Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kaji ulang pembentukan Korem Flores

Spirit NTT, 17-23 Maret 2008

KUPANG, SPIRIT--Rencana TNI, khususnya Korem 161/Wirasakti Kupang, untuk membentuk Korem Flores masih membutuhkan waktu yang panjang.
Dalam Rapat Gabungan Komisi di Gedung DPRD NTT, Senin (10/3/2008), dengan agenda penjelasan Korem Flores di Ende, DPRD NTT meminta TNI untuk mengkaji ulang tersebut dan mencari solusi yang tepat dalam menyikapi reaksi masyarakat terhadap rencana pendirian korem tesebut.
Rapat yang dipimpin Ketua Dewan, Drs. Melkianus Adoe, didampingi Wakil Ketua Dewan, Drs. Kristo Blasin, dan Drs. Paulus Moa, ini dihadiri Komandan Korem 161/Wirasakti Kolonel (Inf) Pardamaen Simanjuntak dan Asisten III Setda NTT, Ir. Beny R Ndoenboey, MSi.
Setelah mendengar penjelasan dari Komandan Korem 161 Wirasakti Kulang Kolonel (Inf) Pardamaen Simanjuntak, disesuaikan dengan masukan dari berbagai sumber hasil investigasi lapangan oleh Komisi A DPRD NTT, Dewan
meminta agar TNI bersikap arif dan memperhatikan kebutuhan masyarakat di Pulau Flores khususnya di Kabupaten Ende.
DPRD NTT dalam tanggapannya meminta supaya rencana pembangunan Korem Flores yang dipusatkan di Kabupaten Ende dikaji ulang dengan memberikan porsi perhatian yang besar kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Apalagi, keberadaan Korem Flores disinyalir dapat memperkeruh hubungan antar sesama warga maupun antar anggota TNI dengan kepolisian yang sering terjadi di mana-mana.
Untuk diketahui, digelarnya rapat gabungan komisi tersebut sebagai bentuk responsif Dewan terhadap tuntutan masyarakat Ende yang menolak rencana pembangunan Korem Flores di Ende.
SPIRIT NTT mencatat sedikitnya dua kali kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Aliansi Peduli Rakyat Ende berunjuk rasa ke Gedung DPRD NTT. Atas desakan aliansi tersebut, Komisi A DPRD NTT melakukan investigasi lapangan dengan mewawancarai seluruh komponen terkait seperti Pemerintah Kabupaten Ende, DPRD Ende, Uskup Agung Ende dan tokoh masyarakat (tua adat) di Kecamatan Nangapenda.
Kesimpulan hasil investigasi tersebut intinya menolak rencana pembangunan Korem Flores di Ende dengan alasan, pertama, Pemerintah Kabupaten Ende berpendapat pembangunan Korem di Ende pada prinsipnya setuju dengan catatan: a) Apabila lokasinya berada di lahan kritis (lahan tidur). Apabila lokasinya berada di area pertanian/perkebunan yang di dalamnya sudah ditanami kopi, kemiri, vanili, coklat, dan sebagainya yang menjadi tanaman andalan masyarakat, pada prinsipnya Pemerintah Daerah Kabupaten Ende tidak ingin menyesarakan rakyatnya, karena ketergantungan masyarakat di sekitar lokasi rencana pembangunan korem seluas 2.000 ha atau sekitar 97 persen masyarakat bergantung hidupnya dari hasil pertanian dan perkebunan.
b) Perlu ada koordinasi dan membangun komunikasi yang serius dengan pemerintah daerah agar pemerintah memfasilitasi dengan cara mendiskusikannya untuk mencari jalan keluar terbaik yang saling menguntungkan.
c) Pemerintah tidak berkeberatan apabila rencana pembangunan korem diarahkan pada lokasi yang tandus/lahan kritis (lahan tidur) yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Kedua, pimpinan umat/gereja kepada Komisi A menyatakan tidak setuju rencana pembangunan korem karena sesuai laporan masyarakat sangat mengganggu ketenangan, kenyamanan hidup umat. Sebagai pemimpin umat menyarankan agar a) Gagasan untuk membangun korem di Ende sebaiknya menghilangkan istilah top down, biarlah masyarakat menentukan sendiri. b) Mendiskusikan secara baik dengan semua komponen masyarakat, dan hindari penyelesaian masalah ini dengan cara-cara lama yang tidak memperhatikan aspirasi masyarakat. c) Meminta TNI untuk secara bijaksana meninjau kembali wacana pembangunan korem di Kecamatan Nangapenda Ende.
Ketiga, DPRD Kabupaten Ende belum mempunyai sikap yang jelas dan tegas menerima atau menolak rencana pembangunan korem.
Keempat, saran tokoh masyarakat (kepala suku): a) ingin kembali hidup rukun dan damai dengan tidak mengkambinghitamkan pihak-pihak lain. b) Dengan tegas menolak rencana pembangunan korem pada lokasi tanah persekutuan yang hingga kini negara masih mengakuinya.
Drs. Martinus Darmonsi, Cyrilus Bau Engo maupun Frans Dima Lendes, anggota DPRD NTT yang berasal dari Flores, meminta supaya TNI dalam bingkai reformasi kulturalnya dapat mengimplementasikan berbagai program kerja dan rencana strategis dengan memberikan perhatian yang besar kepada tuntutan maupun kebutuhan masyarakat.
Karena saat ini, menurut anggota DPRD NTT ini, TNI terpanggil untuk tidak saja bertindak sebagai penjaga keamanan tapi mengemban fungsi sebagai anak kandung rakyat.
"Jadi kita tidak bisa membenturkan kepentingan TNI dengan kepentingan masyarakat dan rakyat. Sebaliknya marilah dicari solusi yang baik bagi semua pihak untuk kepentingan yang lebih besar," saran Dewan. (gaa/hms dprd ntt)

Tidak ada komentar: