (2) Permainan angka seperti Sudoku, (3) Memainkan alat musik atau mempelajari bahasa baru.

Olahraga otak ini dapat membangun kembali neuron otak untuk dapat meningkatkan memori. Mulailah program latihan secara perlahan dan bertahap dan selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai setiap peningkatan aktivitas fisik. Dimungkinkan ada pembatasan atau pertimbangan, terutama bagi pasien dengan sistem kekebalan tubuh rendah akibat kemoterapi.

Olahraga Juga Bisa Sebabkan Alergi

OLAHRAGA
seharusnya dapat membuat tubuh sehat dan membakar kalori sehingga bisa mendapatkan berat badan yang ideal. Tapi bagi beberapa orang, olahraga bisa bikin alergi.

Jika mengalami gejala alergi seperti ruam kulit atau gatal saat berolahraga, Anda mungkin menderita kondisi yang disebut exercise urticaria. Gejala ini bisa berkembang selama atau setelah olahraga dan meninggalkan tanda-tanda seperti gundukan datar atau bekas pada kulit, bintik-bintik merah atau lecet.

Alergi karena olahraga dapat terjadi akibat adanya peningkatan histamin selama latihan. Histamin adalah bahan kimia yang dilepaskan dalam tubuh sebagai bagian dari suatu reaksi alergi.

Pelebaran kapiler darah dan kebocoran cairan ke dalam dermis kulit juga memainkan peran. Selain ruam dan gatal, alergi olahraga juga menyebabkan gejala seperti dilansir Livestrong, Kamis (3/3/2011), yaitu (1) Kemerahan pada kulit, (2) Kram perut, (3) Sakit kepala, (4) Pembengkakan di lidah, wajah dan tangan

Dalam keadaan langka, alergi olahraga berat dapat menyebabkan anaphylaxis (reaksi hipersensitif yang sangat jarang) yang dapat menyebabkan penyempitan tenggorokan dan gejala seperti tersedak, mengi, mual dan gangguan gastro intestinal (saluran cerna).

Beberapa orang juga mengembangkan alergi yang disebabkan oleh olahraga jika makan makanan tertentu sebelum latihan seperti alkohol, keju, makanan laut atau tomat. Untuk mencegah terjadinya alergi saat atau setelah olahraga, sebaiknya penderita exercise urticaria melakukan olahraga 4 sampai 6 jam setelah makan.

Selain itu, hindari menggunakan obat anti-inflamasi non-steroid atau aspirin sebelum latihan, karena obat ini yang paling sering dikaitkan dengan exercise urticaria.
Penderita anaphylaxis juga jangan berolahraga saat periode menstruasi. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal American Family Physician, hindari latihan yang lebih mungkin menyebabkan reaksi alergi misalnya, menari, jogging, berjalan, ski, dan bola voli yang sering terkait dengan anaphylaxis.

Setelah Anda mulai mengalami gejala, perlambat kecepatan atau beristirahat selama sekitar 5 sampai 10 menit agar gejala alergi tidak semakin parah. (detikHealth)

Tidak ada komentar: