Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Pememang pilkada milik kita semua

Oleh John Oriwis
Spirit NTT 18-24 Februari 2008

ADA Dede Poi, Ama Plete dan Ame Wangge. Duduk enak, deri plage bako olang di Pante Paris Lokaria Maumere. Sekarang e Maumere, orang duduk di mana dengan posisi apa saja pasti omong politik. Habis, Pilkada Sikka e seru di, ada paket Ayo Abdi, Hero, Soda, Mesra, Yosua, tambah lagi mungkin ada yang lain.
"Kalo saya pili paket Dede Teke saja untuk jadi Bupati Sikka 2008-2013, supaya jalan ke Tana Wawo-Waiblama-Doreng yang ada lobang di tenga jadi hotmis semua," Dede Poi angkat bicara politik. "Masa begitu?" potong Ama Plete.
"Itu karena kami sama-sama dari Tana Wawo-Waiblama-Doreng. Habis itu Teke punya istri tu saya punya istri punya bapa punya ponaan punya anak," jelas Poi.
"Ete miu, masi ada hubungan keluarga gipet du rapat molo. Dekat yang ngeri mati punya," puji Plete.
"Habis bikin jalan hotmis, kami sekeluarga diangkat jadi PNS," Poi omong lagi. "Masa begitu?" potong Ama Plete. Dia kira ini kabupaten dia punya nenek punya moyang punya, kasihan sekali.
"Tida begitu bagemana ko? Kami ini kan dia punya tim sukses. Waktu pilkada suda tikam kepala mati punya. Kami jadi PNS itu sebenarnya ucapan terima kasih," Poi makin angkat ekor dengan hidung kembang ngeri.
"Habis itu, Inang yang sudah jadi PNS siap tempati jabatan penting. Paling tida jadi kepala dinas," bangga Poi lagi.
"Masa begitu?" tanya Plete lagi.
"Habis, Inang itu memang PNS. Diam-diam di kerja untuk Teke, bagi stiker amplop dan kasi pengaruh massa di kampung halamannya untuk pilih Teke. Maka dia pantas dapat jabatan, tapi itu kalo Teke yang menang," semangat Poi makin menggebu. "Tapi kalo kala?"
"Itu te Inang siap dapat mutasi di Mapitara, Doreng ato Palu'E." "Habis kau Poi jadi apa?" "Saya te biar cukup jadi tukang garuk Teke punya daki di punggung juga baik," jelas Poi.
"Kalo sampe pikir jadi PNS, dapat jabatan itu te kamu muka bodo semua. Itu rakyat yang pili Teke mata buta, tida tau politik dan demokrasi," komentar Plete.
"Terus, harus bagaimana?" tanya Poi.
"Ya pilih sesuai hati nurani, bukan pilih karena dapat amplop atau pengaruh dari orang lain. Liat dengan hati nurani dan mata kepala, pilih yang mana suara hati omong. Dan kalo Teke jadi bupati te dia perhatikan kamu keluarga dan tim sukses saja te itu keliru. Salah besar. Kalo dia hanya liat kamu semua, terus kami lain yang dia tida kenal dapat apa?"
"Kamu te dapat jalan hotmis tadi ka," sahut Poi cepat ngeri.
"Aduh kasian, hanya jalan. Baru kamu semua biar hanya jadi tukang garuk daki di Teke pu punggung tapi kamu ada titel NIP PNS. Ini kabupaten mau jadi apa. Supaya kau tau, bupati itu milik semua orang milik masyarakat di Kabupaten ini," mara Plete.
Benar apa kata Plete, bupati itu milik siapa saja. Milik pendukung dan musuh politik, jadi bupati tida bisa utamakan keluarga dan tim sukses dari kepentingan kabupaten. Dan keluarga serta para tim sukses juga harus tau diri, supaya jangan banyak berharap. Kalo untuk supaya kampung halaman dapat nama, karena dari kampung ini pernah ada figur jadi bupati ya oke lah. Tapi jangan pernah bermimpi kita punya kampung harus jadi prioritas perhatian bupati terpilih. Jadi sapa sapa saja yang harus tau diri? Yang harus tau diri adalah bupati terpilih, keluarga, tim sukses, dan musuh politik, karena kabupaten ini berada di atas kepentingan keluarga. *

1 komentar:

Manuel mengatakan...

Hebat ide dan pembahasaannya. Terima kasih e sudah memulai sesuatu yang lebih baru. Salam kenal