SPIRIT NTT/ISTIMEWA
PERKAMPUNGAN LAMALERA--Perkampungan nelayan Lamalera. Setiap tahun, jika musimnya tiba, nelayan di wilayah ini berburu ikan paus. Mereka pun menolak rencana pihak ketiga untuk melakukan konservasi Laut Sawu.
Spirit NTT, 04-10 Mei 2009, Laporan Ege Moa
LEWOLEBA, SPIRIT--Pertemuan Lefo Lamalera, Senin (20/4/2009), di Balai Desa Lamalera A, Lembata, sepakat menolak konservasi di Zona II Laut Sawu (Lembata, Alor dan Solor). Meski masyarakat menolak, Pemerintah Kabupaten Lembata tetap komit mematuhi Konservasi Laut Sawu.
Penolakan konservasi itu tertuang dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani 20 orang juru tikam (lamafa), 27 janda dan kaum wanita, pastor paroki dan Pastor Pembantu Paroki St. Petrus Paulus Lamalera, Romo Yakobus Adobala Dawan, Pr, dan Romo Bartolomeus Na Helan, Pr. Juga Kepala Desa Lamalera A, Hendrikus Kia Keraf, Kepala Desa Lamalera B, Antonius Boli, Badan Perwakilan Desa Lamalera A, Gabriel Gowing, dan Lamalera B, I Gawe Lakwolo, ikut membubuhkan tanda tangan soal penolakan konservasi.
SPIRIT NTT menerima pernyataan penolakan itu dari Valentinus Blikololong dan Joseph Diaz Beraona, selaku tim perumus, Rabu (22/4/2009).
Ditegaskan, masyarakat Lefo Lamalera dalam kesatuan adat kebudayaan meliputi tuan tanah, `lika telo' (tiga suku tungku/suku induk), kepala suku, lamafa, 'tena alep' (pengurus perahu), `kideknuke' (janda dan fakir miskin), kaum ibu, generasi muda, tim pastor dan pemerintah Desa Lamalera A dan B menegaskan menolak Konservasi Laut Sawu.
Penolakan ini merupakan kesepakatan Lefo Lamalera yang bersifat final dan mengikat dan tidak bisa diganggu gugat. Karena itu, pembicaraan konservasi secara resmi ditutup.
Valentinus Blikololong, kepada SPIRIT NTT menegaskan, pemerintah tidak memberikan sosialisasi secara intens dan menyerap aspirasi masyarakat. "Kelemahan yang saya lihat, masyarakat tidak diberikan penjelasan yang detail dan transparan tentang konservasi dan segala dampak positif dan negatifnya. Jangan salahkan masyarakat jika mereka menolak," tegas Valentinus.
Pernyataan penolakan Lefo Lamalera, Rabu siang dihantar utusan tuan tanah, lamafa, Pemerintah Desa Lamalera A dan B, kepada pemerintah daerah diterima Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliweri. (*)
Pemerintah Tidak Intervensi
DALAM pertemuan yang dipimpin Sekab Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, di ruang rapat sekab, Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliweri, menyatakan pemerintah menghargai aspirasi masyarakat Lefo Lamalera yang menolak konservasi Laut Sawu.
Namun, kata Andreas, pemerintah daerah tidak menolak rencana Konservasi Laut Sawu dalam kesatuan wilayah konservasi dengan Pemerintah Kabupaten Alor dan Flores Timur.
Menurut Andreas, penyebutan Laut Sawu hanya nomenklatur dalam konservasi, namun tidak mengurangi kebebasan nelayan Lamalera berburu paus.
"Pemerintah tidak akan intervensi, namun kami minta pengertian masyarakat Lamalera. Karena kawasan konservasi ini merupakan satu kesatuan dari Alor, Lembata dan Solor," tandas Andreas, dalam pertemuan yang dihadiri Asisten II Setda, Drs. Bernadus Boli Hipir, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kedang Paulus, dan Kabag Humas, Drs. Ambros Lein.
Valentinus menambahkan, pertemuan Forum Masyarakat Peduli Tradisi Penangkapan Paus Lamalera dengan Dirjen Konservasi dan Taman Laut Nasional, Ir. Agus Dermawan, M.Si, Selasa (21/4/2009), di ruang direktur menyepakati tiga hal.
Salah satu butir pertemuan ini menyatakan Deklarasi Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Laut Sawu di Word Ocean Conference (WOC) bulan Mei 2009, tidak memasukkan perairan Laut Lambata dan sekitarnya (zona II pada draf awal) sehingga KKPN Laut Sawu hanya mencakup perairan Selat Sumba dan sekitarnya, serta wilayah perairan Pulau Sabu, Rote, Timor, Batek dan sekitarnya seluas 3,5 juta hektar. (*)
PERKAMPUNGAN LAMALERA--Perkampungan nelayan Lamalera. Setiap tahun, jika musimnya tiba, nelayan di wilayah ini berburu ikan paus. Mereka pun menolak rencana pihak ketiga untuk melakukan konservasi Laut Sawu.
Spirit NTT, 04-10 Mei 2009, Laporan Ege Moa
LEWOLEBA, SPIRIT--Pertemuan Lefo Lamalera, Senin (20/4/2009), di Balai Desa Lamalera A, Lembata, sepakat menolak konservasi di Zona II Laut Sawu (Lembata, Alor dan Solor). Meski masyarakat menolak, Pemerintah Kabupaten Lembata tetap komit mematuhi Konservasi Laut Sawu.
Penolakan konservasi itu tertuang dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani 20 orang juru tikam (lamafa), 27 janda dan kaum wanita, pastor paroki dan Pastor Pembantu Paroki St. Petrus Paulus Lamalera, Romo Yakobus Adobala Dawan, Pr, dan Romo Bartolomeus Na Helan, Pr. Juga Kepala Desa Lamalera A, Hendrikus Kia Keraf, Kepala Desa Lamalera B, Antonius Boli, Badan Perwakilan Desa Lamalera A, Gabriel Gowing, dan Lamalera B, I Gawe Lakwolo, ikut membubuhkan tanda tangan soal penolakan konservasi.
SPIRIT NTT menerima pernyataan penolakan itu dari Valentinus Blikololong dan Joseph Diaz Beraona, selaku tim perumus, Rabu (22/4/2009).
Ditegaskan, masyarakat Lefo Lamalera dalam kesatuan adat kebudayaan meliputi tuan tanah, `lika telo' (tiga suku tungku/suku induk), kepala suku, lamafa, 'tena alep' (pengurus perahu), `kideknuke' (janda dan fakir miskin), kaum ibu, generasi muda, tim pastor dan pemerintah Desa Lamalera A dan B menegaskan menolak Konservasi Laut Sawu.
Penolakan ini merupakan kesepakatan Lefo Lamalera yang bersifat final dan mengikat dan tidak bisa diganggu gugat. Karena itu, pembicaraan konservasi secara resmi ditutup.
Valentinus Blikololong, kepada SPIRIT NTT menegaskan, pemerintah tidak memberikan sosialisasi secara intens dan menyerap aspirasi masyarakat. "Kelemahan yang saya lihat, masyarakat tidak diberikan penjelasan yang detail dan transparan tentang konservasi dan segala dampak positif dan negatifnya. Jangan salahkan masyarakat jika mereka menolak," tegas Valentinus.
Pernyataan penolakan Lefo Lamalera, Rabu siang dihantar utusan tuan tanah, lamafa, Pemerintah Desa Lamalera A dan B, kepada pemerintah daerah diterima Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliweri. (*)
Pemerintah Tidak Intervensi
DALAM pertemuan yang dipimpin Sekab Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.Si, di ruang rapat sekab, Wabup Lembata, Drs. Andreas Nula Liliweri, menyatakan pemerintah menghargai aspirasi masyarakat Lefo Lamalera yang menolak konservasi Laut Sawu.
Namun, kata Andreas, pemerintah daerah tidak menolak rencana Konservasi Laut Sawu dalam kesatuan wilayah konservasi dengan Pemerintah Kabupaten Alor dan Flores Timur.
Menurut Andreas, penyebutan Laut Sawu hanya nomenklatur dalam konservasi, namun tidak mengurangi kebebasan nelayan Lamalera berburu paus.
"Pemerintah tidak akan intervensi, namun kami minta pengertian masyarakat Lamalera. Karena kawasan konservasi ini merupakan satu kesatuan dari Alor, Lembata dan Solor," tandas Andreas, dalam pertemuan yang dihadiri Asisten II Setda, Drs. Bernadus Boli Hipir, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kedang Paulus, dan Kabag Humas, Drs. Ambros Lein.
Valentinus menambahkan, pertemuan Forum Masyarakat Peduli Tradisi Penangkapan Paus Lamalera dengan Dirjen Konservasi dan Taman Laut Nasional, Ir. Agus Dermawan, M.Si, Selasa (21/4/2009), di ruang direktur menyepakati tiga hal.
Salah satu butir pertemuan ini menyatakan Deklarasi Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Laut Sawu di Word Ocean Conference (WOC) bulan Mei 2009, tidak memasukkan perairan Laut Lambata dan sekitarnya (zona II pada draf awal) sehingga KKPN Laut Sawu hanya mencakup perairan Selat Sumba dan sekitarnya, serta wilayah perairan Pulau Sabu, Rote, Timor, Batek dan sekitarnya seluas 3,5 juta hektar. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar