Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Perlunya Perda perampingan birokrasi

Oleh Muhammad Siraj *

Spirit NTT, 10-16 Maret 2008

SALAH satu masalah krusial dalam tubuh birokrasi pemerintahan daerah, terutama di era otonomi daerah ini, adalah gemuknya struktur birokrasi pemerintahan daerah yang memiliki fungsi-fungsi sangat minim. Dengan kata lain, struktur birokrasi pemerintahan daerah kita bagaikan kaya struktur, tapi sangat miskin fungsi.
Kondisi ini yang kemudian memunculkan performance kinerja birokrasi pemerintah sangat tidak efektif. Tidak efisien, dan tidak profesional. Model birokrasi semacam ini secara finansial hanya menghambur-hamburkan APBD dan sangat tidak produktif. Kondisi ini yang semestinya harus dipikirkan secara serius dan harus ditata ulang (baca: restrukturasi birokrasi) sesuai dengan kebutuhan dan kegunaannya.
Menurut Dwight Y King, birokrasi indonesia ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: mekanisme kerja yang tidak efisien, jumlah pegawai yang berlebihan, proses pelayanan yang lamban, tidak modern atau ketinggalan jaman, sering menyalahgunakan wewenang, sert atidak tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat. Strukturnya gemuk, personelnya pun gemuk.
Dampak dari hal ini sudah sangat terasa di bidang anggaran. Struktur APBD hampir di semua daerah, termasuk Surabaya, dengan angka berkisar 80 persen habis dialokasikan untuk belanja rutin birokrasi. Sedangkan sisanya sekitar 20 persen untuk pembangunan. Itu berarti birokrasi lebih berfungsi sebagai kekuatan penyerap anggaran (baca: pemborosan) ketimbang sebagai pengatur dan pelayan masyarakat.
Dalam sistem, birokrasi pemerintahan yang modern adalah bagaimana struktur birokrasi itu dibentuk secara efektif dan efisien. Dalam sistem birokrasi modern seperti sekarang ini, yang kita butuhkan adalah sistem birokrasi pemerintah yang dapat berjalan secara efektif dan efisien. Di mana di dalam sitem birokrasi tersebut memiliki sedikit struktur, tetapi dari struktur itu memiliki banyak fungsi. Sehingga yang lebih difokuskan adalah kinerja-kinerja aparatur birokrasinya.
Dalam model birokrasi semacam ini, tidak ada lagi pegawai yang males-males, tidak memiliki job description yang jelas.
Pendek kata, birokrasi pemerintahan yang modern adalah birokrasi pemerintahan yang miskin struktur, tapi kaya fungsi. Dan salah satu upaya penataan ulang dan perampingan birokrasi pemerintahan yang gemuk seperti sekarang ini adalah rasionalisasi dan debirokratisasi. Ini yang kemudian ditungkan dalam PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Perampingan
Lahirnya PP No. 41 tahun 2007 dimaksudkan untuk menata ulang struktur birokrasi pemerintahan daerah yang dinilai terlalu gemuk dan sangat tidak efektif, efisien, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing. PP itu juga mendorong adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. PP baru tersebut merupakan pedoman bagi pemerintahan daerah agar membentuk organisasi pemerintahan yang efektif dan efisien, dan rasional sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Selain itu, dijelaskan pula struktur organisasi serta tugas pokok dasn fungsi masing-masing jabatan dan juga membatasi jumlah jabatan.
Melalui PP itu, pemerintah membuat aturan tentang besaran organisasi perangkat daerah, sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Jika mengacu pada PP yang baru itu dan melihat kondisi Jawa Timur (jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD) maka pemerintah provinsi menggunakan kriteria jumlah perangkat daerah pada point dua (lihat: PP 41/2007 pasal 20).
Besaran organisasi perangkat daerah untuk Pemprop Jatim dibatasi untuk sekratariat daerah terdiri paling banyak tiga asisten, dinas paling banyak 15 dan lembaga teknis daerah paling banyak 10. pada pasal 24 dijelaskan lebih rinci Sekretariat daerah terdiri dari asisten, dan masing-masing asisten terdiri dari paling banyak tiga biro, dan masing-masing biro terdiri dari paling banyak empat bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak tiga subbagian.
Untuk Pemprop Jatim, konsekwensi aturan baru itu adalah perampingan struktur birokrasi dan pengurangan personal aparat birokrasinya. Maksud dari PP tersebut adalah bagaimana birokrasi dapat berjalan secara efektif, efisien, rasional dan profesional. Dengan begitu, akan melahirkan birokrasi yang produktif. Saya pikir PP tersebut sudah sesuai dengan semangat kita dalam membangun dan membentuk suatu pemerintahan daerah yang modern; efektif dan efisien.
Lahirnya PP 41/2007 ini mendapat respons positif yang Gubernur Imam utomo, yang berkomitmen untuk merealisaiskan PP tersebut di Jatim. Jika PP ini dberlakukan di Jatim, maka ada sekitar 575 jabatan struktural, mulai dari I-IV yang akan dipangkas. Dengan diberlakukannya PP tersebut, maka tidak hanya akan menghemat anggaran daeah, tapi juga bisa mendorong terbentuknya birokrasi pemerintahan yang lebih efektif, efisien dan produktif.

Perda Perampingan
Untuk mempertegas dan memiliki payung hukum yang lebih jelas di tingkat daerah, perlu ditindaklanjuti dengan regulasi daerah yang lebih kongkrit dan implementatif, yakni dengan di buat Peraturan daerah (perda), yakni perda tentang perampingan birokras atau organisasi perangkat daerah. Sehingga pemerintah propinsi dan kab/kota memiliki payung hukum yang jelas dalam merealisikan PP tersebut.
Lahirnya PP No. 41 tahun 2007 tersebut sepertinya disambut kurang enak, terutama oleh beberapa pejabat daerah. Sambutan ini memang cukup beralasan, karena PP tersebut dapat menjadi senjata ampuh untuk mengggusur dan menghilangkan beberapa badan atau dinas yang dianggap tidak berfungsi secara maksimal dan kinerjanya jelek. Implikasi lanjutannya, kalau strukturnya (baca: badan atau dinas) dihapus, otomatis orang (pejabat dan jabatnnya) juga akan hilang alias tidak diperlukan lagi. Dan bahkan ada beberapa pejabat daerah yang merasa ketakutan kehilangkan kursi jabatannya. Ini sebagai konsekwensi dari perampingan struktur organisasi sebagaimana yang diatur dalam PP tersebut. *

* Penulis, Anggota Komisi A DPRD Jatim dari PKS (sumber: jawa pos online)

Tidak ada komentar: