Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Di Baokrengat, jumlah anak putus sekolah meningkat

Spirit NTT, 24-30 Maret 2008

MAUMERE, SPIRIT--Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka melalui dinas pendidikan setempat membuka sebuah sekolah dasar (SD) Kaki di Baokrenget, Desa Egon Gahar. Pasalnya, jumlah anak putus sekolah (drop out) di wilayah itu terus meningkat karena jarak tempuh ke sekolah induk di Lere sangat jauh.
Harapan ini disampaikan warga masyarakat Baokrenget melalui Kepala Desa Egon Gahar, Alexander Agatho, kepada Tim V DPRD Sikka, yang melakukan kunjungan kerja ke wilayah Kecamatan Mapitara, Jumat (22/2/2008) lalu.
Tim V DPRD Sikka terdiri dari Petrus Jelalu (Fraksi Gabungan Pembaharuan/Komisi C), Gabriela Mako (Fraksi Partai Golkar/Komisi C), Patric da Silva (Fraksi Partai PDI Perjuangan/Komisi A) dan Donde Konterius (Fraksi PDI Perjuangan/ Komisi B).
Desa Egon Gahar masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka. Kecamatan ini baru saja dimekarkan dari Kecamatan Bola, 29 Juni 2007 lalu.
Agatho menjelaskan, minat sekolah yang dimiliki anak-anak di Baokrenget sebenarnya sangat tinggi. Namun jarak dari Baokrenget ke Sekolah Dasar Katolik di Lere sangat jauh. Anak-anak Baokrenget harus menempuh jarak empat kilometer untuk sampai di Lere, membuat semangat belajar anak-anak menurun.
"Masalah putus sekolah tidak saja karena masalah ekonomi dan karena telah melaksanakan sambut baru, namun jauhnya jarak sekolah dari tempat tinggal juga menjadi masalah serius," jelas Agatho.
Menurutnya, jarak sekolah dari tempat tinggal sampai empat kilometer ini akan lebih memrihatinkam ketika anak-anak harus ke sekolah pada musim hujan seperti saat ini. Selain pakaian seragam sekolah basah kuyup, jalan setapak yang biasa dilintasi anak-anak ke sekolah juga sangat licin. Tak sedikit anak yang memilih pulang rumah dan tidak melanjutkan perjalanan ke sekolah, karena pakaian seragamnya basah atau karena kotor akibat tergelincir saat melintas di jalanan.
Menurut Agatho, kondisi sekolah dasar katolik di Lere ini pun sangat memrihatinkan. Selain kondisi fasilitas pendidikan yang belum memadai, ruang belajar masih kurang.
Saat ini di SDK Lere sedikitnya terdapat 295 siswa, yang terbagi dalam sembilan rombongan belajar, namun baru memiliki enam ruang belajar. Belum lagi jumlah tenaga pengajar pun sangat sedikit. Kebutuhan tenaga pengajar/guru tidak saja menjadi keluhan di SDK Lere, tapi juga menjadi kebutuhan di sekolah-sekolah lain di Kabupaten Sikka.
Dari jumlah murid yang ada di SDK Lere, 295 orang, sedikitnya 60-an orang merupakan anak-anak sekolah yang berasal dari Baokrenget. Jumlah ini tentunya sudah menurun, karena banyak anak-anak yang sudah putus sekolah, baik karena telah menerima Komuni Suci Pertama, maupun karena masalah jauhnya jarak dan kondisi jalan yang mudah longsor. Belum lagi letak Desa Egon Gahar, SDK Lere dan jalanan itu tepat berada di bawah kaki Gunung Api Egon, yang kapan saja dapat 'mengamuk' (meletus).
"Ini masalah yang harus kita pecahkan bersama, baik pemerintah, DPRD, masyarakat dan berbagai pihak lainnya. Semua komponen agar bergandengan tangan dalam menyelesaikan masalah pendidikan di Desa Geon Gahar," ujar Kades Agatho. (jhon oriwis/humas Sikka)

Tidak ada komentar: