Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kampung Boti nan sakti

Spirit NTT, 10-16 Maret 2008

BOTI. Cuma desa kecil terpencil yang dihuni 315 orang. Walau tak banyak orang di bagian lain Indonesia yang tahu, nama Boti paling tidak masuk dalam buku panduan wisata petualangan yang ditulis Kal Muller, East to Bali.
Hanya dua alinea uraian Muller menyebut Boti sebagai desa paling tradisional di wilayah Barat Timor. Bagi antropolog, Boti juga menarik karena keteguhan penduduknya mempertahankan tradisi.
Jarak 19 kilometer antara Boti dan Nikiniki, kota kecamatan Timor Tengah Selatan, cuma dua pertiga yang licin. Jarak terasa jauh karena Boti ada di lereng perbukitan pengusung Gunung Lumu di timur Sungai Muke, yang bermuara ke Laut Timor di selatan. Di musim kemarau panjang tahun ini Sungai Muke hanyalah berupa dasar lembah berbatu.
Mobil harus merayap naik-turun punggungan bukit. Puncak tertinggi yang didaki, bila diukur dari Nikiniki, tingginya sama dengan Menara Petronas berlantai 88. Setelah itu, mobil langsung turun ke jalan datar, 200-an meter lebih rendah, sama dengan menuruni puncak Petronas ke Lantai 44.

Hampir semua berwarna coklat, rumput kering, dan pohon meranggas yang kontras dengan langit biru tak terganggu awan dan kelembaban. Sesekali alam berhias ladang dan rumah penduduk, kadang berdinding semen, kadang bambu beratap ilalang, juga ume, rumah tradisional melingkar berpintu rendah, atap ilalang tanpa jendela.
Semua berakhir di pagar kayu sederhana berpintu gerbang. Itu gerbang Istana Boti, kompleks bangunan terpenting yang tak beda dari pedusunan lainnya. Ada beberapa ume yang rumah berjendela dan lantai semen. Bedanya adalah keteduhan di tengah tanah Timor yang suhunya melebihi sepertiga titik didih, juga beberapa lopo, bangunan kerucut tempat menyimpan benda keramat.
Mengunjungi Boti, Anda pasti disambut beberapa lelaki bersarung, rambut digelung, bertelanjang kaki, dan dibawa bertemu Nama Benu, lelaki tegap yang merupakan pemimpin suku, sang raja.
Dari tuturan Nama, Boti adalah suku tertutup. Anggota sukunya harus tinggal dalam pagar wilayah mereka sendiri. Namun, mereka juga terbuka karena pernikahan dengan orang luar tak dilarang meski setelah itu kembali menutup diri karena si orang luar harus tinggal, menanggalkan semua budaya luar dan menganut budaya Boti.
Anak-anak boleh bersekolah untuk mengenal budaya dan pengetahuan modern. "Tetapi, sampai SD saja. Setelah itu tak boleh karena mereka menjaga adat kami," kata Nama.
Orang Boti mengandalkan alam. Memakan jagung dan padi ladang yang mereka tanam, menenun kain dari bahan baku kapas, tak bersandal, tak bersepatu, dan tak bersepeda motor, tetapi mau memanfaatkan kaca jendela dan semen.
Boti memuja langit dan bumi. Karena itu, pohon tak ditebang, juga rambut lelaki mereka yang keriting dibiarkan panjang. "Gigi tumbuh di dalam saja tak dipotong, apalagi rambut yang tumbuh di atas," katanya.
Cinta Boti pada alam tergambar pada puncak lopo yang berhias patung-patung burung. "Burung hinggap di pohon dan kotorannya jatuh ke tanah menjadi tanaman," tambah Nama.
Boti, lanjut Nama, hanya mau merengkuh keyakinan yang diajarkan nenek moyang mereka sendiri. Akan tetapi, mereka juga menyambut setiap orang yang datang tidak cuma dengan senyum.
Selesai mempersilakan penulis berkeliling, penulis dipersilakan makan. Menunya, yaitu pisang, ubi, serta pisang rebus dalam piring lontar. Tak ketinggalan syal tenun sebagai bingkisan.
Boti tak kaya, tetapi menolak pemberian cuma-cuma. "Banyak yang datang mau kasih seng, kayu bangunan, dan lain-lain. Tapi, kami tak menerima yang tak boleh kami bayar," ujar Nama saat hendak diberi cenderamata.
Sebelum pamit, penulis diajak ke satu rumah yang ternyata toko yang menjual patung, kain, dan anyaman lontar, buatan suku Boti. Seringnya turis, peneliti, bahkan orang yang datang minta dukungan gaib 'Desa Boti luas dianggap punya kesaktian magis' ditangkap Boti dengan jeli.
Penulis pulang, pagar ditutup oleh orang Boti yang keras dalam keyakinan, tetapi luas toleransinya. Tak tinggi tingkat pendidikan, tetapi jeli kesadaran ekonominya. Kaya alamnya, tetapi tak rakus memerasnya. Bersahaja, tetapi tak sudi menengadahkan tangannya. Itu kesaktian suku Benu yang dipimpin seorang Nama. Entah kenapa semua terasa menyindir. (kcm)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

syalom. "BOTI sungguh nan sakti". Boti merupakan sesuatu yang menarik dan khas bagi saya.Budaya dan style life "kampung BOTI" merupaka "BUDAYA dan MANUSIA UNGGUL". Mereka unggul dalam hal Moral, spiritual dan sosial.itulah sebabnya mereka tetap "eksis" di tengah carut-marutnya dunia ini. Maka alangkah bijaksananya kalau para pejabat negara (TTS,NTT,Indonesia) untuk DATANG BELAJAR di BOTI, daripada "tapaleuk" ke luar negeri, yang hanya "makan anggaran" saja. Atau lebih baik kalau "orang Boti" yang memimpin Flobomora, biar pemimpinnya TIDAK RAKUS dam rakyatnya tidak SENGSARA. Viva Boti....