Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Okomama, 'Menjinakkan' Hati...


Edisi: 11 - 17 Oktober 2010
No. 238 Tahun V, Hal: 1

SALAH satu simbol kebudayaan yang merupakan simpul persahabatan dan kekerabatan masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) adalah okomama atau tempat sirih dan pinang. Okmama dipandang semata-mata sebagai sebuah benda budaya (kebudayaan sebagai kata benda) yang telah ada dan diwarisi turun temurun.

Simbol dan simpul okomama adalah menjembatani hubungan rasa yang apabila dihayati makna terdalam, akan sangat membantu dalam pelbagai keiikutsertaan masyarakat daerah ini dalam proses pembangunan. Dalam perspektif ini, Okomama diandaikan sebagai sebuah kata kerja (kebudayaan sebagai kata kerja) yakni benda budaya yang dimaknai, diilhamkan dan difungsikan kreasinya untuk berkomunikasi.

Ia diangkat nilainya sebagai perangkat untuk menjembatani sebuah ruang persahabatan. Sebagai pengungkapan relasi dan simbol persahabatan serta keakraban dari masyarakat Timor Terngah Selatan agar secara proporsional mengkomunikasikan isi hati secara timbal balik sehingga kedua belah pihak bisa saling menuntun, mengembangkan dan mengenal jati diri untuk meningkatkan kualitas dan penghidupannya.

Bila suatu saat Anda bertandang ke kediaman orang Timor baik di kota maupun di pedalaman Timor Tengah Selatan, sudah menjadi tradisi bahwa Okomama yang berisi sirih dan pinang menjadi suguhan pertama-tama sebelum Anda disuguhi dengan miniman te atau kopi. Bahkan sirih dan pinang menjadi "sarapan" pertama di pagi hari sebelum makan pagi. Jadi mamah sirih-pinang sudah merupakan suatu kebiasaan yang telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Timor, sehingga apabila tidak dilakukan rasanya kurang beradab atau kurang sebuah nilai dalam kehidupan orang Timor.

Menolak tawaran sirih-pinang tuan rumah, sama saja dengan tidak menerima "hatinya" sebab Okomama tidak lagi sebagai perlambang, tapi telah menjadi representasi dari keberadaannya sendiri. Namun keselarasan komunikasi bisa dibangun melalui permohonan maaf apabila tidak bisa memamah karena sebab-sebab tertentu. Namun untuk mengapresiasi adat dan menghormati tuan rumah, biasanya sirih-pinang diambil, disimpan baik-baik, dibawa pulang walau tidak memamahnya pada saat dan di tempat tersebut.

Dengan demikian, mamah sirih-pinang merupakan salah satu bagian proses pendahuluan dalam mengantar orang untuk datang pada penyampaian dimaksud secara terbuka, akrab dan saling mengerti, saling memahami dan saling menerima pendapat, saling menunjang dalam suatu gagasan atau maksud.

Dalam suasana upacara adat, misalnya, mamah sirih-pinang merupakan suatu acara khusus yang mempunyai nilai tersendiri. Perwujudannya pada saat tercapai suatu kata sepakat, tentang pokok yang dibicarakan dan kedua belah pihak saling menyapa untuk mamah sirih-pinang secara bersama-sama.

Secara sepintas, Okomama hanya merupakan sebuah alat atau sarana yang digunakan untuk menaruh sirih, pinang, kapur, dan tembakau. Okomama hanya sebagai alat saja namun telah berfungsi menampung unsur-unsur yang berbeda hakekatnya untuk menjadi satu.

Memang pada saat menghidangkan sirih-pinang kepada tamu, laki-laki bisa menggunakan Tibamama dan wanita menggunakan Okomama. Jadi baik Tibamama dan Okomama yang dipakai untuk menghidangkan sirih-pinang kepada tamu sesungguhnya tidak membedakan tamu dari segi jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. Sama saja dan tidak mengikat dalam arti bahwa wanita juga bisa menggunakan Tibamama dan laki-laki juga boleh menggunakan Okomama dalam menghidangkan sirih-pinang bagi tamu. Namun kenyataan yang sesungguhnya terjadi dalam masyarakat Timor di Kabupaten Timor Tengah Selatan, bahwa laki-laki lebih banyak menggunakan Tibamama dan wanita menggunakan Okomama.

Di dalam fungsai menyatakan unsur-unsur yang berbeda-beda itulah, Okomama telah menghadirkan nilai-nilai yang baru dan berguna, yaitu mengangkat derajat dan martabat pemiliknya di depan tamu. Hal inilah yang menjadi hakekat mamah sirih-pinang dari wadah Okomama sebagai simbol dan representasi yang melatarbelakangi alam pemikiran orang Timor di Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk mencapai suatu rasa solidaritas yang tinggi dalam berpikir bersama dan bertindak bersama.

Bahkan, sangat mengurangi tata pergaulan bila sirih-pinang yang dihidang itu tidak diterima atau ditolak. Tetapi manakala diambil atau diterima maka penilaiannya adalah menghargai diri mereka. Dan, apabila diterima dan dimamah, maka suasana keakraban, keramahan, persatuan dan persaudaraan dalam pergaulan akan terpancar diantara kedua belah pihak yang saling berhubungan.

Karena itu, fungsi Okomama dan nilai yang terkandung di dalamnya dipandang sangat tinggi dalam tata pergaulan karena karena hal itu menyangkut harga diri si pemberi. Itulah simbol diri masyarakat Timor Tengah Selatan dalam pergaulan kemasyarakatan. Dan, apabila mereka saling menghidangkan sirih-pinang dalam Okomama atau Tibamama, itu berarti mengandung makna bahwa mereka saling menghargai satu sama lain, walau pangkat dan jabatan kemasyarakatan itu mungkin saja berbeda.

Penggunaan Okomama sebagai simbol dikaitkan dengan kepribadian kaum wanita yang pada dasarnya memiliki sifat-sifat kehalusan, keramah-tamahan, kesabaran, ketelitian, kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan. Semua sifat-sifat ini dipancarkan melalui motif-motif pada sisi Okomama secara sublime (halus) kepada setiap orang yang menerima untuk dinikmati isinya.

Keanekaragaman warna yang dipadu dan ditata secara serasi pada sisi okomama, melukiskan bahwa manusia dalam kehidupannya tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi senantiasa selalu bergantung kepada lainnya dalam segala hal. Karena itu, menghadapkan Okomama berarti menghadapkan diri sendiri, menghadirkan diri sendiri kepada orang lain. Karena mereka sadar bahwa tanpa orang lain hidup ini rasanya sepi dan tidaklah lengkap.

Masuklah ke dalam hati masyarakat, disana segala hingar bingarmasalah dapat terselesaikan, yang bengkok dan lekak-lekukdiluruskan, yang kotor (hatinya) dibersihkan. Ini petuah bagi para pejabat, pekerja sosial, lembaga sosial masyarakat, dan kaum profesional untuk sukses. Memang, untuk berhasil, cara yang paling jitu adalah "menjinakkan" hati masyarakat dengan masuk dalam hatinya dan mengenal identitasnya.

Telah disebutkan di atas, Okomama adalah representasi dari hati orang-orang yang bertemu dalam sebuah aktivitas budaya. Okomama selain sebagai perangkat media, juga ekspresi dan komunikasi. "Menjinakkan" hati masyarakat desa melalui Okomama adalah model pendekatan paling tepat dari para birokrat dan kaum professional. Yakni masuk dalam relung hatinya, menyelami persoalan-persoalannya, ikut serta menyimak perasaannya (empati) dan sekaligus problem solving melalui sebuah aktivitas Okomama itu. Kelihatannya gampang tapi banyak yang tidak memulainya, dan bahkan mengambil jarak dengan pelaku pembangunan terdepan yakni masyarakat pedesaan itu sendiri.

Namun, bagi masyarakat pedesaan di Timor Tengah Selatan, pendekatan adat dengan menggunakan okomama sudah merupakan sebuah tradisi yang telah membudaya dari generasi ke generasi. Tidak ada data tertulis siapa perintisnya dan sejak kapan masyarakat di daerah ini mulai menggunakan Okomama sebagai sebuah pendekatan secara adat. Tapi yang jelas, bahwa Okomama merupakan simbol dalam pendekatan secara kekeluargaan (familiaritas), maupun kelompok masyarakat untuk mempersatukan mereka seia-sekata dalam suatu kegiatan. (hans itta/hansitta.inilahkita.com)

Tidak ada komentar: