Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Lona Kaka dan Lona Rara (1)

Edisi: 07 - 13 Maret 2011
No. 259 Tahun V, Hal: 8

LONA
Kaka dan Lona Rara adalah dua orang kakak-beradik yang tinggal di Desa Bukambero, Kodi, Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT). Di mana pun pergi, kedua kakak-beradik tersebut senantiasa selalu bersama dan saling membantu.

Pada suatu hari, sang Adik, Lona Rara, sangat marah kepada kakaknya, sehingga berniat untuk menghilangkan nyawanya. Mengapa Lona Rara sangat marah kepada kakaknya? Berhasilkah ia menghabisi nyawa kakaknya. Ikuti kisahnya dalam cerita Lona Kaka dan Lona Rara berikut ini.

Alkisah, di Desa Bukambero, Kodi, Sumba Barat, hiduplah sepasang suami-istri bersama dua orang anak gadisnya. Yang sulung bernama Lona Kaka, sedangkan si bungsu bernama Lona Rara. Kedua kakak-beradik tersebut senantiasa mendapat perlakuan yang sama dari orang tua mereka. Namun, Lona Kaka selalu iri hati jika Lona Rara meraih sebuah keberhasilan. Ia pun selalu berusaha untuk mencelakai adiknya itu jika memperoleh keberhasilan.

Pada suatu hari, ketika Lona Rara mendapat hadiah dendeng istimewa dari orang tua mereka karena berhasil memenangkan lomba menumbuk padi, Lona Kaka bermaksud untuk merampas dendeng itu dari tangan adiknya. Untuk itu, ia membujuk adiknya agar mau menemaninya mengambil air di sungai. Ia pun menyuruh adiknya untuk berjalan di depannya. Dengan begitu, ia akan lebih mudah mengambil dendeng itu tanpa sepengetahuan adiknya.

"Adikku! Maukah kamu menemani Kakak mengambil air di sungai?" bujuk Lona Kaka.
"Baiklah, Kak!" jawab Lona Rara menuruti bujukan kakaknya.

Keduanya pun berjalan menuju ke sungai sambil memikul dua buah wadah air yang terbuat dari bambu. Lona Rara berjalan di depan, sedangkan Lona Kakak mengikutinya dari belakang. Tanpa curiga sedikit pun, Lona Rara menyimpan dendengnya di wadah airnya yang belakang. Beberapa kali Lona Kaka berusaha untuk mengambil dendeng itu, namun tidak berhasil karena selalu ketahuan Lona Rara. Meski begitu, Lona Kaka tidak kehabisan akal.

Setibanya di sungai, ia segera turun ke sungai mendahului adiknya untuk mengambil air. Setelah mengisi wadah airnya hingga penuh, ia kembali naik ke darat dan menyandarkan wadah airnya pada sebuah batang pohon.

"Adikku, Kakak sudah selesai. Kini giliranmu untuk mengisi wadah airmu. Sini Kakak bantu membawakan dendengmu agar kamu dapat mengambil air dengan leluasa!" ujar Lona Kaka.

Lona Rara pun menyambut baik tawaran kakaknya. Setelah menitipkan dendeng miliknya kepada Lona Kaka, ia segera turun ke sungai untuk mengambil air. Namun, baru mengisi setengah wadah airnya, tiba-tiba ia mendengar kakaknya berteriak.
"Rara...! Rara..! Dendengmu dicuri dan dibawa lari anjing!" teriak Lona Kaka seraya mengejar anjing itu.

Rupanya, Lona Kaka sengaja memberikan dendeng milik adiknya ke anjing itu, lalu berpura-pura mengejarnya. Lona Rara yang mendengar teriakan kakaknya segera naik ke darat dan membiarkan tempat airnya tergeletak di pinggir sungai. Melihat kakaknya mengejar anjing itu, ia pun turut mengejar hingga ke tengah hutan. Tanpa disadarinya, ternyata kakaknya telah pergi meninggalkannya. Sementara ia terus menyusuri hutan lebat itu hingga hari menjelang malam, namun ia tidak menemukan anjing yang membawa dendengnya.

Saat akan kembali ke rumahnya, ia tersesat. Ia berjalan menyusuri hutan itu mengikuti ke mana arah kakinya melangkah hingga akhirnya menemukan sebuah sungai dan memutuskan untuk beristirahat. Ia duduk di atas sebuah batu besar di tepi sungai sambil bernyanyi mengungkapkan kekesalannya terhadap tindakan kakaknya.

Ou kaagu pamanawaragu
Pa balimu lolokingga neghe
Mu gaiga zauwa kako kanua
Ou Gela wuamaroto padua pogawa atenggu
Gaika ku bali waina

Ou kakakku yang kucinta
Mengapa kau membuat aku begini
Membiarkan aku jalan sendiri
Ou Gela Wuamaroto berilah aku kedamaian
Tuntunlah aku kembali ke rumah

Usai bernyanyi, Lona Rara membuka pakaiannya yang sudah kotor lalu mencucinya dan mandi. Saat sedang asyik mandi, tiba-tiba ia melihat sebatang pohon jeruk yang berbuah lebat tumbuh di tepi sungai. Setelah melihat di sekelilingnya dan tidak melihat adanya orang lain di sekitar itu, ia segera memetik satu buah jeruk untuk dijadikan pewangi tubuh. Betapa terkejutnya ia ketika membelah buah jeruk itu, tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan dan gagah di hadapannya.

Ia pun langsung menjerit karena ia masih dalam keadaan tanpa busana. Ia sangat malu, karena pemuda itu telah melihat bagian tubuhnya yang selama ini ditutupinya. Menyadari hal itu, dengan kesaktiannya, pemuda tampan itu segera memberikan sebuah kain tenun Sumba yang indah kepada Lona Rara. Lona Rara pun segera memakai kain tenun itu untuk menutupi tubuhnya.

"Hai, pemuda tampan! Kenapa engkau tiba-tiba muncul dari dalam buah jeruk itu?" tanya Lona Rara dengan malu-malu.

"Maaf, Putri! Bukankah Putri sendiri yang meminta bantuan kepadaku?" jawab pemuda itu sambil menunduk untuk memberi hormat di hadapan Lona Rara.

"Siapa sebenarnya engkau ini?" Lona Rara kembali bertanya.
"Saya adalah Gela Wuamaroto seperti yang Putri dendangkan dalam lagu itu. Saya datang untuk mengantar Putri pulang ke rumah dan memberikan ketenteraman kepada Putri," ujar pemuda tampan yang mengaku bernama Gela Wuamaroto. (moripa.net/bersambung)


Tidak ada komentar: