Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Lamalera yang makmur berkat koteklema (2)

SPIRIT NTT/ISTIMEWA
TOMBAK IKAN PAUS--
Seorang nelayan Lamalera menombak ikan paus dari atas perahu pada musim lefa. Gambar dipotret belum lama ini.





Spirit NTT, 19-25 Januari 2009

PADA
buku serial Pustaka Alam, Life seri Laut disebutkan, peneliti di Inggris pernah mengukur, pada paus berbadan besar, bobotnya bisa mencapai sekitar lima ton untuk tiap meter, dan mampu berenang dengan kecepatan sekitar 18 km/jam atau 10 knot selama seharian penuh di depan perahu atau kapal yang akan menangkapnya.

Jenis koteklema merupakan paus yang melegenda melalui cerita fiktif, Moby Dick. Itu sebabnya ada cerita pledang yang terbalik karena tali tempuling yang menancap di tubuh koteklema menyeret pledang yang tidak segera mati.
Dalam perburuan Rabu itu, seekor koteklema yang dihadang tiga pledang sempat membuat satu perahu terguling meskipun seluruh matros bisa selamat.
Para matros bahkan berjuang membinasakan buruan mereka terlebih dulu sebelum membalikkan kembali posisi pledang yang terguling itu.



Ketika koteklema tangkapan sudah berhasil ditaklukkan, badannya yang besar itu diikat di samping pledang, siap ditarik ke darat, dan jika belum juga mati, ia akan disembelih agar darahnya cepat terkuras.

Para nelayan hari itu menangkap tiga koteklema dan dengan mudah menaklukkan dua koteklema, salah satunya berukuran lebih dari 20 meter. Namun, ada seekor yang cukup ulet sehingga ketika hari sudah menjelang sore baru tertangani dan para nelayan tidak mempunyai waktu untuk mengarungi laut menuju kampung halaman karena air surut.

"Mereka terpaksa mendaratkan di pantai terdekat di Kampung Luki, Pulau Lembata dan menunggu air pasang untuk pulang," kata nelayan bernama Eman.
Pledang dan koteklema itu masuk ke kampung Lamalera ketika air laut sedang naik, lewat tengah malam.

Selama proses penangkapan berlangsung, para perempuan, istri, ibu atau saudari para matros menyiapkan bekal makanan, umumnya nasi dan ikan goreng atau bakar serta sambal serta air tawar untuk dikirim ke lokasi perburuan dengan perahu motor bermesin.

Bekal-bekal dikemas dalam kotak makanan terbuat dari plastik atau kaleng, dibungkus kain dan diselipi daun lontar bertuliskan nama masing-masing.
"Ini nasi merah dan ikan goreng untuk kakak saya dan bapak," kata Ina Beding yang menyiapkan dua bekal.

Ina merasa yakin perahu bapaknya mendapatkan tangkapan karena pagi harinya ada nelayan yang memukat ikan terbang, melihat pledang yang dinaiki bapaknya sudah dekat dengan hewan buruannya.

Para matros akan menyantap hidangan itu dalam perjalanan penuh kemenangan menuju kampung mereka, tempat anak-anak dan para istri menunggu sambil bercanda di pantai.

Apabila masa penantian itu berlangsung hingga malam hari, bahkan keesokan harinya, para istri dan anak-anak banyak yang menginap di pantai di bawah naungan "hanggar" pledang dan menggunakan obor sebagai penerang.
Sekitar sore hari, dua koteklema buruan sudah masuk, anak-anak langsung berlairan terjun ke laut dan berenang, menunggangi punggung paus dan bermain-main, sementara para matros mengikat tubuh mamalia
raksasa itu ke bebatuan pantai agar tidak hanyut tersapu ombak.
Darah segar terus mengucur dari tubuh paus yang biasanya akan dipotong-potong untuk dibagi dagingnya pada keesokan harinya.

"Tubuhnya terlalu besar, hari sudah segera gelap, jadi besok pagi-pagi mulai di potong," kata Yohanes, pemuda yang ikut mengirim bekal makanan bagi nelayan.
Malam itu pantai terus ramai, penduduk bersuka ria membincangkan ketegangan dan proses penangkapan koteklema hari itu, sambil merokok dan minum tuak.
Ada sekitar 10 pledang yang memburu kawanan kotklema pagi itu, dan mereka berhasil menangkap tiga, jumlah yang cukup besar yang diperoleh pada hari kedua musim lefa. (maria d andriana/ant/bersambung)


Tidak ada komentar: