POS KUPANG/GERARDUS MANYELLA
RAPAT KOMISI B -- Suasana rapat Komisi B DPRD NTT, Kamis (30/4/2009), yang membahas pemanfaatan dana Rp 1,2 miliar untuk pengadaan bibit jagung. Komisi B mempertanyakan manfaat langsung dana tersebut bagi masyarakat.
Spirit NTT, 04-10 Mei 2009, Laporan Gerardus Manyela
TERJUN BEBAS. Terjun payung. Demikian Komisi B DPRD NTT membaptis nama proyek pengembangan jagung tahun 2008. Mana buktinya? Nihil! Sementara dana yang dialokasikan 'selangit' Rp 1,2 miliar.
DPRD NTT pun berang, kecewa. Apalagi dalam rapat dengar pendapat Komisi B DPRD NTT dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT, di ruang rapat komisi, Kamis (30/4/2009), dinas teknis ini tidak mampu mempertanggungjawabkan bukti nyata proyek ini. Dinas teknis ini tidak dapat menjelaskan lokasi pengembangan jagung, jumlah produksi dan bagaimana pemasarannya.
Kepala Dinas Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT, Ir. Piet Muga hanya menjelaskan bahwa dana Rp 1,2 miliar itu digunakan untuk mengadakan bibit jagung. Dana itu sudah dicairkan 70 persen dan 30 persen masih dipending.
Ditanya oleh sejumlah anggota Komisi B mengenai bukti nyata dana itu pada masyarakat, Muga hanya mengatakan "Tanam jagung buahnya sapi", tanpa memberikan penjelasan apa maksudnya.
Kadis Muga juga tidak bisa menjelaskan mengenai sebaran bibit, data produksi dan hasil penjualannya. Meski demikian dia menegaskan bahwa pemanfaatan dana Rp 1,2 miliar itu sudah sesuai dengan peruntukannya.
Terhadap penjelasan Muga itu, anggota Komisi B, Frans Dima Lendes, John Umbu Deta, Hendrik Rawambaku, Ince Sayuna, Trisna Lili Dano serta pimpinan rapat, Yohanes Dekresano terus mendesak Muga untuk menjelaskan secara akurat data sebaran bibit, produksi dan pemasaran.
Hendrik Rawambaku dan John Umbu Deta menyesalkan sikap
pemerintah yang mengalokasikan anggaran, namun tidak dibahas terlebih dahulu dengan Komisi B. "Proyek itu kami katakan 'proyek terjun payung'. Alokasi anggarannya terjun bebas tanpa pembahasan di tingkat komisi. Kami kaget ada dana Rp 1,2 miliar untuk pengadaan bibit jagung. Sebenarnya kami protes tapi untuk mendukung kepemimpinan Fren (Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay) yang masih baru dan semangat dengan program jagung, kami amini saja. Nyatanya, dinas pertanian tidak dapat mempertanggungjawabkan pemanfaatan dana itu," tandas Rawambaku.
Umbu Deta menjelaskan, nomenklatur dana pengadaan bibit jagung untuk ketahanan pangan dan agribisnis. Pengadaan bibit untuk menyuplai bibit jagung di NTT sehingga program andalah Fren bisa tercapai. Namun, lanjut Hendrik, kenyataannya data kuantitatif keberhasilan proyek itu tidak ada sehingga hasilnya tidak terukur.
"Dimana kebun jagungnya dan berapa hasilnya? Tidak ada. Dana terserap, hasilnya nihil. Ini yang membuat Komisi B kecewa," kata John Umbu Deta.
Dia menilai penjelasan Piet Muga yang tidak didukung data justeru tidak menjelaskan apa-apa tentang manfaat proyek tersebut. Jika semua pimpinan SKPD seperti itu, katanya, bisa dibayangkan seperti apa hasil yang diperoleh.
Komisi B mendesak Piet Muga membeberkan jumlah bibit yang diadakan, penyebarannya, produksi dan pasarnya. Sebab, tujuan dari proyek pengembangan jagung itu bukan untuk konsumsi tetapi untuk dijual bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Namun, Muga tidak dapat menjelaskannya.
Didesak terus, Muga hanya menjawab bahwa proyek itu bertujuan agar "petani yang menanam jagung buahnya sapi".
Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya ketika berkunjung ke SoE, Maret lalu, kembali menyatakan tekadnya menjadikan Propinsi NTT sebagai gudang jagung dan ternak. Antara jagung dan ternak ada keterkaitan, dimana batang jagung menjadi pakan ternak sehingga diperlukan pola pertanian terpadu yang saling menopang.
"NTT harus bisa mencapai obsesi menanam jagung memanen sapi. Itu tekad Pemerintah Propinsi NTT selama kepemimpinan saya dan Pak Esthon. Setiap kesempatan kami berkunjung ke desa-desa, selalu mengingatkan masyarakat menerapkan pola pertanian terpadu dengan menanam jagung sambil memelihara ternak, baik ternak besar maupun ternak kecil. Batang jagung kita kasih makan sapi dan bulirnya kita manfaatkan," tegas Lebu Raya saat melihat kebun jagung milik petani di Desa Nule, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Jumat (27/3/2009). (*)
RAPAT KOMISI B -- Suasana rapat Komisi B DPRD NTT, Kamis (30/4/2009), yang membahas pemanfaatan dana Rp 1,2 miliar untuk pengadaan bibit jagung. Komisi B mempertanyakan manfaat langsung dana tersebut bagi masyarakat.
Spirit NTT, 04-10 Mei 2009, Laporan Gerardus Manyela
TERJUN BEBAS. Terjun payung. Demikian Komisi B DPRD NTT membaptis nama proyek pengembangan jagung tahun 2008. Mana buktinya? Nihil! Sementara dana yang dialokasikan 'selangit' Rp 1,2 miliar.
DPRD NTT pun berang, kecewa. Apalagi dalam rapat dengar pendapat Komisi B DPRD NTT dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT, di ruang rapat komisi, Kamis (30/4/2009), dinas teknis ini tidak mampu mempertanggungjawabkan bukti nyata proyek ini. Dinas teknis ini tidak dapat menjelaskan lokasi pengembangan jagung, jumlah produksi dan bagaimana pemasarannya.
Kepala Dinas Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT, Ir. Piet Muga hanya menjelaskan bahwa dana Rp 1,2 miliar itu digunakan untuk mengadakan bibit jagung. Dana itu sudah dicairkan 70 persen dan 30 persen masih dipending.
Ditanya oleh sejumlah anggota Komisi B mengenai bukti nyata dana itu pada masyarakat, Muga hanya mengatakan "Tanam jagung buahnya sapi", tanpa memberikan penjelasan apa maksudnya.
Kadis Muga juga tidak bisa menjelaskan mengenai sebaran bibit, data produksi dan hasil penjualannya. Meski demikian dia menegaskan bahwa pemanfaatan dana Rp 1,2 miliar itu sudah sesuai dengan peruntukannya.
Terhadap penjelasan Muga itu, anggota Komisi B, Frans Dima Lendes, John Umbu Deta, Hendrik Rawambaku, Ince Sayuna, Trisna Lili Dano serta pimpinan rapat, Yohanes Dekresano terus mendesak Muga untuk menjelaskan secara akurat data sebaran bibit, produksi dan pemasaran.
Hendrik Rawambaku dan John Umbu Deta menyesalkan sikap
pemerintah yang mengalokasikan anggaran, namun tidak dibahas terlebih dahulu dengan Komisi B. "Proyek itu kami katakan 'proyek terjun payung'. Alokasi anggarannya terjun bebas tanpa pembahasan di tingkat komisi. Kami kaget ada dana Rp 1,2 miliar untuk pengadaan bibit jagung. Sebenarnya kami protes tapi untuk mendukung kepemimpinan Fren (Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay) yang masih baru dan semangat dengan program jagung, kami amini saja. Nyatanya, dinas pertanian tidak dapat mempertanggungjawabkan pemanfaatan dana itu," tandas Rawambaku.
Umbu Deta menjelaskan, nomenklatur dana pengadaan bibit jagung untuk ketahanan pangan dan agribisnis. Pengadaan bibit untuk menyuplai bibit jagung di NTT sehingga program andalah Fren bisa tercapai. Namun, lanjut Hendrik, kenyataannya data kuantitatif keberhasilan proyek itu tidak ada sehingga hasilnya tidak terukur.
"Dimana kebun jagungnya dan berapa hasilnya? Tidak ada. Dana terserap, hasilnya nihil. Ini yang membuat Komisi B kecewa," kata John Umbu Deta.
Dia menilai penjelasan Piet Muga yang tidak didukung data justeru tidak menjelaskan apa-apa tentang manfaat proyek tersebut. Jika semua pimpinan SKPD seperti itu, katanya, bisa dibayangkan seperti apa hasil yang diperoleh.
Komisi B mendesak Piet Muga membeberkan jumlah bibit yang diadakan, penyebarannya, produksi dan pasarnya. Sebab, tujuan dari proyek pengembangan jagung itu bukan untuk konsumsi tetapi untuk dijual bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Namun, Muga tidak dapat menjelaskannya.
Didesak terus, Muga hanya menjawab bahwa proyek itu bertujuan agar "petani yang menanam jagung buahnya sapi".
Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya ketika berkunjung ke SoE, Maret lalu, kembali menyatakan tekadnya menjadikan Propinsi NTT sebagai gudang jagung dan ternak. Antara jagung dan ternak ada keterkaitan, dimana batang jagung menjadi pakan ternak sehingga diperlukan pola pertanian terpadu yang saling menopang.
"NTT harus bisa mencapai obsesi menanam jagung memanen sapi. Itu tekad Pemerintah Propinsi NTT selama kepemimpinan saya dan Pak Esthon. Setiap kesempatan kami berkunjung ke desa-desa, selalu mengingatkan masyarakat menerapkan pola pertanian terpadu dengan menanam jagung sambil memelihara ternak, baik ternak besar maupun ternak kecil. Batang jagung kita kasih makan sapi dan bulirnya kita manfaatkan," tegas Lebu Raya saat melihat kebun jagung milik petani di Desa Nule, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Jumat (27/3/2009). (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar