Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Alor menumpang di batas pertemuan lempeng tektonik

Spirit NTT, 26 Mei-1 Juni 2008

BERDASARKAN catatan sejarah, daerah Kepulauan Alor dikenal sebagai daerah yang sering dilanda gempa bumi. Tercatat, bencana gempa Alor pada 18 April 1898 menewaskan 250 orang dan gempa pada 4 Juli 1991 menewaskan 28 orang, dengan kerugian harta benda yang sangat besar. 12 November 2004, bencana itu berulang lagi. Gempa dahsyat mengguncang Alor serta meluluhlantakkan sarana kehidupan yang ada.

Untuk mengungkap tingginya tingkat kerawanan Kepulauan Alor terhadap bencana kebumian, perlu dilakukan kajian aspek seismisitas dan tektonik daerah setempat secara menyeluruh. Sebab, secara umum, aktivitas gempa bumi dapat ditinjau dari tingkat seismitasnya dan kondisi tektonik daerahnya.

Jika kita mengamati peta seismisitas Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 1990 sampai dengan Oktober 2004, tampak jelas tingkat aktivitas kegempaan di daerah tersebut memang sangat tinggi. Gempa bumi yang terjadi cukup banyak dalam berbagai variasi magnitude dan kedalaman.

Distribusi pusat gempa pada busur kepulauan NTT berdasarkan variasi kedalaman umumnya didominasi gempa- gempa dangkal yang kedalamannya kurang dari 60 kilometer meskipun tidak semua gempa dangkal yang terjadi dapat dirasakan getarannya disebabkan magnitude-nya yang kecil.

Adapun sebaran gempa-gempa yang lebih dalam tampak lebih terkonsentrasi di sebelah utara busur kepulauan. Untuk memudahkan melihat distribusi gempa berdasarkan kedalamannya, analisis seismisitas berdasarkan kedalaman dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok jenis gempa, yaitu gempa dangkal, gempa menengah, dan gempa dalam.

Untuk gempa-gempa yang memiliki kedalaman kurang dari 60 kilometer, gempa di kawasan ini umumnya berhubungan dengan pelepasan stres batuan yang terjadi di dalam zona subduksi lempeng dan aktivitas sesar aktif.

Berdasarkan distribusi pusat gempa dangkal, terlihat sebarannya merata di sekitar Kepulauan Alor, termasuk di daratan Pulau Timor. Aktivitas gempa dangkal di pesisir selatan Pulau Timor ini lebih banyak berkaitan dengan aktivitas subduksi lempeng, sedangkan gempa dangkal yang terjadi di kawasan Kepulauan Pantar, Alor, dan Wetar lebih banyak dikendalikan oleh aktivitas sesar aktif.

Sebaran gempa menengah yang memiliki kedalaman 60-300 kilometer dinilai kurang berbahaya. Hal itu disebabkan hiposenternya cukup dalam dan pengaruhnya terhadap permukaan tidak terlalu signifikan, kecuali gempa yang terjadi memiliki magnitude sangat besar sehingga pengaruhnya dapat dirasakan di permukaan. Gempa menengah di kawasan ini banyak terkonsentrasi di Pulau Timor, Pantar, Lombelen, Solor, Romang, dan Laut Sawu.

Sementara itu, gempa-gempa yang memiliki kedalaman di atas 300 kilometer tidak membahayakan mengingat aktivitasnya berada sangat dalam di dalam bumi. Gempa jenis ini umumnya terjadi pada sistem subduksi lempeng samudra. Gempa-gempa dalam di utara Kepulauan Alor yang tampak distribusinya sangat rapat ini menggambarkan adanya aktivitas seismik gempa dalam yang cukup tinggi sehingga dapat dijelaskan bahwa semakin ke utara pola hiposenter gempanya semakin dalam.

***

WILAYAH Kepulauan Alor dan sekitarnya merupakan bagian dari kerangka sistem tektonik Indonesia. Daerah ini termasuk dalam jalur pegunungan Mediteranian dan berada pada zona pertemuan lempeng. Pertemuan kedua lempeng ini bersifat konvergen, di mana keduanya bertumbukan dan salah satunya, yaitu lempeng Indo-Australia, menyusup ke bawah lempeng Eurasia. Batas pertemuan lempeng ini ditandai dengan adanya palung lautan (oceanic trough), terbukti dengan ditemukannya palung di sebelah selatan Pulau Timor yang dikenal sebagai Timor through.

Pergerakan lempeng Indo- Australia terhadap lempeng Eurasia mengakibatkan daerah Kepulauan Alor sebagai salah satu daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia berkaitan dengan aktivitas benturan lempeng (plate collision).

Pergerakan lempeng ini menimbulkan struktur-struktur tektonik yang merupakan ciri-ciri sistem subduksi, yaitu Benioff Zone, palung laut, punggung busur luar (outer arc ridge), cekungan busur luar (outer arc basin), dan busur pegunungan (volcanic arc).

Selain kerawanan seismik akibat aktivitas benturan lempeng, kawasan Alor juga sangat rawan karena adanya sebuah struktur tektonik sesar naik belakang busur kepulauan yang populer dikenal sebagai back arc thrust. Struktur ini terbentuk akibat tunjaman balik lempeng Eurasia terhadap lempeng Samudra Indo-Australia. Fenomena tumbukan busur benua (arc-continent collision) diduga sebagai pengendali mekanisme deformasi sesar naik ini.

Back arc thrust membujur di Laut Flores sejajar dengan busur Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dalam bentuk segmen-segmen, terdapat segmen utama maupun segmen minor. Fenomena sesar naik belakang busur kepulauan ini sangat menarik untuk diteliti dan dikaji mengingat sangat aktifnya dalam membangkitkan gempa- gempa tektonik di kawasan tersebut.

Sesar ini sudah terbukti nyata beberapa kali menjadi penyebab gempa mematikan karena ciri gempanya yang dangkal dengan magnitude besar. Berdasarkan data, sebagian besar gempa terasa hingga gempa merusak yang mengguncang Bali, Nusa Tenggara Barat, dan NTT disebabkan oleh aktivitas back arc thrust ini, dan hanya sebagian kecil saja disebabkan oleh aktivitas penyusupan lempeng.

Sesar segmen barat dikenal sebagai Sesar Naik Flores (Flores Thrust) yang membujur dari timur laut Bali sampai dengan utara Flores. Flores Thrust dikenal sebagai generator gempa- gempa merusak yang akan terus-menerus mengancam untuk mengguncang busur kepulauan.

Sesar ini menjadi sangat populer ketika pada tanggal 12 Desember 1992 menyebabkan gempa Flores yang diikuti gelombang pasang tsunami yang menewaskan 2.100 orang. Sesar ini juga diduga sebagai biang terjadinya gempa besar di Bali yang menewaskan 1.500 orang pada tanggal 21 Januari 1917.

Sesar segmentasi timur dikenal sebagai Sesar Naik Wetar (Wetar Thrust) yang membujur dari utara Pulau Alor hingga Pulau Romang (Gambar 2). Struktur ini pun tak kalah berbahaya dari Flores Thrust dalam "memproduksi" gempa- gempa besar dan merusak di kawasan NTT, khususnya Alor. Sebagai contoh bencana gempa bumi produk Wetar Thrust adalah gempa Alor yang terjadi 18 April 1898 dan gempa Alor, 4 Juli 1991, yang menewaskan ratusan orang.

Berdasarkan tinjauan aspek seismisitas dan tektonik tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingginya aktivitas seismik daerah Kepulauan Alor disebabkan kawasan kepulauan ini diapit oleh dua generator sumber gempa, yaitu dari arah selatan Alor, berupa desakan lempeng Indo-Australia, dan di sebelah utara Alor, terdapat sesar aktif busur belakang (Wetar Thrust).

Adapun gempa Alor yang terjadi 12 November 2004 besar kemungkinan disebabkan oleh aktivitas Wetar Thrust. Di samping karena episenternya yang memang berdekatan dengan Wetar Thrust, gempa tersebut juga memiliki kedalaman normal (dangkal).

Gempa dangkal adalah salah satu ciri utama gempa akibat aktivitas sesar aktif. Faktor pendukung lain adalah hasil analisis solusi bidang sesar yang menunjukkan sesar naik (thrust fault), yang juga merupakan ciri mekanisme gempa back arc thrust.
Gambaran seismisitas dan kerangka tektonik di atas kiranya cukup memberikan gambaran yang menyeluruh bahwa Kepulauan Alor dan sekitarnya sangat rawan terhadap bencana kebumian, seperti gempa bumi dan tsunami.

Bagi masyarakat Alor, kondisi alam yang kurang "bersahabat" ini adalah sesuatu yang harus diterima sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah risiko yang harus dihadapi sebagai penduduk yang tinggal dan menumpang di batas pertemuan lempeng tektonik.

Bagi kalangan ahli kebumian dan instansi terkait dalam penanganan bencana, labilnya daerah Alor secara tektonik merupakan tantangan berpikir untuk mencari jalan keluar, baik upaya mitigasi atau merancang sistem peringatan dini yang digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kewaspadaan dan upaya memperkecil risiko apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. (daryono, balai meteorologi dan geofisika wilayah III bali)

Tidak ada komentar: