Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Produksi hasil belum jawabi permintaan investor

Spirit NTT, 18 - 24 Agustus 2008, Laporan Okto Manehat

KALABAHI, SPIRIT--Masalah urgen untuk mengembangkan investasi di Alor adalah kemampuan produksi hasil yang belum bisa menjawab permintaan investor, selain soal data dan perizinan. Menggairahkan investasi di daerah itu harus dilakukan melalui pembenahan dan program pembangunannya mesti fokus.

Demikian hasil temu bisnis yang digelar panitia Ekspo Alor VII di stand temu bisnis, Sabtu (9/8/2008). Temu bisnis ini menghadirkan tiga pembicara utama, yakni Ketua Graha Budaya Indonesia (GBI) yang berpusat di Jepang, Seichi Okawa, salah seorang pengusaha sukses di Alor, Enton Djojana, dan salah satu pejabat dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Alor, Arifin Djuma. Acara ini dipandu Deni Lalitan (tokoh pemuda dan pelaku bisnis di Alor). Peserta temu bisnis ini antara lain staf dari instansi pemerintah, pihak BUMD dan BUMN, pengusaha, LSM, dan wartawan.

Ambros Mifa, salah seorang peserta mengatakan, masalah yang paling urgen bagi calon investor ketika ingin menginvestasi di suatu daerah adalah data base yang detail. Dengan data yang lengkap, kata Mifa, calon investor akan melakukan perencanaan dalam kegiatannya.

Untuk itu, kata Mifa, dalam konteks Kabupaten Alor, data masih harus dibenahi. Jika sudah ada, maka data base itu harus seakurat mungkin, sehingga calon investor mendapat kepastian untuk menanam investasinya. Dari beberapa pengalaman, ada data yang kurang lengkap sehingga investor enggan menginvestasi.

Pontius Wali Mau, aktivis LSM, menyinggung urusan perizinan. Menurutnya, izin usaha sebaiknya memberikan kemudahan bagi orang yang mau berusaha. Artinya jumlah pungutan untuk mendapatkan suatu izin jangan berlebihan.

Hal lainnya ialah administrasi perizinan. Ada pengusaha yang mengeluh. Contoh kasus, meski sudah ada izin SITU yang konsekwensinya menyetor beban, namun ada tagihan lagi kepada pengusaha dengan nomenklatur pungutan administrasi SITU.

Masalah data dan izin ini dibenarkan Enton Djojana. Enton menjelaskan, masalah data menjadi persoalan sendiri. Dari pengalamannya mendatangi beberapa stan pemerintah, dia menemukan bahwa data beberapa komoditi sulit didapat. Padahal bagi pengusaha, kata Djojana, data yang akurat adalah hal yang penting untuk masuk dalam suatu usaha.

Masalah investasi, kata Djojana, produksi belum bisa menjawab permintaan investor. Menurut Djojana, dirinya sudah dua kali mendatangkan investor untuk komoditi kutulak, tapi investor dari Jepang tidak berani karena produksinya belum menjamin.

Dijelaskannya, tahun 1994/1995, ketika itu investor siap membantu sarana, tetapi pengembangan kutulak sendiri tidak bergairah, tentunya tidak dapat menjawab kuota permintaan investor. Begitu juga tahun 2003. Saat itu seorang investor dari India meminta 2.000 ton kutu lak, sedangkan di Alor hanya bisa 300 ton sehingga investor itu kembali. "Kita jangan bermimpi soal investor, sebaiknya kita siap dulu berbagai hal," tandas Djojana.

Chris Mau mengatakan, jika pemerintah menggairahkan investasi di daerah itu, sebaiknya melihat potensi keunggulan yang dimiliki daerah dan memfokuskan kegiatan ke sana.
Dengan demikian, kata Mau, dari segi produksi dapat menjawab permintaan investor.

"Misalkan kita mau kembangkan daerah ini sebagai daerah pariwisata, ya kita benahi berbagai infrastruktur. Begitu juga sektor lain, misalkan perikanan kalau memang tuna banyak, kita fokuskan ke tuna, atau kehutanan, kalau kutulak punya prospek kita fokuskan itu," kata Mau.*

Tidak ada komentar: