Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Bagaimana dengan sang guru?

Spirit NTT, 25-31 Agusuts 2008

DI TENGAH situasi negara yang masyarakatnya sedang belajar demokrasi dan bergejolaknya penolakan ujian nasional SMP dan SMA, maka untuk menetapkan suatu keputusan ujian nasional sekolah dasar (UN SD/MI) bukanlah suatu perkara yang mudah, seperti membalikan telapak tangan. Tapi diperlukan keberanian dan nyali yang besar.

Dengan telah diputuskan dan ditetapkannya ujian nasional sekolah dasar yang diberlakukan Departemen Pendidikan Nasional pada Mei 2008, maka akan menambah wacana dalam bidang pendidikan dasar di Indonesia. Wacana tersebut ada yang berupa penolakan dan ada yang meminta untuk dikaji ulang.

Dampak positif dari adanya UN SD/MI ini akan memudahkan semua orang, khususnya Departemen Pendidikan Nasional untuk mengetahui peta dan kemampuan peserta didik pada pendidikan dasar secara nasional. Jika peta ini diketahui, semoga upaya-upaya peningkatan di bidang pendidikan dasar ke depan bisa dilakukan dengan lebih obyektif, baik dari segi kualitas pendidikan sendiri, maupun dalam pemanfaatan anggaran yang diperlukan.

Dalam situasi yang kompleks dan tak terstruktur, seseorang dapat mengeluarkan argumentasi yang menyakinkan, namun hanya sedikit yang sesuai dengan kenyataan sehingga akan membahayakan masyarakat. Untuk mengantisipasi bahaya pada proses pengambilan keputusan tersebut kita harus menerapkan standar etika tertentu.

Filsuf Alasdaire Macltyre dari Universitas Boston mengindentifikasi empat sifat yang harus menjadi ciri ancangan seseorang pengambil keputusan dalam menangani persoalan.

Pertama, kebenaran dengan tidak menyederhanakan kompleksitas secara berlebihan. Kedua, keadilan dengan nilai biaya serta manfaat dan mengalokasi biaya kepada mereka yang memperoleh manfaat.

Ketiga, kemampuan dalam hal yang belum diketahui dengan memperhitungkan perubahan, menetapkan dimana perubahan itu mungkin akan muncul, dan memutuskan prioritas untuk menentukan tindakan.

Keempat, keluwesan dalam menyesuaikan terhadap perubahan dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan sebagai tanggapan terhadap kondisi yang baru, merencanakan ulang dan melaksanakan ulang.

Belajar dari Perubahan di Jepang
Kaizen adalah sebuah metode yang sangat dipegang teguh di Jepang untuk proses penyempurnaan secara terus-menerus mempertimbangkan nilai biaya dan manfaat, untuk merencanakan masa depan dan menyesuaikannya terhadap perubahan.
Restorasi Meiji sebuah contoh langkah monumental perbaikan kondisi ekonomi, teknologi, dan budaya bangsa Jepang. Ia merupakan loncatan besar (frog leap) bangsa Jepang untuk sebuah kemajuan di segala bidang.

Sebelum Restorasi Meiji dilaksanakan di Jepang berlaku kekaisaran (kasta) yang sangat tertutup. Tetapi setelah Restorasi Meji dilaksanakan mereka membubarkan sistem kasta, namun tetap mempertahankan sikap yang baik hingga saat ini, di antaranya sifat pantang menyerah, menjunjung tinggi kehormatan dan kepribadian, sopan santun, taat kepada atasan dan selalu berhemat.

Di samping mempertahankan sifat-sifat yang baik, kaum muda Jepang dikirim belajar ke berbagai negara di kawasan Eropa dan Amerika secara besar-besaran. Semua buku ilmu pengetahuan diterjemahkan ke dalam bahasa jepang dan dijual dengan harga yang sangat murah. Hal ini untuk memudahkan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk mendorong minat baca bangsa Jepang.
Setelah ilmu pengetahuan ini mereka serap dan kuasai, mereka melakukan evaluasi dan penyempurnaan kembali. Lalu mereka kembangkan dan aplikasikan ke dalam aktivitas pemerintahan dan berbagai aktivitas lainnya di Jepang.

Produksi mobil Chrisler, Ford, dan Chevrolet yang berbentuk besar, berat dan boros bahan bakar oleh bangsa Jepang dicermati, dievaluasi dan akhirnya mereka sempurnakan. Sehingga akhirnya bangsa Jepang melahirkan mobil yang ringan, murah serta hemat. Dimana mobil jepang Honda, Toyota, Suzuki dan Mazda saat ini sudah menguasai pangsa pasar dunia.

Perubahan Menjadi Pendidikan Dasar Bermutu
Ujian nasional yang terintergrasi dengan ujian sekolah (UNTUS) yang mulai diberlakukan Mei 2008 terdiri dari Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia memiliki standar kelulusan minimal 4,25. Soal-soal 60 persen dibuat daerah 40 persen dibuat oleh pusat.

Belajar dari pengalaman dan melihat perubahan yang dilakukan oleh Jepang hal ini tentu tidak ada apa-apanya. Akan tetapi walaupun tidak sebanding dengan yang dilakukan dengan negara mata hari terbit tersebut, semoga penerapan UN SD/MI ini akan mendorong perubahan mendasar pada perilaku siswa, guru serta semua yang terlibat untuk merasa bertanggung jawab untuk mencapai target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu.

Merujuk pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) masih banyak persoalan pendidikan yang harus dibenahi jika kita ingin memajukan pendidikan dasar nasional. Namun tidak akan maju pendidikan di negara ini jika kita tidak mau untuk melakukan perubahan.

Waktu, biaya, dan pemikiran akan tidak ada gunanya serta akan terbuang sia-sia dan percuma jika tidak memulai perubahan sejak dini. Namun akan sangat lebih disayangkan lagi jika Ujian Nasional Sekolah Dasar (UN SD/MI) ini hanya terfokus pada siswa tanpa memperhatikan mutu dan kualitas tenaga gurunya. ( m jhon/padangkini.com)


Tidak ada komentar: