Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

"Kami seperti warga terpencil atau suku primitif"


Spirit NTT, 8-14 September 2008, Laporan Julius Akoit

"MEREKA yang datang ke desa kami hanya datang bawa janji," kata Kosmas Timo. Dari pernyataannya, Timo sangat kesal. Sebab, selama 63 tahun, dirinya
bersama warga lain pada enam desa di Kecamatan Bikomi Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) hidup tanpa penerangan listrik.

Enam desa tersebut adalah Desa Oenenu, Nimasi, Inbate, Kuanek, Oenino dan Desa Oelbonak. Padahal jarak keenam desa ini dengan Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU, hanya terpaut sekitar 10-15 kilometer.

"Sejak negara ini merdeka hingga adanya pembentukan desa di sini, kami belum pernah menikmati fasilitas listrik dari PLN. Kami seperti warga terpencil atau suku primitif yang tidak pernah diperhatikan pemerintah. Pemerintah omong tentang rakyat sejahtera dan adil, tapi apa buktinya bagi kami di sini? Percuma punya slogan besar tentang rakyat sejahtera tapi urus listrik untuk rakyat saja tidak bisa," keluh Kosmas Timo, warga Desa Nimasi, ketika ditemui di rumahnya, Jumat (5/9/2008) siang.

Selain listrik, pemerintah setempat tidak pernah membuka jalan aspal ke enam desa tersebut. "Dulu, tahun 1991 lalu pernah dibuka jalan aspal (lapen) namun sekarang sudah hancur. Jalan berbentuk kubangan dan penuh batu besar. Kalau musim hujan, susah sekali. Kami tambah sengsara karena jembatan di desa tetangga, yaitu jembatan Oenenu putus akibat banjir bandang bulan Januari 2008 belum dibangun kembali. Jembatannya dibiarkan tergeletak dan menggantung di tebing sungai," katanya.

Soal listrik dan jalan, sudah disampaikan warga kepada para bupati yang pernah memimpin Kabupaten TTU. Tapi warga hanya memperoleh janji. "Bupati TTU sekarang, Drs. Gabriel Manek, pernah janji di hadapan masyarakat di sini sebanyak dua kali. Tahun 2005 lalu, saat Pilkada Bupati TTU, beliau berjanji akan masukkan jaringan listrik. Kedua, bulan April 2008 lalu, saat ada acara Bulan Sadar Pajak di kantor Desa Oenenu, beliau janji lagi. Tidak tahu nanti siapa lagi yang datang janji," keluhnya lagi.

Mantan Kades Nimasi, Firminus Sasi, yang kini menjabat Ketua BPD Nimasi, juga mengeluhkan hal yang sama. "Setiap kali ada kampanye, calon anggota DPRD atau calon bupati turun ke desa selalu janji akan masukkan listrik ke enam desa sekitar, termasuk Desa Nimasi. Mereka juga janji akan berjuang supaya ada jalan aspal masuk ke desa. Tapi begitu terpilih jadi bupati atau anggota Dewan, mereka tidak pernah datang lagi tunjuk batang hidung di desa ini. Mungkin mereka takut rakyat di sini tagih janji," ujarnya.

Padahal, lanjut Sasi, enam desa sekitar memiliki potensi pertanian yang bagus. "Jika listrik masuk enam desa ini, roda perekonomian akan bergairah. Usaha ekonomi seperti industri rumah tangga akan tumbuh. Apalagi kalau pemerintah buka jalan beraspal pasti kami tidak merasa terpencil dan terasing di pinggir kota," jelas Sasi.
Permintaan yang sama disampaikan Ny. Yulita Naikofi, Bidan Desa Nimasi, ketika dihubungi di Puskesmas Pembatu (Pustu) Nimasi, Jumat siang.

"Kalau pemerintah belum punya duit bangun jalan beraspal, tidak apa-apa. Tapi soal listrik, kebutuhan ini sangat mendesak. Saya kadang sedih harus berjalan kaki pakai obor di malam hari untuk pergi menolong ibu hamil di dusun-dusun yang mau melahirkan. Ibu hamil melahirkan hanya diterangi lampu pelita. Ini tidak manusiawi bila menolong persalinan dalam cahaya remang lampu minyak atau nyala senter," katanya.

Di Pustu Nimasi, lanjutnya, ia menyiapkan sebuah genzet kecil dan digunakan bila menolong pasien darurat, termasuk ibu hamil yang hendak melahirkan. "Tapi kalau bensin habis, terpaksa menolong pasien pakai nyala senter. Ini rasanya tidak manusiawi. Seperti mengurus hewan. Saya kadang sedih sekali," katanya.*



Tidak ada komentar: