Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Masyarakat perbatasan gelar deklarasi bersama

Laporan Humas Belu, Spirit NTT 4-10 Februari 2008

ATAMBUA, SPIRIT--Masyarakat di perbatasan Indonesia (Belu)-Timor Leste menggelar deklarasi bersama di Lantai I Kantor Bupati Belu, pekan lalu. Deklarasi itu bermisikan mencegah konflik antarnegara di perbatasan.
Alasan pendeklarasian karena secara kultural masyarakat adat Pulau Timor adalah satu dalam berbagai aspek kehidupan, yang dimaknai secara adat dengan istilah Kobalima. Kobalima menggambarkan kelima nenek moyang bersaudara, dengan pusat kerajaannya, Wewiku-Wehali.
Dalam perkembangannya Kerajaan Wewiku-Wehali membagi wilayah teritorialnya secara adat dengan tidak menunjuk batas-batas wilayah kerajaan secara jelas. Namun, pada zaman kolonial, Pulau Timor dibagi menjadi Pulau Timor bagian timur, dijajah oleh Portugal dan Pulau Timor bagian barat dijajah oleh Belanda, dengan menunjuk batas-batas wilayah yang ditandai dengan kali, bukit, batu dan pohon-pohon besar (batas alam).
Pada kondisi saat ini, pemisahan wilayah Negara Republik Indonesia (RI) dan Republic Democratic Timor Leste (RDTL) telah berdampak pada munculnya persoalan-persoalan kursial masyarakat adat yang sering terjadi di perbatasan kedua negara.
Adapun persoalan yang sering terjadi di perbatasan RI-RDTL pada saat ini adalah persoalan sosial, budaya, ekonomi dan keamanan yang muaranya mempengaruhi hubungan sosial kemasyarakatan yang harmonis, langgeng dan saling menguntungkan.
Untuk mengatasi persoalan-persoalan yang sering terjadi di perbatasan RI-RDTL, Yayasan Bentara Sabda Timor (YBST) di Nenuk-Atambua dari Indonesia bersama Peace and Democracy Foundation (PDF) yang bertempat di Dili dari Timor Leste, dengan mendapat dukungan dana dari The Asia Foundation dan USAID, melakukan kegiatan dialog perbatasan bersama-sama dengan masyarakat adat perbatasan kedua negara.
Dialog bertujuan mencegah konflik antarmasyarakat di perbatasan guna menyuarakan aspirasi masyarakat, membangun rasa saling percaya, menghilangkan rasa curiga dalam memperjuangkan kepentingan sosial, budaya dan ekonomi, serta keamanan masyarakat perbatasan kedua negara.
Dari hasil dialog batas dan Sub Committee Meeting antar masyarakat adat lintas batas Kabupaten Belu/RI dengan District Bobonaro/RDTL yang dilaksanakan dalam tiga tahap dan tahap terakhir tanggal 16 Januari 2008 di Motaain-Desa Silawaan Kecamatan Tasifeto Timur Kabupaten Belu, telah menghasilkan enam kesepakatan bersama.
Dari keenam kesepakatan itu, maka dilakukan penandatanganan rekomendasi deklarasi bersama, di Lantai I Kantor Bupati Belu, atas nama Masyarakat Adat Bobonaro/RDTL, Pedro Das Dores dan Masyarakat Adat Perbatasan Kabupaten Belu/RI, Yosef Untung, disaksikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Belu dan District Bobonaro, Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, Wakil Bupati Belu, drg.Gregorius Mau Bili,F.DDPH, Bupati Bobonaro, Dominggus Martins; Pimpinan YBST, Pater Marsellus Baonule, SVD, dan Pimpinan PDF Dili, Estanislau Salsinha Martins.
Deklarasi ini dibaptis dengan nama Delkarasi Bersama Masyarakat Perbatasan District Bobonaro/RDTL dan Kabupaten Belu/RI. *
ENAM POINT DEKLARASI
Pertama, pemberlakuan Pas Lintas Batas (PLB) sebagai instrumen yang urgen untuk memfasilitasi hubungan sosial, budaya, ekonomi dan keamanan kedua negara di perbatasan.
Kedua, membangun hubungan ekonomi kerakyatan melalui pasar perbatasan/pasar tradisional untuk menjawabi kebutuhan dasar masyarakat perbatasan.
Ketiga, membangun komunikasi dan koordinasi masyarakat perbatasan menjadi penunjang dalam menjalin hubungan yang harmonis, kondusif dan langgeng.
Keempat, dialog adalah media untuk membangun budaya aman dan damai di antara masyarakat perbatasan kedua negara, oleh karenanya perlu terus digalakkan.
Kelima, perlunya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya alam guna mensejahterakan dan memacu kemakmuran masyarakat perbatasan.
Keenam, masyarakat perbatasan District Bobonaro/RDTL dan Kabupaten Belu/RI berjanji dan siap sebagai subyek (pemerintah desa, tua-tua adat) menjadi mediator dan turut serta menyelesaikan konflik sosial yang terjadi di perbatasan secara damai dengan tetap menghormati, menghargai hukum yang berlaku di kedua negara. *

1 komentar:

Manuel mengatakan...

Anda tahu sejarah Timor atau tidak. Jangan asal omong. Apa artinya Kobalima anda juga asal omong. Tentang Wewiku Wehali, anda juga asal omong (maaf, bukan wartawannya, tapi para deklaratornya.... Tetun dan Marae saja bicara tidak jelas, berani-beraninya omong sampai leluhur orang Kobalima segala. Tanya tua-tua adat Belu, Kobalima dan Bobonaro dong. Jangan mentang-mentang Anda Bupati atau Pemerintah, yang nyatanya tidak paham budaya Timor (Belu), anda semaunya bicara... Sangat memalukan, mengungkapkan kebodohan kepada kami, para tokoh adat yang sudah sejak lama tidak didengarkan, malah diabaikan ....