Spirit NTT, 12-18 Mei 2008
KALABAHI, SPIRIT--Sejak 25 April 2001, awal pelaksanaan otonomi daerah (Otda), banyak hal belum memenuhi kaidah dan kriteria otonomi daerah (otda). Contohnya, dalam bidang personel, sejak tahun 2001 pegawai di Alor tidak cukup jumlahnya dan kualifikasi pangkat untuk menempati jabatan eselon II, juga tidak cukup kompetensi untuk mengelola dan bertanggung jawab terhadap keuangan negara.
Hal ini ditegaskan Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta pada pembukaan sosialisasi sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah dan sosialisasi persiapan RSUD Kalabahi menjadi badan layanan umum (BLU) di Aula Gereja Pola Tribuana, Kalabahi, Jumat (25/4/2008).
Ans mengatakan, pada 2001 pejabat yang menempati eselon IIIA adalah sekretaris daerah, ketua bappeda, kepala banwasda, sedangkan pimpinan dinas menempati eselon III V. Dalam UU Otda Nomor 22 Tahun 1999, menuntut terjadinya perubahan kewenangan dan struktur yang mana sekda menempati eselon II A dan kepala dinas eselon II B dan kepala kantor eselon III.
Menurut Ans, UU Otda diterbitkan dengan maksud agar personel atau pegawai yang ada di pemerintah pusat bisa mutasi ke propinsi atau kabupaten dan pegawai di propinsi bisa mutasi ke kabupaten sehingga alternatif kedua yang dilaksanakan Menteri Otda dengan mengubah masa kenaikan pangkat yang setahun dua kali, yakni periode April dan Oktober menjadi setahun empat kali periode kenaikan pangkat, yakni April dan Oktober, sehingga ada pegawai kenaikan pangkatnya bisa dua kali maupun tiga kali dalam setahun.
"Kenaikan pangkat tersebut terlaksana, tapi tidak diimbangi dengan tingkat kematangan emosional dan intelektual pegawai tersebut. Seharusnya seorang pegawai yang mendapat kenaikan pangkat harus diimbangi juga dengan kematangan emosional dan intelektual," kata Ans.
Ans menambahkan, tahun 1999, APBD Alor masih berkisar Rp 15 miliar meliputi dana rutin Rp 8 miliar dan dana pembangunan Rp 7 miliar, sehingga pada saat itu seorang pimpinan proyek yang memegang dana proyek Rp 100 juta saja sudah merupakan hal yang luar biasa.
Tapi dengan adanya Otda tahun 2001, yang mana telah mengalami kenaikan DAU yang begitu besar, katanya, seorang pimpro mengelola keuangan proyek mencapai Rp 1 miliar, tetapi kendalanya adalah kompetensi pengelolaan keungan yang dimiliki pimpro masih kompetensi lama. Hal ini berdampak buruk karena pengelolaannya terlambat.
"Ada banyak perubahan atau pergeseran regulasi pengelolaan keuangan daerah, namun secara nasional maupun propinsi belum ada program yang diletakkan untuk peningkatan kompetensi tentang bagaimana mengelola keuangan yang jumlahnya sangat besar," kata Ans. (humas pemkab alor)
Alor yang pertama
KETUA Tim Perwakilan BPKP NTT, F Gerry Batubara, mengatakan, Alor merupakan kabupaten yang pertama di NTT yang mengikuti implementasi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan menerapkan PP Nomor 41 Tahun 2007 dalam menata kelembagaan. Karena itu, BPKP Perwakilan NTT memberi hormat dan mensuport pelaksanaan peraturan ini.
Menurut Gerry, pemerintah pusat banyak mengeluarkan regulasi mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan lainnya. Dalam regulasi itu, BPKP perlu melaksanakan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sebagai lembaga pengawas, kata Gerry, BPKP berkewajiban mensosialisasikan dan menjalankan tugas pengawasan itu. Pengawasan, ujarnya, tidak bermaksud menyudutkan para pengelola tetapi bagaimana mengarahkan agar pengelolaan keuangan mampu dilaksanakan sesuai standar akuntansi keuangan yang ditetapkan negara. (humas pemkab alor)
KALABAHI, SPIRIT--Sejak 25 April 2001, awal pelaksanaan otonomi daerah (Otda), banyak hal belum memenuhi kaidah dan kriteria otonomi daerah (otda). Contohnya, dalam bidang personel, sejak tahun 2001 pegawai di Alor tidak cukup jumlahnya dan kualifikasi pangkat untuk menempati jabatan eselon II, juga tidak cukup kompetensi untuk mengelola dan bertanggung jawab terhadap keuangan negara.
Hal ini ditegaskan Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta pada pembukaan sosialisasi sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah dan sosialisasi persiapan RSUD Kalabahi menjadi badan layanan umum (BLU) di Aula Gereja Pola Tribuana, Kalabahi, Jumat (25/4/2008).
Ans mengatakan, pada 2001 pejabat yang menempati eselon IIIA adalah sekretaris daerah, ketua bappeda, kepala banwasda, sedangkan pimpinan dinas menempati eselon III V. Dalam UU Otda Nomor 22 Tahun 1999, menuntut terjadinya perubahan kewenangan dan struktur yang mana sekda menempati eselon II A dan kepala dinas eselon II B dan kepala kantor eselon III.
Menurut Ans, UU Otda diterbitkan dengan maksud agar personel atau pegawai yang ada di pemerintah pusat bisa mutasi ke propinsi atau kabupaten dan pegawai di propinsi bisa mutasi ke kabupaten sehingga alternatif kedua yang dilaksanakan Menteri Otda dengan mengubah masa kenaikan pangkat yang setahun dua kali, yakni periode April dan Oktober menjadi setahun empat kali periode kenaikan pangkat, yakni April dan Oktober, sehingga ada pegawai kenaikan pangkatnya bisa dua kali maupun tiga kali dalam setahun.
"Kenaikan pangkat tersebut terlaksana, tapi tidak diimbangi dengan tingkat kematangan emosional dan intelektual pegawai tersebut. Seharusnya seorang pegawai yang mendapat kenaikan pangkat harus diimbangi juga dengan kematangan emosional dan intelektual," kata Ans.
Ans menambahkan, tahun 1999, APBD Alor masih berkisar Rp 15 miliar meliputi dana rutin Rp 8 miliar dan dana pembangunan Rp 7 miliar, sehingga pada saat itu seorang pimpinan proyek yang memegang dana proyek Rp 100 juta saja sudah merupakan hal yang luar biasa.
Tapi dengan adanya Otda tahun 2001, yang mana telah mengalami kenaikan DAU yang begitu besar, katanya, seorang pimpro mengelola keuangan proyek mencapai Rp 1 miliar, tetapi kendalanya adalah kompetensi pengelolaan keungan yang dimiliki pimpro masih kompetensi lama. Hal ini berdampak buruk karena pengelolaannya terlambat.
"Ada banyak perubahan atau pergeseran regulasi pengelolaan keuangan daerah, namun secara nasional maupun propinsi belum ada program yang diletakkan untuk peningkatan kompetensi tentang bagaimana mengelola keuangan yang jumlahnya sangat besar," kata Ans. (humas pemkab alor)
Alor yang pertama
KETUA Tim Perwakilan BPKP NTT, F Gerry Batubara, mengatakan, Alor merupakan kabupaten yang pertama di NTT yang mengikuti implementasi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan menerapkan PP Nomor 41 Tahun 2007 dalam menata kelembagaan. Karena itu, BPKP Perwakilan NTT memberi hormat dan mensuport pelaksanaan peraturan ini.
Menurut Gerry, pemerintah pusat banyak mengeluarkan regulasi mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan lainnya. Dalam regulasi itu, BPKP perlu melaksanakan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sebagai lembaga pengawas, kata Gerry, BPKP berkewajiban mensosialisasikan dan menjalankan tugas pengawasan itu. Pengawasan, ujarnya, tidak bermaksud menyudutkan para pengelola tetapi bagaimana mengarahkan agar pengelolaan keuangan mampu dilaksanakan sesuai standar akuntansi keuangan yang ditetapkan negara. (humas pemkab alor)





1 komentar:
saya aris salah satu putra daerah alor saya menghimbau agar pemerinta alor sesuai dengan otonomi daerah bisa memkuka lowonga kerja bagi putra-putri daerah yg telah selesai studdi nya di luar pulau maupun di luar negeri untuk kembali mengabdi dan membvangun alor tercina menjadi kabupaten yg termaju di NTT, banyak putra-putri alor yg pintar2 dan punya kemampun yg hada.
saya mohon agar melalui bupati u/ bisa membuat surat atau melalu alumi2 sma2 yg ada di alor u/ bisa komunikasi denga teman2 di luar alor.
tq
Posting Komentar