Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tak sabar melihat Komodo (2)

Spirit NTT 18-24 Februari 2008

PAGI itu di Labuan Bajo. Subuh-subuh saya sudah nongkrong di dermaga untuk mencari kira-kira ada nggak ya perahu yang pagi itu mau ke Pulau Rinca. Ternyata keberuntungan sedang berpihak pada saya. Kapal yang saya tumpangi kemarin, dicarter oleh dua Norway untuk ke Pulau Rinca. Jadilah saya melobi sang kapten agar diizinkan menumpang. Ternyata beliau mengizinkan, dengan catatan saya harus membantu mencari empat penumpang lagi yang berminat ke Pulau Rinca juga. Karena couple dari Norway tersebut memang berencana untuk mengajak orang lain, biar bisa saweran (menghemat ongkos sewa perahu). Segera saya menelepon Eliana, dan dia dengan senang hati bersedia ikut ke Rinca, apalagi dengan harga murah. Karena untuk masuk Pulau Rinca sendiri sudah lumayan mahal (sudah tiga bulan ini ada undang-undang baru).
Dan, tak berapa lama, ada empat orang yang datang ke dermaga dan mengatakan sedang mencari saweran kapal yang akan menuju Rinca. Wah, ternyata quota saya untuk mendapat tumpangan gratis sudah terlewati. Karena saya berhasil mendapat tambahan enam orang dari yang diminta hanya empat, hehehe. Jadilah terkumpul sembilan orang yang akan ke Rinca. Dan, sang kapten hanya meminta rokok saja kepada saya.
Perjalanan dari Labuanbajo-Rinca memakan waktu dua jam. Pemandangan di sepanjang jalan membuat saya mengharu biru. Indah sekali!! Dan, tiba-tiba sang kapten menawarkan saya untuk belajar menyetir kapal. Dengan senang hati saya menerima. Ternyata menyetir kapal itu tidak gampang, selain harus bisa mengenal warna air laut, juga harus benar-benar fokus karena sedikit saja meleng kapalnya sudah keluar dari jalurnya. Terbukti ketika hand phone saya berbunyi ada sms masuk, saya hanya menunduk sebentar. Begitu saya melihat lagi ke depan, walah kapalnya sudah jauh ke kanan. Langsung saja saya membanting stir ke kiri, dan hasilnya kapal tiba-tiba oleng ke kiri. Membuat para bule-bule cengengesan begitu mengetahui saya yang menyetir kapalnya.
Tidak berasa, saya berhasil juga membawa kapalnya sampai di Rinca. Dermaganya cantik sekali. Semakin nggak sabar buat ketemu sang komodo. Menurut sang kapten, kami harus berjalan sekitar 500 meter untuk mencapai pos PHPA Komodo. Begitu turun kapal, kami bersembilan sangat bersemangat. Tapi ternyata ow ow, di ujung pinggiran dermaga sana tampak seekor komodo sedang berjemur dengan santainya. Semuapun sibuk mengeluarkan kameranya. Namun sayang, ternyata sang komodo merasa terganggu. Dan tiba-tiba saja, sang komodo beringsut mendekati kami. Walhasil, kami semua pontang-panting berlari kembali ke dermaga dan langsung melompat ke kapal.
Dan, sang kapten pun terpaksa turun tangan mengantarkan kami ke pos PHPA. Baru dua menit berjalan kaki, tiba-tiba di belokan jalan, terbentang gurun dan savana di hadapan kami. Wah, jadi semakin gak sabar, biarpun saya mengomel dalam hati karena topi saya hilang entah dimana. Jadi, sudah terbayang penderitaan saya nanti.
Begitu sampai di pos PHPA, kami harus segera melapor. Setiap rombongan, 5-7 orang akan diantarkan berkeliling oleh satu ranger. Tapi sebelumnya kami semua harus membayar tiket masuk. Untuk foreign (non indo) harga tiketnya $15 ++, totalnya Rp 220.500,- dan untuk lokal ( Indonesia ktp/kitas), harga tiketnya Rp 77.500,-. Karena saya satu-satunya orang Indonesia di rombongan kami, petugas mengira saya guide dan mengatakan kalau saya tidak usah membayar. Tapi saya mengatakan terus terang kalau saya juga hanya tamu biasa, bukan guide rombongan. Kebetulan saya sedang traveling sendirian, jadi bergabung dengan yang lain untuk menghemat ongkos perjalanan.
Mereka nampak terpana dan bingung, kok ada perempuan jalan sendirian di Flores. He..he..he, dan akhirnya merekapun mengajukan banyak pertanyaan. Ketika mereka mengetahui saya dari Bandung, merekapun mengatakan kalau ada tiga orang mahasiswa NHI yang sedang praktek lapangan di Pulau Rinca. Wahhh senangnya, bisa ketemu orang sekampung di perjalanan nan jauh ini. Dan, petugas PHPA pun mengizinkan saya tidak usah membayar tiket masuk. Tapi saya memaksa membayar, akhirnya mereka mengizinkan saya membayar langsung saja kepada rangernya. Sekadar uang tips untuk sang ranger saja.
Rombongan saya kali ini, Eliana-Innoi dan couple dari Norway (namanya susah diingat dan disebut). Kami memilih trekking 5 km, selama 2-3 jam. Ranger kami bernama Pak Urbanus, beliau sangat fasih berbahasa Inggris dan juga sangat ramah. Baru berjalan sebentar saja, kami sudah disambut sekelompok komodo yang sedang berjemur. Dan, seperti biasa, kamera-kamera pun keluar dari sarang masing-masing empunya. Puas dengan memotret komodo berjemur, kami pun mulai memasuki jungle trekking. Kicauan suara burung dan jeritan para monyet pun menyambut kami. Dan, tiba-tiba, nampak seekor baby komodo sedang berjemur. Semuapun heboh lagi dengan kameranya.
Sampai akhirnya sang baby sebal difoto terus dan pergi masuk hutan lagi. Kami pun melanjutkan trekking, sampai pada akhirnya kami sampai di hamparan savana nan luas. Bukit-bukit gundul berpadu dengan coklatnya rumput. Dan, di beberapa tempat, nampak kerbau dan banteng sedang merumput.
Trekking di savana ini lumayan menyiksa, karena terik matahari tepat di atas kami. Maklum saja kami berjalan, pada sekitar pukul 12 siang. Dan, saya tidak memakai topi. Tapi semuanya terbayar dengan kepuasan melihat langsung komodo, dan view selama jungle and savana trekking yang tidak akan saya lupakan.
Ketika di jalan pulang ke pos PHPA, lagi-lagi kami bertemu komodo. Kali ini komodonya besar. Saya mengabadikan lumayan banyak foto komodo tersebut dalam berbagai macam pose. Ohya, di PHPA juga ada toko souvenir. Menjual t-shirt, pin, stiker, patung, kartupos dari para komodo.
Bidadari, elok
Tiba waktunya meninggalkan rinca, tujuan kami selanjutnya adalah Pulau Padar. Karena couple dari Norway berencana untuk turun diving di sana. Dan, lagi-lagi aku kebagian rejeki, diajakin untuk turun biarpun kebagian sisa udara di tabung. Maklum deh gratisan, tapi tidak masalah. Yang penting happy!!
Setelah selesai di Padar, kamipun berpindah ke Pulau Bidadari. Pulau kecil nan elok yang bebarapa bulan yang lalu diributkan sudah dijual kepada orang asing. Tapi, sayang air laut mulai surut, kapal tidak bisa merapat. Tapi itu bukan penghalang, karena saya memang berniat untuk snorkeling di Pulau Bidadari. Jadilah, saya melompat dari kapal begitu kapal mematikan mesinnya. Rasanya ueennnnaaakkkk banget!! Dan, ternyata di pulau Bidadari sendiri, lumayan bagus untuk snorkeling.
Sudah pukul 5 sore, sudah waktunya kami semua kembali ke Labuan Bajo. Sepanjang perjalanan pulang, saya benar-benar menikmati pemandangannya. Dan, saya berdoa dalam hati, mudah-mudahan masih ada kesempatan lain kali untuk saya kembali Flores dan juga ke Labuan Bajo.
Hari itu, Rabu, hari terakhir saya di Flores. Pagi hari saya sudah bangun untuk berpamitan kepada Eliana dan Innoi. Teman seperjalanan saya selama di Flores. Setelah saling bertukar informasi data diri, sayapun meninggalkan Eliana dan Innoi. Karena masih ada waktu dua jam sebelum ke airport, saya pergi ke terminal dan mencari bemo dengan jurusan Labuan-Wae Sambi-TPI. Kali ini saya akan berkunjung ke gua Batu Cermin. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 20 menit, dengan ongkos Rp 10.000,-. Gua itu sendiri dalam kondisi terawat dan amat sangat menarik. Tidak sia-sia menghabiskan waktu terakhir saya untuk mengunjungi batu cermin.
Lima belas hari yang menakjubkan di seputar Flores. Belum cukup puas rasanya, dan sayapun berjanji pada diri sendiri. Suatu hari saya akan kembali lagi ke Flores (com.doramail@doramail.com/habis)

Tidak ada komentar: