Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Pendidikan gratis jangan korbankan mutu

Spirit NTT, 13-19 Oktober 2008, Oleh Basir Paly *

SEBAGAI
suatu kebijakan, pendidikan gratis sejatinya disamping ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang telah ada selama ini, juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal standar mutu pendidikan. Kedua tujuan ini harus mampu dijawab habis dalam program pendidikan gratis.

Program pendidikan gratis sedang naik daun. Dari 23 kabupaten/kota di Sulsel, 11 di antaranya sudah siap melaksanakan program tersebut pada penerimaan siswa baru (PSB) tahun 2008 ini. Dari berbagai pemberitaan media yang sampai pada kita menyebutkan bahwa Pemprov Sulsel bersedia membagi (sharing) dana 60 persen dan sisanya 40 persen lagi ditanggung oleh kabupaten/kota. Untuk tahun anggaran 2008 ini saja Pemprov Sulsel sudah menyediakan dana sedikitnya 664 miliar untuk menyukseskan program tersebut di 11 kabupaten/kota.

Demikian pula dengan komponen yang digratiskan, telah diatur dan dipersiapkan oleh Diknas Sulsel dan dituangkan dalam petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan program. Kesemuanya itu merupakan bukti keseriusan pemerintah terhadap komitmen penyelenggaraan pendidikan gratis bagi masyarakatnya.

Berdasarkan juknis tersebut ada 15 komponen yang digratiskan. Di antaranya pembelian buku teks pelajaran, buku referensi untuk perpustakaan sekolah, remedial, materi pengayaan, olahraga, kesenian, pramuka, buku rapor, foto murid, ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, laporan hasil belajar siswa, insentif guru, dan insentif kepala sekolah.

Apabila kita telaah lebih jauh, maka terdapat kesan bahwa ke 15 komponen yang digratiskan tersebut masih bersifat dan berlaku umum. Artinya berlaku untuk semua sekolah tanpa membedakan jenjang pendidikiannya seperti SD, SMP, dan SMU.
Juga tanpa membedakan jenis sekolah seperti sekolah umum (SMU) dan sekolah kejuruan (SMK) yang sarat dengan praktik keterampilan. Tanpa membedakan tipe sekolah seperti tipe Sekolah Unggulan (SU), tipe Sekolah Standard Nasional (SSN), dan tipe Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

Beban pembiayaan
Karena demikian itu, maka manfaat dan kegunaan dari 15 komponen yang digratiskan tersebut. hanya dapat dipahami sebatas untuk meringankan beban pembiayaan orangtua peserta didik semata, dan belum sampai dipahami sebagai upaya peningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Apalagi sebagai jaminan kelanjutan pengembangan sekolah tipe SU, SSN, dan SBI.

Ketiga tipe sekolah (SU,SSN, dan SBI) tersebut telah ada dan berkembang sebelum program pendidikan gratis ini berlangsung. Sebagai upaya pemerintah beserta masyarakat pendidikan dalam menjamin standar mutu pendidikan nasional. Landasan hukumnya juga jelas, yaitu UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang tertera dalam pasal 50 ayat 2, 3, dan 5. Undang-Undang ini mengamanatkan agar setiap pemerintah kabupaten/kota mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal (tipe SU), menjamin standar mutu pendidikan nasional (tipe SSN), dan menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi tipe SBI.

Pemprop Sulsel sendiri memprakarsai tipe SU melalui program Sekolah Unggulan yang dicanangkan di awal tahun 2004, dan Mendiknas (pendidikan dasar dan menengah) memprakarsai tipe SSN dan tipe SBI tahun 2004 dan 2006. Kecuali tipe SBI, tipe SU dan SSN ini telah ada disetiap kabupaten/kota yang jumlahnya rata-rata 3-5 sekolah untuk semua jenjang pendidikan.

Menjadi sekolah peserta program tipe SU, SSN, dan SBI ini tidaklah gampang. Harus melalui tahapan seleksi dan verifikasi dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Jika lolos baru dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak kesepahaman antara penyelenggara program dengan pihak sekolah yang melibatkan komitenya.
Banyak sekolah yang awalnya lolos verifikasi namun dalam evaluasi akhir tahun, pelaksanaannya dinilai kurang memuaskan, sehingga tidak lagi memperoleh kesempatan untuk lanjut pada tahun kedua dan seterusnya.

Program ini sangat memperhatikan pembenahan dan pembinaan instrumen pendidikan seperti kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru, media pembelajaran, materi kurikulum, adminstrasi dan menejemen sekolah, serta kelaikan sarana dan prasarana pendukung di tingkat sekolah. Lulusannya juga dapat bersaing dalam melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan atas yang ternama. Sehingga tipe sekolah tersebut memiliki nilai dan reputasi yang tinggi dimata masyarakat dan alumninya.


Pemetaan biaya
Dengan asumsi bahwa kebutuhan biaya dari setiap satuan pendidikan tergantung pada jenjang pendidikan (SD, SMP dan SMU), jenis sekolah (SMU/SMK), dan tipe sekolah (SU, SSN dan SBI), maka pemetaan biaya pendidikan ditingkat sekolah menjadi penting.

Tujuan adalah untuk memperoleh standar pembiayaan minimum dari setiap jenjang, jenis, dan tipe sekolah di masing-masing kabupaten/kota. Sudah barang tentu pembiayaan pada jenjang SD akan berbeda dengan SMP dan SMU, begitu pula jenis sekolah umum (SMU) akan berbeda dengan jenis sekolah kejuruan (SMK) yang wajib membekali praktek keterampilan khusus bagi siswanya. Demikian pula dengan standar pembiayaan yang harus dianggarkan pada pengembangan sekolah tipe SU, SSN dan SBI.

Hasil pemetaan ini berguna sebagai bahan yang harus diperjuangkan oleh kabupaten/kota masing-masing dalam melakukan tawar menawar (sharing) dengan Pemprov Sulsel. Sehingga penyelenggaraan pendidikan gratis di kabupaten/kota bukan hanya sebatas meringankan beban orangtua siswa semata, tetapi juga sekaligus menjanjikan standar pendidikan yang bermutu bagi masyarakatnya .
Sebelum pendidikan gratis berlangsung, dana pengembangan tipe SU, SSN, dan SBI di tingkat sekolah ditanggung sebagian oleh pelaksana program masing-masing dan sebagian lagi ditanggulangi oleh pihak sekolah melalui pungutan kepada orangtua siswa. Diharapkan dengan adanya pendidikan gratis ini pembinaan dan pengembangan tipe sekolah tersebut tetap berlanjut. Hanya saja nasib pengembangannya tak lagi diserahkan kepada orangtua siswa yang sudah digratiskan, tapi kepada pemerintah cq pendidikan gratis.

Harapan seperti ini perlu dikemukakan, mengingat pendidikan gratis adalah tawaran pemerintah kepada rakyatnya, dan bukan tuntutan masyarakat kepada pemerintahnya. Berbeda sekiranya pendidikan gratis itu muncul karena tuntutan masyarakat kepada pemerintahnya, maka bisa saja persoalan mutu dapat dikesampingkan dulu, mengingat pemerintah belum sepenuhnya siap untuk itu.
Tapi ini murni tawaran pemerintah kepada rakyatnya. Karena itu pengembangan tipe sekolah SU, SSN dan SBI yang fokus pada upaya perbaikan mutu pendidikan, yang telah hadir sebelum adanya program ini perlu mendapat tempat dan terakomodasi dalam peta anggaran pendidikan gratis. Jika tidak, maka keluhan masyarakat akan standar mutu pendidikan bagi masa depan generasinya menjadi sesuatu yang patut dihormati.

Konsisten tujuan
Sebagai suatu kebijakan, pendidikan gratis sejatinya disamping ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang telah ada selama ini, juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal standar mutu pendidikan itu sendiri. Kedua tujuan ini harus mampu dijawab habis dalam program pendidikan gratis.

Sebagai tujuan pemecahan masalah, pendidikan gratis harus mampu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistim penyelenggaraan pendidikan sebelumnya yang cenderung menguras dan membebani masyarakat peserta didik.

Jika kita mau jujur dari apa yang kita ketahui selama ini, maka kita akan berucap bahwa pendidikan memang mahal, menguras sumber daya keluarga (masyarakat), dan keterbatasan dana orangtua tak lagi memadai sebagai alasan untuk tidak membayar pungutan yang datang dari sekolah. Jumlah dana masyarakat yang mengalir ke sektor pelayanan publik ini cukup besar setiap tahunnya, dan meningkat terus dari tahun ke tahun. Kalau saja tidak ada program pendidikan gratis, maka bayangannya adalah akan bertambah banyak lagi sekolah-sekolah yang akan melegalkan berbagai macam pungutan dengan dalih "Demi-Mutu".
Sedangkan dari sisi tujuan pemenuhan kebutuhan masyarakat, mengandung arti untuk menyediakan sistim pelayanan dengan standar mutu pendidikan yang lebih baik, yang lebih efisien, efektif dan menyenangkan. Sehubungan dengan itu maka pihak pemerintah sekurang-kurangnya harus memutuskan dua hal, yaitu jumlah komponen yang digratiskan dan standar mutu pendidikan gratis yang akan dipersembahkan kepada masyarakatnya. Kiranya kita semua perlu hati-hati agar program pendidikan gratis ini, tidak sampai mengorbankan mutu pendidikan kita sendiri. (tribun timur)
* Penulis, Dosen Mata Kuliah Umum UNM


Tidak ada komentar: