Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Bagai Rindu yang Terlarang

Spirit NTT, 14-20 April 2008

SELAMA hampir sepekan, 1-5 April 2008, tim kunjungan kerja DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipimpin Armindo Mariano Soares (FPG) ke Kabupaten Belu untuk melihat dari dekat perkembangan pembangunan di wilayah yang berbatasan dengan negara Timor Leste itu. Selain itu, mereka juga menjaring aspirasi masyarakat tentang persoalan pembangunan yang dihadapi agar bisa ditindaklanjuti dalam program-program pembangunan melalui APBD NTT.
Namun, realitas yang dihadapi tim kunjungan kerja DPRD NTT ke Kabupaten Belu, bertolak belakang dengan tujuan menjaring aspirasi karena mereka tidak sempat berdialog dengan masyarakat ketika melangkah ke sejumlah wilayah kecamatan.


"Sebagai ketua tim, saya merasa sangat kecewa karena kunjungan ke kabupaten ini terasa sangat hambar bagai rindu yang terlarang ketika kita sebagai wakil rakyat tidak melakukan dialog atau mendengar aspirasi dari rakyat yang kita wakili," ujar Armindo yang juga salah seorang tokoh Timor Timur itu.
Kekecewaan yang dilontarkan mantan Ketua DPRD Timor Timur dan Bupati Dili semasa integrasi itu dilandasi karena kunjungan tim DPRD NTT ke sejumlah wilayah kecamatan di Kabupaten Belu, sama sekali tidak diketahui oleh camat setempat.
"Maaf bapak-bapak, kami sama sekali tidak tahu kalau ada kunjungan tim DPRD NTT ke wilayah ini. Kami tidak pernah mendapat pemberitahuan dari pemerintah kabupaten soal kunjungan dimaksud. Tetapi, tidak apa-apa kalau kita berdialog karena saya cukup menguasai persoalan di wilayah ini," kata Camat Raihat, Guido Mauk.
"Jika bapak-bapak ingin berdialog dengan rakyat kami di wilayah kecamatan ini, rasanya sudah tidak mungkin karena mereka sudah turun ke kebun semuanya. Tetapi, tidak apa jika bapak-bapak Dewan mau mengetahui kondisi wilayah Reihat yang berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste ini," katanya.
"Biarlah kami mendengar informasi pembangunan dari Bapak Camat saja," sambung Armindo ketika bersama tim dan rombongan dari berbagai dinas intansi propinsi terkait berada di Kantor Camat Reihat di Wemori, wilayah utara Kabupaten Belu.
Ketika memulai kunjungan, tim DPRD NTT yang dipimpin Armindo Mariano Soares itu ingin bertemu dengan Wakil Bupati Belu Gregorius MB Fernandez untuk mendengar penjelasan singkat dari pemerintah daerah tentang perkembangan pembangunan di wilayah Kabupaten Belu.
Namun, niat itu tidak kesampaian karena pada saat yang sama warga eks pengungsi Timor Timur di Kabupaten Belu melakukan demonstrasi di Kantor Bupati Belu di Atambua menuntut dana bantuan sosial dari pemerintah.
Atambua, ibukota Kabupaten Belu sangat mencekam dan bagai kota mati saat itu karena aksi demo tersebut mulai menjurus ke tindakan anarkis sehingga membuat warga lokal takut keluar rumah, toko-toko ditutup dan perkantoran pun ditutup.
"Situasinya sangat mencekam dan sangat tidak mungkin kita bertemu pemerintah daerah pada hari ini. Sebaiknya kita langsung ke lokasi tujuan kunjungan kerja di Kecamatan Kakuluk Mesak dan seterusnya ke pos perbatasan Mota Ain," kata Armindo.
Ketika tim tiba di kantor camat Kakuluk Mesak, para pegawai di kantor itu kebingungan, karena Camat sedang bertugas di Atambua dan tidak pernah menyampaikan pesan tentang adanya kunjungan tim DPRD NTT ke kecamatan tersebut.
"Kami tidak tahu kalau ada kunjungan tim DPRD NTT ke wilayah kecamatan kami. Pak Camat juga sedang bertugas di Atambua dan juga tidak tahu soal kunjungan dimaksud," kata seorang pegawai kecamatan kepada tim kunjungan kerja DPRD NTT itu.
Armindo Soares bersama rombongan akhirnya langsung bertolak ke Atapupu untuk melihat pembangunan pelabuhan pendaratan ikan (PPI) di kawasan pelabuhan Atapupu.
Sekilas pintas di lokasi pembangunan PPI, tim langsung menuju ke Mota Ain untuk melihat perkembangan pembangunan terminal antarnegara serta aktivitas masyarakat di sekitar pos perbatasan Indonesia itu.
"Kita kembali saja ke kolam susuk untuk menikmati makan siang di sana sambil memandang keindahan alam di sekitar Teluk Gurita yang menjadi salah satu objek wisata di Kabupaten Belu ini," kata Armindo dalam nada penyesalan.
Nasib yang sama pula ketika tim berkunjungan ke wilayah Kecamatan Reihat. Camat Reihat, Guido Mauk, juga tidak tahu tentang rencana kunjungan dimaksud, sehingga ia hanya bisa memaparkan kondisi serta peta wilayahnya secara garis besar yang jauh dari harapan dewan yang ingin mendengar langsung aspirasi rakyat yang diwakili.
Armindo terlihat cemas melihat keadaan itu, dan akhirnya mengarahkan tim untuk berkunjung ke pos keamanan TNI di Turiskain yang tak jauh dari kota kecamatan Reihat untuk melihat kondisi keamanan di wilayah yang berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste.
"Rasanya belum pas jika tidak ke Turiskain kalau sudah di Reihat. Wilayah kami dengan Timor Leste hanya dibatasi oleh Sungai Malibaca. Di seberang sana adalah wilayah Timor Leste," timpal Camat Guido Mauk seakan menghibur tim DPRD NTT yang kecewa tidak berdialog langsung dengan rakyat.
Ketika berkunjung ke Kecamatan Kobalima, wilayah yang berbatasan langsung dengan Distrik Covalima, Timor Leste, tim DPRD NTT juga mengalami nasib yang sama.
"Kami tidak tahu kalau ada kunjungan bapak-bapak dari DPRD NTT ke wilayah kami. Tetapi tidak apa-apa kami senang jika bapak-bapak sudah berkunjung ke wilayah kami," kata Camat Kobalima, Ny. Josefina B Manek.
Setelah dari Kobalima, tim langsung menuju ke Kecamatan Malaka Tengah di Betun, namun kunjungan itu juga tidak diketahui oleh camat setempat, Silvester Leto.
"Kita hanya bisa diskusi di kantor ini saja, karena sudah tidak mungkin lagi untuk berdialog dengan rakyat kami di sini, karena kunjungan ini benar-benar kami tidak tahu sebelumnya," ujar Leto.
Armindo kembali memperlihatkan mimik kecewa dengan keadaan tersebut, namun ia pun menyadari bahwa aksi unjuk rasa besar-besaran di Atambua yang dilakukan oleh warga eks pengungsi Timor Timur, membuat pemerintah kabupaten lupa untuk melakukan koordinasi dengan aparatnya di tingkat bawah.
"Kita sudah menyampaikan rencana kunjungan kerja ini ke pemerintah Kabupaten Belu, tetapi mungkin karena situasi yang mereka hadapi saat ini sehingga lupa untuk melakukan koordinasi dengan aparatnya di tingkat bawah," kata Armindo.
Sebagai wakil rakyat, Armindo merasa kurang terlalu penting berdialog dengan para camat karena untuk menjaring aspirasi harus datangnya langsung dari rakyat yang sasaran utama dari pembangunan itu sendiri.
"Kunjungan ini bagai rindu yang terlarangĂ Ketika impian kita untuk berdialog langsung dengan rakyat, tetapi realitas yang kita hadapi jauh berbeda dengan harapan yang ingin kita dapatkan," katanya dalam nada menggurutu. (lorensius molan/antara/ntt online)

Tidak ada komentar: