Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Menyelamatkan tarian Sumba dengan tari kreasi baru (1)

Spirit NTT 31 Desember 2007 - 6 Januari 2008


MESKI senyumnya belum mengembang sepenuhnya, setidaknya Hendrik Pali, seorang pendidik yang juga budayawan dari Sumba Timur, sudah mulai melihat dengan mata kepala sendiri langkah-langkah konkrit Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam memajukan atau mengembangkan kebudayaan Sumba.
Setahun terakhir ini langkah-langkah itu tampak lebih nyata. Telah beberapa kali Pemda ikut serta dalam pemeran budaya di Jakarta, mencanangkan beberapa item kebudayaan daerah sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler di sekolah-sekolah, dan memberi sumbangan kepada sanggar-sanggar kebudayaan.
Tidak hanya itu, dinas pariwisata juga mulai memberi bantuan dana kepada sanggar-sanggar kebudayaan yang tersebar di berbagai kecamatan di sana.
"Apakah karena beberapa media massa gencar memberitakan kondisi ini sehingga ada perubahan? Saya tidak tahu. Tapi saya kira pemberitaan itu berpengaruh,"
ungkap Hendrik saat ditemui di sela-sela pentas Gebyar Budaya Nusantara yang diadakan di Gedung Semanggi Expo, Jakarta Selatan, belum lama ini.
"Kalau pentas kami sudah mulai dihargai juga dengan honor. Ya, lumayan untuk memperbarui kostum dan kasih uang saku pada anak-anak," ungkap pemilik Sanggar Ori Angu (artinya: mrangkul tman, Red) ini.
Dengan perhatian semacam ini, Hendrik dan kawan-kawan di sanggar-sanggar lain menjadi lebih bersemangat dan leluasa mengembangkan kebudayaan yang adi luhung ini.
Sejak lama Hendrik adalah salah satu budayawan Sumba yang sangat gelisah melihat budaya daerahnya yang terancam punah. Kaum mudanya lebih kepincut dengan budaya-budaya luar terutama dari barat yang memang lebih menawarkan suasana dinamis dan lebih glamour.
"Para anak muda ini mau cepat-cepat maju seperti yang mereka lihat di televisi. Hal ini dengan sendirinya mengancam eksistensi budaya lokal kami karena anak-anak muda ini adalah pewaris budaya," jelas pria yang pandai menari dan pencipta beberapa tarian kreasi baru Sumba ini. Dalam pengamatan Hendrik, perkembangan tarian misalnya tampak stagnan. Tidak ada kreasi-kreasi baru. Gerakannya hanya itu-itu saja.
Demi pengembangan kebudayaan leluhur yang diakui mengandung sangat banyak nilai-nilai hidup, pada tahun 1980 atas inisiatif pribadi Hendrik mengikuti kursus menari di sanggar milik Bagong Kussudiardjo di Yogyakarta.
Sepulang dari kursus tersebut, Hendrik justru bertambah gelisah. Kenapa? Dia melihat anak putus sekolah di sekitar kampungnya Lambanapu (12 kilometer dari ibu kota Kabupaten Sumba Timur, Waingapu, Red) semakin banyak. Selain itu, orang-orang tua yang menguasai tarian secara baik berikut makna yang terkandung di dalamnya nyaris sudah tidak ada lagi. Kalaupun masih ada, umur mereka sudah mencapai 75 tahun. Sehingga hari ini tidak ada lagi. "Kalau anak-anak ini tidak diurus bisa berbahaya. Juga kalau ilmu dari orang-orang tua itu tidak segera diadopsi, bisa berbahaya juga," ungkap Hendrik pada dirinya sendiri ketika itu.
Ayah enam anak ini lalu mendirikan Sanggar Ori Angu untuk memfasilitasi anak-anak putus sekolah, 'mencuri' dan mengembangkan ilmu daripara orangtua. Hendrik berusaha menemui para orang tua tersebut dalam kesempatan-kesempatan upacara adat. Dia juga berkonsultasi kalau-kalau dia mencoba menciptakan kreasi baru. "Mungkin inilah yang dinamakan panggilan. Sepertinya saya memang diutus untuk berada di wilayah semacam ini," ungkap Hendrik dengan perlahan sambil meletakkan tangannya di dada.
Sejumlah tarian kreasi baru telah Hendrik hasilkan. Meski menyandang predikat 'kreasi baru,' tarian-tarian ini tetap didasarkan pada tarian asli Sumba. Tarian-tarian tersebut antara lain adalah Ji.ha!, diambil dari perjamuan kudus di negeri (manghulango praing). Tarian ini biasanya dipentaskan mengiringi penutupan sebuah pesta adat. Nilai yang terkandung di dalamnya 'yang retak akan dipertemukan kembali.' Tarian ini bersifat gembira dan sangat enerjik. Burung Bercanda: diilhami dari Tarian Merak (dari Jawa) dan Tarian Ngguku (tarian tekukur dari Sumba),Tarian Tanapang Baru (Menanti Fajar). Tarian ini untuk menjemput pengantin wanita masuk ke kampung suaminya. Dalam budaya Sumba, seorang pengantin wanita tidak boleh masuk kampung suami pada malam hari. Tarian Paaka (artinya membentuk sesuatu yang baru). Tarian ini merupakan perpaduan dari tarian kabokang dan beberapa tarian syukur. (emanuel dapa loka/bersambung)

Tidak ada komentar: