Laporan Mathilde Dhiu, Spirit NTT, 10-16 Maret 2008
KUPANG, SPIRIT -- Kemampuan menguasai pelajaran matematika di kalangan siswa di Nusa Tenggara Timur (NTT), rata-rata masih sangat rendah dari target kurikulum. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya siswa di sekolah menengah yang tidak lulus ujian nasional (UN) karena nilai matemtikanya tidak memenuhi syarat minimal kelulusan UN yang ditetapkan Depdiknas RI.
Demikian disampaikan, Drs. Dominikus Wara Sabon, salah seorang pamateri dari Program Studi Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dalam seminar sehari tentang pembelajaran matematika di aula Utama-Undana, Rabu (5/3/2008). Seminar yang dirangkai dengan kegiatan Cerdas Cermat Matematika (CCM) I SD se-Kota Kupang dan Pameran Alat Peraga Belajar Matematika yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Mahasiswa Matematika (KSMM)-Program Pendidikan (Prodi) Pendidikan Matematika FKIP Undana Kupang ini diikuti sekitar 130 orang guru di Kota Kupang dan sekitarnya.
Menurut Wara, rendahnya kemampuan siswa di bidang matematika di sekolah menengah bukan semata karena siswa tak mampu mempelajari matematika, namun harus diakui bahwa ada kontribusi bawaan ketidaktuntasan pemahaman matematika pada jenjang sebelumnya. "Kita harus mengakui bahwa ada sisa masalah tentang pembelajaran matematika di SD yang belum terselesaikan secara baik. Guru SD yang juga guru kelas mengalami kesulitan dalam mengajar matematika sehingga sering melewatkan saja konsep atau materi yang tidak dikuasai oleh siswa. Mengajar matematika oleh guru SD sering dilakukan karena terpaksa, akibat sistim guru kelas yang diterapkan di sekolah," kata Wara.
Dikatakannya, dari beberapa hasil penelitian menunjukkan kemampuan berhitung dasar (kelas 1, 2 dan 3) beberapa SD di beberapa kabupaten di NTT masih sangat rendah. Kemampuan dasar berhitung di bawah 50 persen dari kemampuan minimal yang harus dimiliki dan dikuasai seperti yang diisyaratkan oleh kurikulum. Artinya, kata Wara, siswa yang naik ke kelas 2, 3, dan 4 sebagiannya mempunyai masalah dalam hal penguasaan konsep matematika kelas sebelumnya. "Hasil assessment kemampuan berhitung di 18 SD di Kabupaten Flores Timur (Flotim) pada bulan Agustus 2006 menunjukkan bahwa kemampuan melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan siswa kelas dua hanya mencapai 46,5 persen. Selain itu, kemampuan operasi menghitung perkalian dan pembagian siswa kelas tiga juga di bawah 50 persen. Kemampuan pemecahan masalah untuk siswa kelas dua, tiga dan empat baru mencapai 29 persen. Hal yang sama terjadi di kabupaten Rote Ndao (enam sekolah), Sumba Barat (10 sekolah), TTU (enam sekolah), Alor (enam sekolah), Sumba Timur (Lima sekolah)," katanya.
Pembelajaran matematika SD yang lebih menekankan prosedur hendaknya diganti dengan pembelajaran matematika yang membantu siswa memahami, menemukan konsep matematika. Untuk itu, alternatif pemecahan masalah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan penerapan pembelajaran dengan multi metode dan multi media sehingga bisa membantu siswa memahami dengan baik konsep matematika. *
Demikian disampaikan, Drs. Dominikus Wara Sabon, salah seorang pamateri dari Program Studi Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dalam seminar sehari tentang pembelajaran matematika di aula Utama-Undana, Rabu (5/3/2008). Seminar yang dirangkai dengan kegiatan Cerdas Cermat Matematika (CCM) I SD se-Kota Kupang dan Pameran Alat Peraga Belajar Matematika yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Mahasiswa Matematika (KSMM)-Program Pendidikan (Prodi) Pendidikan Matematika FKIP Undana Kupang ini diikuti sekitar 130 orang guru di Kota Kupang dan sekitarnya.
Menurut Wara, rendahnya kemampuan siswa di bidang matematika di sekolah menengah bukan semata karena siswa tak mampu mempelajari matematika, namun harus diakui bahwa ada kontribusi bawaan ketidaktuntasan pemahaman matematika pada jenjang sebelumnya. "Kita harus mengakui bahwa ada sisa masalah tentang pembelajaran matematika di SD yang belum terselesaikan secara baik. Guru SD yang juga guru kelas mengalami kesulitan dalam mengajar matematika sehingga sering melewatkan saja konsep atau materi yang tidak dikuasai oleh siswa. Mengajar matematika oleh guru SD sering dilakukan karena terpaksa, akibat sistim guru kelas yang diterapkan di sekolah," kata Wara.
Dikatakannya, dari beberapa hasil penelitian menunjukkan kemampuan berhitung dasar (kelas 1, 2 dan 3) beberapa SD di beberapa kabupaten di NTT masih sangat rendah. Kemampuan dasar berhitung di bawah 50 persen dari kemampuan minimal yang harus dimiliki dan dikuasai seperti yang diisyaratkan oleh kurikulum. Artinya, kata Wara, siswa yang naik ke kelas 2, 3, dan 4 sebagiannya mempunyai masalah dalam hal penguasaan konsep matematika kelas sebelumnya. "Hasil assessment kemampuan berhitung di 18 SD di Kabupaten Flores Timur (Flotim) pada bulan Agustus 2006 menunjukkan bahwa kemampuan melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan siswa kelas dua hanya mencapai 46,5 persen. Selain itu, kemampuan operasi menghitung perkalian dan pembagian siswa kelas tiga juga di bawah 50 persen. Kemampuan pemecahan masalah untuk siswa kelas dua, tiga dan empat baru mencapai 29 persen. Hal yang sama terjadi di kabupaten Rote Ndao (enam sekolah), Sumba Barat (10 sekolah), TTU (enam sekolah), Alor (enam sekolah), Sumba Timur (Lima sekolah)," katanya.
Pembelajaran matematika SD yang lebih menekankan prosedur hendaknya diganti dengan pembelajaran matematika yang membantu siswa memahami, menemukan konsep matematika. Untuk itu, alternatif pemecahan masalah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan penerapan pembelajaran dengan multi metode dan multi media sehingga bisa membantu siswa memahami dengan baik konsep matematika. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar