Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Pansus bahas kasus Nangalala dan Nembrala

Spirit NTT, 24-30 Maret 2008

KUPANG, SPIRIT--Panitia Khusus (Pansus) Kapal Motor (KM) Nangalala dan KM Nembrala menggelar rapat di Ruang Komisi C DPRD NTT, Selasa (4/3/2008). Rapat yang dipimpin Ketua Pansus, Adrianus Ndu Ufi, S.Sos, didampingi Sekretaris, Daniel Taolin, SE, M.Si, ini membahas kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) ABK KM Nangalala dan KM Nembrala.
Rapat ini dihadiri anggota pansus, yakni Armindo Soares Mariana, Daud Babys, Drs. Martinus Darmonsi, Drs. Nahak Dominikus, Drs. Gabriel Lim, KCRPutra Abubakar, S.H, Ir. Karel Yani Mboeik, Pdt. Hendrik Herry Bire, S.Th, HM Nuryamin, Drs. Yahidin Umar, M.Si, Drs. Benediktus Randu, A.Mk.
Hadir pula pihak eksekutif yang mewakili Gubernur NTT yakni Plt Kadis Perhubungan NTT, Fred M Solo beserta staf.
Rapat diawali penjelasan pemerintah terhadap pemberhentian ABK KM Nangalala dan KM Nembrala. Wakil Gubernur NTT dalam penjelasan tertulisnya mengatakan bahwa dua kapal ini diserahterimakan pengoperasiannya oleh Dirjen Perhubungan Laut kepada Pemerintah Propinsi NTT untuk dimanfaatkan guna melayani rute perintis di daerah-daerah terisolir dan daerah terluar. Selain itu,
menghubungkan daerah-daerah berpotensial dengan daerah minus sehingga terjadi pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru dan untuk kepentingan hankamnas.
Selanjutnya, Gubernur NTT menunjuk PD Flobamor sebagai pengelola dua unit kapal itu. Atas dasar tersebut, PD Flobamor menyurati Dirjen Perhubungan Laut untuk mendapatkan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) guna pengoperasiannya. Akan tetapi Dirjen menolak permohonan PD Flobamor dengan pertimbangan bahwa tidak layak mengelola kedua kapal tersebut karena belum memiliki SIUPAL.
Berkenaan dengan itu, Pemerintah Propinsi NTT melalui PD Flobamor menunjuk PT Fajar Indah Tirta Abadi (FITA) untuk mengelola kedua kapal yang kemudian dipersoalkan pengeporasiannya oleh Dewan, dengan masa berlaku hingga 31 Desember 2004. Tahun 2005 pemerintah tidak lagi memperpanjang masa kontrak kerja sama dengan PT Fajar Indah Tirta Abadi, namun mengadakan kontrak dengan PT Wardzant Jakarta. Masa kontrak ini berlaku hingga 31 Desember 2005. Pada tahun 2006 pemerintah memperpanjang masa kontrak kedua kapal itu, KM Nembrala dan KM Nangalala hingga 31 Maret 2010.
Dikatakan Gubernur bahwa kontrak kerja sama dengan PT Wardzant Jakarta dilakukan sesuai dengan mekanisme yang disyaratkan pasal 1320 KUH Perdata tentang sahnya suatu perjanjian, dengan memperhatikan pasal 1338 KUH Perdata yang mengatur tentang akibat suatu perjanjian.
Dalam perjanjian tersebut, gubernur sebagai pihak pertama akan menerima imbalan jasa berupa sumbangan jasa dari pihak ketiga melalui pihak kedua. Dalam kontrak itu, para pihak meletakkan hak dan kewajiban secara timbal balik, sehingga apabila dikemudian hari salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi), maka dengan sendirinya perjanjian itu dibatalkan. Dan, pihak yang melakukan wanprestasi akan menepati janjinya sesuai dengan prinsip Pacta Sunt Servanda.
Atas dasar perjanjian tersebut pihak kedua melaksanakan pengoperasian kedua kapal serta merekrut crew kapal sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL) antara pihak kedua dengan para awak kapal berkebangsaan Indonesia.
Dikatakan Gubernur, bahwa masalah yang timbul sebagai protes ABK dan nakhoda dalam empat butir tuntutannya.
Pertama, tuntutan pembayaran gaji. Dikatakan Gubernur bahwa pembayaran gaji ABK sesuai dengan Perjanjian Kerja Laut pasal 5 huruf 'a' yang berbunyi Pihak I (perusahaan) membayar gaji pihak II (ABK Kapal) tiap akhir bulan sesuai dengan masing-masing jabatan, menggunakan mata uang Indonesia. Termasuk uang lembur, premi, tunjangan-tunjangan, bantuan-bantuan dan jaminan sosial lainnya. Tambahan-tambahan atau kenaikan gaji berkala menurut peraturan yang ditetapkan oleh pihak I untuk mana pihak II dengan ini menyatakan persetujuannya.
Kedua, tuntutan Asuransi Jasa Raharja Putra. Setiap crew kapal sudah diikutsertakan dalam Asuransi Jasa Raharja Putra setiap tahun dan polisnya diterima oleh masing-masing crew kapal berupa Kartu Jasa Raharja, yang mana jumlah pertanggungan sebesar Rp 100 juta.
Ketiga, tuntutan sanksi PHK ABK. Bahwa ABK yang dikenakan sanksi PHK ialah Imanuel Malihing (Mandor Mesin KM Nangalala), Wenselaus Openg (Mualim I KM Nembrala) dan Yofni Ledoh (juru Mudi KM Nangalala) karena menolak dimutasikan ke KM Scorpio di Padang Sumatera Barat tanpa alasan yang sah. Keempat, tuntutan penggantian manajemen perusahaan. Tuntutan penggantian manajemen perusahaan oleh ABK dan nakhoda kapal melanggar Memorandum of Understanding (MOU) antara Gubernur dengan PT Wardsant Jakarta Cabang Kupang selaku Operator Kapal Perintis. Hubungan kerja antara nakhoda maupun ABK dengan perusahaan didasarkan atas perjanjian kerja Laut yang diketahui dan disahkan oleh Syahbandar dan Pencacat Awak Kapal sebagai Wakil Dirjen Perhubungan Laut dalam hal ini Pihak Adpel Kupang.
Sebenarnya, menurut gubernur, di dunia pelayaran tidak mengenal peristiwa pemberhentian karena PHK akan mempersulit ABK untuk bekerja di tempat lain. Mengingat pemberhentian akan dicatat dalam buku Pelaut, maka hanya dikenal dengan istilah Sign off (mutasi/turun) dan Sign on (naik/berkerja). Mekanisme penyelesaian masalah antara crew kapal dengan pihak pengelola seharusnya terlebih dahulu dilakukan dengan cara melapor ke Syahbandar. Dan, apabila tidak diselesaikan, maka diteruskan ke pihak Mahkamah Pelayaran. Apabila kesalahan bersifat administrasi akan disidik oleh PPNS di lingkup Ditjen Perhubungan Laut, dan jika ada unsur pidana diserahkan hasil penyidikannya ke PPNS melalui Penyidik Polri untuk diteruskan ke penuntut umum. Dan, bila yang terjadi adalah sengketa perdata perburuhan diselesaikan melalui proses Peradilan Hubungan Industrial. Gubernur membenarkan penjualan BBM oleh ABK KM Nangalala di Pelabuhan Baranusa. Peristiwa itu, kata gubernur, menjadi tanggung jawab nakhoda sehingga pihak perusahaan mengambil tindakan Sign Off terhadap Kepala Kamar Mesin.
Sedangkan terhadap sinyalemen penjualan tiket menyimpang dari tarif yang ditetapkan dengan SK Gubernur, Gubernur dalam suratnya kepada pansus menyatakan bahwa hal itu tidak benar. Sedangkan sinyalemen bahwa pihak perusahaan memaksakan kapal berlayar dalam kondisi tidak laik laut, kata gubernur, kapal dapat berlayar dengan catatan segera memperbaiki baling-baling yang bengkok atau ditempuh alternatif lain dengan perusahaan menyediakan kapal pengganti.
Dengan selesainya penjelasan Wagub NTT yang dibacakan Plt. Kadis Perhubungan NTT, anggota pansus, Ir. Karel Yani Mboeik mengatakan bahwa kejadian penjualan BBM itu sebenarnya melibatkan pihak-pihak yang berkompeten. Karena kenyataannya kapal tidak beroperasi, namun laporan mengatakan bahwa kapal beroperasi lancar sehingga Dirjen Perhubungan Laut mencairkan dana operasi kapal sebesar Rp 650 juta. Dewan mendapat informasi ini dari sumber terpercaya. (baky/humas dprd ntt)

Tidak ada komentar: