Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Menanam jagung di kebun kita

Spirit NTT, 20-26 Oktober 2008, Oleh Arif Wahyudi *

Ayo kawan kita bersama
Menanam jagung di kebun kita
Ambil cangkulmu, ambil cangkulmu
Kita bekerja tak jemu-jemu..


MERDU masih terngiang di telinga, mengenangkan masa kecil yang indah ceria. Bermain dengan kawan sebaya, di halaman sekolah membawa cangkul belajar berkebun. Namun ternyata jagung tidak saja memantik romantisme masa kecil, melainkan sebuah peluang ekonomi yang luar biasa. Tak heran Gorontalo menjadikan jagung sebagai ikon, lambang daerah, dan produk ekspor unggulannya.

Di Tangerang pun jagung mempunyai prospek ekonomi yang luar biasa. Dua belas juta populasi ayam ditambah ribuan populasi sapi membutuhkan pakan ternak yang berbahan dasar jagung. Populasi ini akan membengkak ketika konteks peluang diperluas ke seantero Banten. Dari total kebutuhan empat ribu ton jagung per hari, petani kita baru mampu memasok seribu lima ratus ton jagung setahun tahun. Sungguh sebuah kesenjangan supply and demand yang menegaskan peluang ekonomi yang sangat besar. Peluang ini makin harum ketika harga pasar jagung dewasa ini mencapai Rp 1.800,00/kg.

Pertanian jagung kita masih belum digarap dengan serius. Kesimpulan ini dapat dilihat baik dari luas lahan yang hanya sekitar 500 hektar setahun maupun hasil panennya yang hanya 2,8 ton per hektar. Dua fakta ini saling memberi pengaruh. Hasil panen seperti itu tidak menguntungkan, yang tentunya berdampak pada kekurangtertarikan pemilik lahan dan petani penggarap untuk menanam jagung. Namun pengembangan jagung di lahan percontohan Departemen Pertanian yang mencapai hasil 8 ton per hektar dan pada Biotrop Bogor yang mencapai hasil 12 ton per hektar dengan menggunakan pupuk kandang berpotensi mengubah peta lahan Tangerang.

Jagung di Tangerang memiliki backward dan forward factor yang kuat. Industri ternak ayam dan sapi, industri kertas, tahu, dan kopi merupakan faktor-faktor pendukung. Limbah industri tersebut merupakan pupuk organik yang menjanjikan produk jagung yang menguntungkan baik dari kualitas maupun kuantitas. Jagung sendiri merupakan komoditas yang kaya manfaaat mulai dari batang, daun, tongkol, pipilan jagung, hingga pucuk buah jagung. Pakan ayam, pakan sapi, jagung kaleng, jagung pipilan, aneka penganan ringan merupakan contoh produk olahan di samping tentunya favorit teman bersantai kita yaitu jagung bakar. Disamping faktor backward dan forward tersebut, potensi barakah akan berkembang dari industri yang mengiringinya seperti industri sarana prasarana pertanian hingga transportasi.

Bila kita membidik target kontrak pasokan seribu ton (dari empat ribu ton kebutuhan) jagung sehari, maka kita akan membutuhkan/mendayagunakan banyak sumber daya. Bila satu hektar menghasilkan delapan ton jagung, maka kita membutuhkan seratus dua puluh lima hektar lahan jagung yang dipanen setiap hari. Bila siklus jagung seratus hari (termasuk masa normalisasi lahan sepuluh hari), maka kita akan mendayagunakan 12.500 hektar lahan pertanian untuk menjaga dipenuhinya kontrak pasokan tersebut. Pupuk kandang kita baik yang berasal dari kotoran ayam maupun sapi mencukupi untuk mendukung kesuburan lahan jagung ini. Di samping itu yang paling utama, industri ini akan menghidupi ratusan ribu orang. Bila satu hektar lahan jagung membutuhkan sepuluh pekerja, industri ini akan menyerap setidaknya 125 ribu pekerja. Lapangan kerja pun masih terbuka lebar pada industri di sekitarnya.

Namun jalan menuju mimpi besar ini tidaklah mudah. Setidaknya ada empat kendala yang harus dicermati dan dicarikan jalan keluarnya yaitu masalah lahan, kesiapan sumber daya manusia, permodalan, dan pemasaran.

Kita menghadapi derasnya arus peralihan fungsi lahan pertanian menjadi area komersial. Ini dapat dimaklumi mengingat manfaat ekonomis area komersial meningkat pesat dibandingkan manfaat pada pertanian. Pada suatu hari ini akan membahayakan ketahanan pangan kita. Untuk mencari jalan tengah, maka produktifitas pertanian harus dipacu hingga relatif sama menguntungkannya dengan pilihan penggunaan lahan lainnya. Industrialisasi adalah pilihan ke arah itu untuk menghasilkan produk massal yang standard dengan irama produksi yang terkalkulasi dengan baik.

Ketersediaan lahan dalam skala luas menjadi masalah yang perlu diantisipasi. Kampanye manfaat menanam jagung perlu secara intensif dan persuasif disampaikan kepada pemilik lahan dan atau petani penggarap. Di samping itu pemanfaatan lahan tidur harus dilakukan. Larangan penelantaran tanah dalam UU Agraria harus dimanfaatkan Pemerintah Daerah untuk mendukung program pertanian, dimana jagung adalah salah satu alternatifnya. Peraturan Daerah serta Paket Peraturan Bupati perlu dibuat untuk membingkai pemanfaatan lahan tidur dalam konteks yang rasional, memberi insentif pemilik tanah dan berkepastian hukum.

Masalah sumber daya manusia perlu secara cermat kita petakan untuk menetapkan kadar intervensi yang tepat. Apakah problem ada pada knowledge, attitude, skill, motivasi, behavior, hingga masalah effort? Kesemuanya membutuhkan ungkitan yang tepat sehingga sumber daya manusia yang ada dapat selaras dengan irama industri.

Ketika skala pertanian memasuki industri, masalah pemasaran dan permodalan relatif lebih mudah. Saat ini industri jagung skala besar belum ada di Banten, padahal kebutuhan akan produknya sangat besar. Pasokan jagung selama ini berasal dari Lampung. Secara komparatif biaya transportasi yang lebih murah merupakan keunggulan yang tentunya perlu dilengkapi dengan keunggulan kompetitif lainnya. Dengan keunggulan yang dimiliki, pada ujungnya kita dapat bersaing pada harga, kualitas, kontinuitas yang merupakan kata kunci bagi industri. Dengan kejelasan bisnis dan posisi persaingan seperti ini, pemasaran dan permodalan bukan merupakan masalah yang sulit.

Menjaga produktivitas seribu ton jagung kualitas standard per hari dengan puluhan ribu hektar lahan serta ratusan ribu pekerja tentu bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan manajemen industri yang sangat serius untuk itu. Peran Pemerintah sebagai katalis sangat dibutuhkan, untuk memberikan paket insentif yang menarik swasta (BUMD) untuk menangkap peluang ini. Dan, itu bisa dimulai dengan pengaturan terhadap lahan tidur. Wallahu'alam. *

* Penulis, Wakil Ketua DPRD Tangerang




Tidak ada komentar: