* SMP Banyak Masalah
Spirit NTT, 04-10 Mei 2009, Laporan Methil Dhiu
KUPANG, SPIRIT--Sebanyak 36.000 anak usia 13 sampai 15 tahun tidak terakses pendidikan, khususnya wajib belajar pendidikan dasar (Wajardikdas) sembilan tahun yang menjadi perioritas. Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMP baru mencapai 80 persen, padahal target nasional tahun 2009 harus sudah mencapai 95 persen.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Ir. Thobias Ully, M.Si, kepada SPIRIT NTT di ruang kerjanya, Jumat (1/5/2009). Ully dimintai tanggapannya tentang kendala-kendala peningkatan mutu pendidikan di Propinsi NTT terkait Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2009.
Menurut Ully, target wajardikdas saat ini yang masih menemui masalah adalah sekolah menengah pertama (SMP). "Kalau SD tidak ada masalah karena ada di mana-mana, yang menjadi soal ada SMP," katanya.
Dikatakannya, tiga alasan utama mengapa orang tidak mau melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP setelah tamat SD, pertama faktor ekonomi, kedua, geografi, dan ketiga, faktor sosial budaya.
Ia menjelaskan, sampai saat ini upaya pemerintah dengan membangun sekolah satu atap (Satap), unit sekolah baru (USB) maupun ruang kelas baru, belum menjangkau semua.
Dikatakannya, ada tujuh kabupaten yang belum mencapai APK atau masih di bawah 80 persen, yakni, Belu, Alor, Sumba Barat, Sikka, Sumba Barat Daya, Manggarai, Flores Timur. Sedangkan kabupaten yang sudah tuntas paripurna (95 persen), antara lain Kota Kupang, Timor Tengah Utara (TTU), Nagekeo, Manggarai Timur, Rote Ndao dan Ende. Sementara kabupaten yang mencapai tuntas utama (90-94 persen), antara lain Ngada dan Sumba Tengah. Ketuntasan madia (85-89 persen), yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS) dan Manggarai Barat dan daerah yang baru mencapai ketuntasan pratama (80-84 persen) adalah Kabupaten Sumba Timur.
Ia melanjutkan, salah satu ganjalan yang masih menjadi pergumulan adalah angka buta aksara yang masih mencapai 200-san ribu. Padahal, tahun 2009 ini harus mencapai 95 persen atau tinggal lima persen saja. Dijelaskannya, hal lain yang masih menjadi ganjalan dalam pembangunan pendidikan di NTT adalah mutu.
Secara umum, katanya, mutu masih menjadi beban sehingga penataan harus dilakukan bersama-sama tidak saja oleh pemerintah propinsi, tetapi dimulai dari kabupaten/kota.
Menurutnya, otonomi daerah yang membuat kewenangan pemerintah propinsi menjadi terbatas dan sudah diserahkan ke kabupaten/kota baik perlengkapan, personil maupun pembiayaan, sehingga penataan harus dimulai dari sana.
Menurutnya, personil dalam hal ini tenaga pendidikan harus ditata dengan baik dan manajemen kepala sekolah harus dibenahi. Saat ini, katanya, terjadi ketimpangan di mana ada sekolah yang gurunya menumpuk dan ada sekolah yang kekurangan guru. "Kepala sekolah harus memiliki jiwa kepemimpinan, merangkul dan menggerakkan, sehingga lembaga yang dipimpinnya bisa berjalan dengan baik. Sekolah harus dilengkapi dengan tenaga tata usaha untuk mengurus administrasi sehingga guru tidak dibebani pekerjaan dobel," katanya.
Soal keterbatasan dana, Ully mengimbau untuk memanfaatkan semua sarana dan prasarana. Saat ini, katanya, SMA di seluruh NTT difasilitasi dengan internet dan SMP disiapkan TV edukasi. Namun, katanya, fasilitas ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik dan hanya menumpuk saja di ruang kepala sekolah. Untuk itu, kepala sekolah harus ditata dengan baik agar mampu memenej. Menurutnya, pendidikan yang diharapkan berkualitas sangat tergantung daru kualitas guru karena semuanya punya hubungan timbal balik. (*)
Wajardiknas SD Berhasil
Label:
pendidikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar