Oleh John Oriwis
Spirit NTT, 12-18 Mei 2008
DEDE Teke deri tumang madu adung, malamun jauh. Sesekali tangan kanan pukul testa pelan meyakinkan. Issue-issue di tetangga menyengat di daun telinga, pedis menyakitkan. Ada yang omong penuh belas kasian, ada yang olok. Ada juga yang bela.
"Mama, amang ini stres ka?" tanya Inang sang anak. "Kau jangan ganggu nona, bapa tu lagi pusing," tegur Juli sang Ibu.
"Pusing?? Bilang amang jangan pusing. Yang lalu biarlah berlalu, dan badai itu pasti berlalu," sambung Inang. "Bukan pusing pikir bade, tapi pinjaman," jelas Juli lagi.
"Itu aja ko repot," ujar Inang meniru gaya Gus Dur. "Hussh, kau jangan begitu, amang suda kala kau omong begitu lagi. Nanti amang pukul kau," tegas Juli.
Karena ditegur, Inang pun berangkat jalan pigi main tali merdeka. Saat ke lorong untuk main, Inang berpapasan dengan Dede Poi, sahabat penghibur Teke. Lantas Inang bilang kalo amang Teke lagi pikiran melayang layang jauh ke angkasa. Tanpa babibubo, Poi tancap kecepatan langka menuju Teke.
"Teke, sudalah itu risiko. Kala menang sekarang bukan uang yang menentukan. Tapi figur, kerja keras tim sukses pun terbukti sia-sia. Ini pengalaman, pelajaran paling berharga. Masih ada kesempatan lima tahun lagi," yakin Poi menghibur.
"Itu tadi saya mengerti. Tapi utang ini bagemana?? Pusing saya," ungkap Teke. Sudalah, utang itu pasti terbayar pikir saja hal yang lain untuk bisa bayar utang- utang itu.
Teke yang kala pasti terbebani dengan hutang sana sini. Sementara kemenangan itu pun adalah beban, salib berat. Tanggung jawab karena seribu harapan masyarakat harus terjawab.
Makanya, kemenangan itu jangan dulu dibanggakan. Karena esok adalah hari di mana pemenang akan berpikir seribu jurus untuk mengatasi permasalahan yang dijanjikan, dibutuhkan dan diharapkan masyarakat. Tambah lagi beban bathin kalo kemenangan yang diraih juga bagian dari tanggungan para kontraktor. Jadi kesimpulannya adalah kalah menang punya beban. *
Spirit NTT, 12-18 Mei 2008
DEDE Teke deri tumang madu adung, malamun jauh. Sesekali tangan kanan pukul testa pelan meyakinkan. Issue-issue di tetangga menyengat di daun telinga, pedis menyakitkan. Ada yang omong penuh belas kasian, ada yang olok. Ada juga yang bela.
"Mama, amang ini stres ka?" tanya Inang sang anak. "Kau jangan ganggu nona, bapa tu lagi pusing," tegur Juli sang Ibu.
"Pusing?? Bilang amang jangan pusing. Yang lalu biarlah berlalu, dan badai itu pasti berlalu," sambung Inang. "Bukan pusing pikir bade, tapi pinjaman," jelas Juli lagi.
"Itu aja ko repot," ujar Inang meniru gaya Gus Dur. "Hussh, kau jangan begitu, amang suda kala kau omong begitu lagi. Nanti amang pukul kau," tegas Juli.
Karena ditegur, Inang pun berangkat jalan pigi main tali merdeka. Saat ke lorong untuk main, Inang berpapasan dengan Dede Poi, sahabat penghibur Teke. Lantas Inang bilang kalo amang Teke lagi pikiran melayang layang jauh ke angkasa. Tanpa babibubo, Poi tancap kecepatan langka menuju Teke.
"Teke, sudalah itu risiko. Kala menang sekarang bukan uang yang menentukan. Tapi figur, kerja keras tim sukses pun terbukti sia-sia. Ini pengalaman, pelajaran paling berharga. Masih ada kesempatan lima tahun lagi," yakin Poi menghibur.
"Itu tadi saya mengerti. Tapi utang ini bagemana?? Pusing saya," ungkap Teke. Sudalah, utang itu pasti terbayar pikir saja hal yang lain untuk bisa bayar utang- utang itu.
Teke yang kala pasti terbebani dengan hutang sana sini. Sementara kemenangan itu pun adalah beban, salib berat. Tanggung jawab karena seribu harapan masyarakat harus terjawab.
Makanya, kemenangan itu jangan dulu dibanggakan. Karena esok adalah hari di mana pemenang akan berpikir seribu jurus untuk mengatasi permasalahan yang dijanjikan, dibutuhkan dan diharapkan masyarakat. Tambah lagi beban bathin kalo kemenangan yang diraih juga bagian dari tanggungan para kontraktor. Jadi kesimpulannya adalah kalah menang punya beban. *





Tidak ada komentar:
Posting Komentar