Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

KPAI temui pimpinan DPRD NTT

Spirit NTT, 19-25 Mei 2008

KUPANG, SPIRIT--Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dipimpin Ketua, Masnah Sari, didampingi Hadi Supeno (sekretaris) dan anggota Satriyandaningrum, Fony Yohanes dan Sandes D Sulkarnaen, menemui pimpinan DPRD NTT, pekan lalu.

Saat itu, KPAI diterima Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, didampingi Wakil Ketua, Markus Hendrik, ketua dan anggota Komisi D DPRD NTT, Victor Mado Watun, Petrus Djeer, B.A, Armindo Soares Mariano dan Pdt. Habel Pekaata.
Turut hadir dalam pertemuan itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Propinsi NTT, Prof. DR. Mia Noach, serta Staf Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Propinsi NTT sebanyak tiga orang, yakni Amelia Manafe, Veronika Seq dan Theresia Funan.

Kepada Pimpinan DPRD NTT, Ketua KPAI, Masnah Sari, mengatakan, sesuai Pasal 74 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, UU ini membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat indipenden.

Masnah menyebut keanggotaan KPAI saat ini sebanyak sembilan orang, terdiri dari ketua satu orang, dua orang wakil ketua, satu orang sekretaris dan lima orang anggota.

Tugas KPAI, kata Masnah, antara lain melakukan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak; mengumpulkan data dan informasi; menerima pengaduan masyarakat; melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi; dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Selain itu, katanya, memberi laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. "Namun lembaga ini tidak diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal dalam pasal 74 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditegaskan bahwa KPAI secara organisatoris bersifat independen, namun kemandirian tersebut hanya sebatas memberikan pertimbangan dan lain-lain seperti tersebut di atas kepada presiden," kata Masnah.


Bahwa anak, kata Masnah Sari, sangat rentan terhadap pornografi dan porno aksi, gizi buruk, tindak kekerasan. Secara khusus di NTT, katanya, anak-anak terkena gizi buruk semuanya menjadi tanggung jawab KPAI.

Fony Yohanes, anggota KPAI, mengharapkan Dewan dalam menetapan anggaran daerah Propinsi NTT agar selalu berpihak kepada anak-anak NTT.
"Secara nasional anak belum mendapat anggaran secara proporsional. Kita harapkan dukungan APBD melalui Panitia Anggaran DPRD Propinsi NTT ketika membahas RAPBD Propinsi NTT. Jika kita amati, anak-anak di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami rawan pangan/gizi buruk ketika memasuki masa-masa paceklik antara bulan September sampai dengan bulan Maret setiap tahun. Karena antara masa-masa itu orang tua dari anak yang bersangkutan, persediaan makan sudah menipis. Keadaan seperti ini senantiasa melanda anak-anak NTT yang ada di daerah-daerah pedesaan," ujar Yohanes.

Fony Yohanes mernyoalkan keadaan anak NTT yang selalu rentan terhadap masalah. Kepada Dewan, Yohanes meminta agar DPRD NTT sebagai lembaga yang representasi dari seluruh rakyat NTT memperhatikan anak-anak yang masih usia sekolah tetapi dipekerjakan di sekor informal seperti loper koran, tolak grobak di pasar. Hal seperti ini membuat anak-anak kehilangan kesempatan untuk sekolah.
Anggota KPAI, Ny. Satriyandaningrum mengakui ada temuan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Ada tiga Sekolah Dasar (SD) dan satu Sekolah Menengah Pertama Negeri, (SMPN) 1 Waijewa Selatan, yang siswanya dikeluarkan dari sekolah dengan alasan mereka tidak mengikuti upacara berdera setiap hari Senin.

Mendapat laporan dari KPAI, Pdt. Habel Pekaata, asal Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuanagan (FPDI-P) berjanji akan segera mengecek masalah itu ke Kabupaten Sumba Barat Daya, karena daerah itu adalah daerah asalnya.
"Apabila benar, maka hal ini menjadi tugas Dewan untuk menyampaikan kepada gubernur guna menyelesaikannya lebih lanjut," katanya.

Salah satu hambatan yang dihadapi KPAI, kata Prof. DR. Mia Noach, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Propinsi NTT, adalah belum terbentuknya LPA di seluruh Propinsi NTT.

Hingga saat ini, katanya, baru delapan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) yang dibentuk. Namun hal yang dikhawatirkan, kata Mia Noach, apakah tersedia dana dari pemerintah untuk mengajikan karyawan KPAI yang akan ditempatkan di LPA Perwakilan NTT. (baky/humas dprd ntt)

Tidak ada komentar: