Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Lalian, Namamu Kukenang Selalu...

TEMPORA muntantur et nos mutamur in illis. Waktu berubah dan kita pun turut berubah di dalamnya. Perubahan itu memberi warna pada kenyataan. Dan kenyataan itu membahasakan liku-liku kehidupan penuh makna. Setiap orang ingin tahu mengapa selalu ada tanya di balik tatapan? Mengapa selalu ada cerita di akhir sebuah perjalanan? Cerita itu kini hadir lagi di moment berahmat ini. Moment in memoriam, enam puluh tahun berdirinya Seminari Menengah Sta. Maria Immakulata Lalian.

Tapak-tapak kehidupan Seminari Menengah Lalian mempunyai aroma tersendiri untuk disimak. Enam puluh tahun berlalu tanpa terasa. Bergulir cepat bagaikan hembusan hawa pagi menembus batas awan. Ada apa dengan almamater? Dengan penuh kerinduan, kita ulas cerita itu. Ada mutiara terselubung. Kini saatnya kita retas.

Gagasan Awal
Gagasan awal untuk mendirikan Seminari Menengah di Timor adalah Internuncius De Jonghe D'Ardoye. Gagasan ini disampaikan Jonghe tahun 1947 kepada Uskup Jacobus Pessers, SVD (alm). Gagasan ini diterima baik oleh Uskup Pessers, para pastor dan bruder saat itu. Pada hari Jumat, 8 September 1950, saat memperingati pesta Sta. Maria dilahirkan tanpa noda asal, Seminari Lalian diresmikan oleh Mgr. Jacobus Pessers, SVD.

Dasar pertimbangan dibukanya Seminari Lalian adalah untuk membentuk tenaga misionaris dari Timor dengan mengedepankan peranan putra "Nusa Cendana". Tenaga-tenaga inilah yang akan menjadi penginjil sehingga kabar gembira keselamatan Allah diharapkan akan lebih "membumi". Perjuangan P Crassens untuk mendirikan Seminari di Lalian, selain didukung oleh P Janssen, dibantu juga oleh P Herwan Lalawar, SVD (alm). Beliau memberi catatan bahwa Lalian pantas menjadi tempat didirikannya Seminari karena di Lalian sejak tahun 1947, sudah ada kebun, satu kapela, dan pastoran kecil yang dihuni oleh P Crassens, SVD, dan Br. Frederikus Meekes, SVD.

Sekitar tahun 1950, mulai dilakukan pembangunan gedung Seminari Lalian. Ada sejumlah bangunan seminari seperti kamar belajar atau kelas, kapela, asrama, kamar dan alat olahraga, kamar pakaian, oratorium (ruang doa), perpustakaan, kamar obar, kamar mandi dan WC, kebun, rumah pengajar dan lapangan bola.

Untuk pembangunan Seminari Lalian, pada 16 Juli 1950, Uskup Pessers, mengundang tiga raja besar yakni raja Tasifeto, Tasimane dan Kewar untuk membicarakan masalah seminari. Ketiga raja itu mengunjungi Lalian. Dengan penuh perhatian mereka mendapatkan keterangan tentang proyek pembangunan kompleks persemaian itu. Para raja mendukung pembangunan seminari dengan mendatangkan para pekerja. Pendekatan lain dilakukan oleh P Gabriel Manek, SVD, pada bulan Agustus 1950. Hasilnya yakni raja Silawan Andrianus Moruk mengirimkan seribu liran bebak ke Lalian.

Perjalanan mewujudkan kompleks Seminari bukan mulus dan semua serba beres. Para pekerja harus menebang kayu putih dalam ukuran besar dan mengangkutnya dengan tenaga manusia. Tidak jarang ada yang terjerembab di batu-batu dan mengalami luka-luka.

Kilas Balik Sang Almamater
Dari tahun 1950 sampai 1970, Seminari Lalian menerima siswa SD (sekolah dasar). Seminari ini terdiri dari dua jenjang, yakni jenjang SMP dan SMA. Karena itu pendidikan Seminari Menengah Lalian berlangsung tujuh tahun. SMP tiga tahun, SMA empat tahun.

Mulai tahun 1972, jenjang SMP ditutup, siswa-siswa seminari hanya diterima dari tamatan SMP non-seminari. Pada tahun 1977 kelas VII ditutup. Siswa-siswa yang diterima dari SMP non-seminari diwajibkan untuk menjalani masa persiapan dan penyesuaian diri dengan tata hidup seminari selama setahun. Kelas ini lazim disebut kelas peralihan atau kelas persiapan bawah. Sejak saat itu pendidikan seminari menengah ditempuh selama empat tahun. Setelah menjalani empat tahun pendidikan seminari menengah, siswa yang layak melanjutkan ke seminari tinggi.

Tahun 1980, diberi kesempatan bagi siswa-siswa lulusan SLTA non-seminari yang ingin menjadi imam. Pembinaan ini dijalani selama satu tahun sebelum masuk Seminari Tinggi. Angkatan I, tujuh orang calon, yang menjadi imam empat orang, tiga orang lainnya berhenti sampai seminari tinggi. Angkatan II, 15 orang. Mereka hanya mencapai seminari tinggi, tak seorang pun yang menjadi imam. Angkatan ketiga tujuh orang, dua orang menjadi imam. Tahun 1983, program ini diberhentikan karena kurang minat dan dana. Kelas ini disebut kelas persiapan atas.

Banyak kesulitan dihadapi almamater. Kesulitan utama adalah air. Amat sulit untuk mendapatkan air bersih lewat menggali sumur. Persoalan ini baru diatasi pada tahun 1953 setelah pipa dipasang dari Weran menuju Lalian. Kesulitan lain adalah Seminari Lalian tidak aman dari pencurian. Memang, awal berdirinya Seminari Lalian, mempunyai kisah unik, kisah fantastis.

Lalian, Kini dan Kelak
Seminari Lalian sebagai lembaga calon imam milik gereja lokal Keuskupan Atambua, yang mengelola pendidikan formal akademik tingkat menengah (SMA), bercita-cita agar seminaris yang dididik, didampingi para pembina, bekerja sama dengan orang tua, pemerintah, berkembang secara seimbang (unggul) dalam bidang intelektual, mental kepribadian, iman serta keterampilan dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa.

Lembaga ini bercita-cita agar seminaris berkembang secara seimbang dalam sanctitas (kesucian), sanitas (kesehatan) dan scientitas (pengetahuan), sehingga menjadi manusia kristiani yang dewasa untuk mengikuti Yesus Kristus ke arah imam dalam gereja sebagai umat Allah dalam konteks Indonesia.

Di usianya yang ke-60, Seminari Lalian masih tampak unggul, entah dalam bidang spiritual maupun paedagogis. Kehidupan doa berupa perayaan ekaristi, adorasi, visitasi, novena, masih menjadi kekhasan Seminari Lalian. Prestasi di bidang akademik pun tetap memuaskan bila ditinjau dari out put-nya. Banyak kegiatan yang diselenggarakan menjelang perayaan puncak tanggal 8 September 2010. Kegiatan-kegiatan itu di antaranya pertandingan bola kaki, bola voli (antar kelompok, karyawan-karyawati, alumni), bola basket, lomba cerdas cermat, kuis kitab suci karyawan-karywati, Lalian Idol, pameran lukisan hasil karya sendiri, kerja bakti di Pasar Lolowa. Di bidang rohani: triduum, novena bersama, dan misa syukur.
Perayaan 60 tahun Seminari Lalian disemarakkan dengan gerakan peduli dari alumni.

Koordinator Gerakan Peduli Seminari, Rony Salem, sangat antusias dalam mengorganisir kegiatan ini. Gerakan nyata alumni seminari ditunjukkan dengan penggalangan dana untuk kegiatan ektrakurikuler bagi para seminaris. Di antaranya dengan penjualan stiker kenangan dan pengadaan kaos untuk alumni dan simpatisan. Semuanya bertujuan menghidupi kegiatan ekstrakurikuler dan meningkatkan semangat hidup para seminaris di waktu mendatang.

Gerakan inisiatif alumni disambut baik oleh keluarga besar Seminai Lalian. Ketua Umum Dies Natalis ke-60 Seminari Lalian, Romo Daniel Manek Makbalin, Pr, secara jujur mengucapkan limpah terima kasih atas dukungan dan perhatian dari alumni karena telah ada semangat cinta almamater. "Saya harus ikhlas dan jujur mengatakan gerakan cinta almamater yang digalakkan alumni sungguh satu kebahagiaan bagi kami, keluarga besar Seminari Lalian. Karena selama ini kurang adanya keterbukaan dari kami untuk menggambarkan kondisi riil almamater. Dan, justru gerakan spontan alumni tahun ini telah membangkitkan semangat kami untuk semakin militan membangkitkan spirit kami mengabdikan hidup kami bagi almamater," kata Makbalin.

Rony Salem, salah satu alumnus seminari, mengaku antusias mengikuti rangkaian kegiatan menjelang acara puncak ulang tahun Seminari Lalian. Kehadirannya penuh sukacita. Baginya membaktikan hidup bagi almamater adalah kebahagiaan tersendiri baginya. "Inilah momen terindah bagi alumni memaknai kembali masa lalu kebersamaan kita. Inilah saat romantis karena lewat kegiatan ini alumni kembali ke almamater untuk mewujudkan simpati dan empatinya. Kapan lagi kita akan bertemu kalau bukan sekarang? Adalah satu memori terindah dalam hidup, bila alumni seminari lalian, mengayunkan langkahnya menuju gerbang Lalian," tegas Salem.

Suasana gembira pun muncul dari para simpatisan. Ada dukungan dari beberapa keluarga katolik. Frido Siriben mengamini bahwa kehidupan seminaris juga menjadi bagian kebersamaan kita. Seperti yang ditegaskan Romo Gorys Dudy, "Kita alumni sehati menaruh perhatian bagi almamater, karena almamater adalah rumah kita. Kita menimba ilmu dan menumbuhkan ilmu."

Kegembiraan sungguh terasa. Ekspresi para calon imam di lembaga pendidikan kian membekas. Dalam kegembiraan, muncul niat dan kerinduan agar impian menjadi imam bisa menjadi kenyataan. Di usianya yang ke-60, masihkah ada kisah pilu sang almamater?

Palingkan wajah, tengoklah ke dalam dan lihat....perhatikan apa yang terjadi. Sepintas kita kenang almamater, penuh liku terlilit rintangan. Tetap jaya kokoh berdiri sang almamater. Hidup almamater. Namamu kukenang selalu. (inosensius nahak berek)


Tidak ada komentar: