Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rumah adat, media komunikasi dengan leluhur

Laporan Aris Ninu, Spirit NTT 3-9 November 2007

HARI Senin (8/10/2007) siang, saya bergegas menggunakan sepeda motor ke Terminal Watujaji, Kelurahan Bajawa. Apa gerangan yang terjadi di sana? Rumah adat di Kampung Bowejo terbakar. Lokasi kejadian sekitar dua kilometer arah Ruteng-Aimere.
Di sana, saya mendapatkan api sudah merambat bangunan rumah adat yang berada di ketinggian yang dikelilingi pohon bambu. Terkait pembangunan rumah adat tersebut, saya pernah diundang guna menghadiri acara reba (pesta adat) pada bulan Februari 2007 lalu.
Saat mendekat, banyak orang telah berada di lokasi kebakaran. Teriakan orang minta tolong dan kebisingan di tengah keheningan malam di Kampung Bowejo terdengar hirik-pikuk. Menjelang pagi, suasana berubah menjadi ratapan kesedihan penghuni rumah sambil mengeluarkan sisa barang yang hangus terbakar.
Apa yang diratapi? Bagi orang Ngada, rumah adat merupakan sumber inspirasi bagi warga setempat. Orang Ngada sangat menghormati leluhur dan nenek moyangnya. Dalam keseharian, mereka tidak luput dari upacara adat. Kebakaran di Bowejo pertanda kurang baik menurut para tua adat. Jika rumah adat terbakar, nenek moyang sedang memberi tanda ada kesalahan yang perlu diperbaiki. Tanda itu mungkin bisa berupa ada bencana atau orang meninggal dunia secara tidak wajar dan tanda lainnya. Keyakinan masyarakat di Ngada ini masih dipegang teguh sampai sekarang.
Leonardus Nono, tua adat di Bowejo, kepada SPIRIT NTT di kediamannya di Tana Lodu, Bajawa, Selasa (9/10/2007) siang, mengatakan, rumah adat bagi orang Ngada adalah tempat untuk melakukan ritual adat bagi leluhur dan nenek moyang yang telah meninggal dunia.
Penghormatan yang dilakukan tidak berarti orang Ngada tidak beragama, tapi merupakan wujud terima kasih karena leluhur nenek moyang masih menjaga, melindungi dan mendampingi kehidupan mereka setiap hari. "Rumah adat itu adalah tempat kami melakukan hajatan. Setiap kali ada acara yang berkaitan dengan kehidupan, misalnya orang nikah atau kumpul keluarga, maka dilakukan di rumah adat. Kami selalu berkumpul di rumah adat membahas bersama. Kami juga melakukan hajatan di rumah adat sebagai wujud kami terhadap leluhur," kata Leo.
Apa yang dikatakan Leo Nono itu benar adanya. Pasalnya, fakta yang ada menunjukkan budaya secara turun-temurun ini masih dipegang teguh masyarakat setempat hingga kini. Acara adat biasanya diikuti pemotongan ternak berupa ayam, babi dan kerbau sebagai bukti penghormatan terhadap leluhur. Para leluhur diundang dan diajak saat upacara adat.
Lalu bagaimana jika rumah adat terbakar? Apa yang harus dibuat? Tanda apakah jika rumah adat terbakar?
Leonardus Nono mengatakan, jika rumah adat terbakar, maka penghuni kampung akan menggelar upacara adat untuk mencaritahu penyebab kebakaran itu. Dari upacara itu akan ada tanda kalau ada persoalan di dalam kampung atau di luar kampung. Jika di dalam kampung, maka penghuni rumah adat harus menggelar upacara adat guna meminta petunjuk leluhur. Jika terjadi di luar, maka akan ada petunjuk yang diberikan.
"Petunjuk leluhur saat pemotongan ayam, leher ayam dipotong sampai putus. Kalau kaki ayam bergerak lalu arah ke dalam kampung, maka ada persoalan 'rumah tangga' di kampung yang perlu diluruskan. Kalau kakinya menunjuk ke arah luar, maka ada bahaya dari luar. Kasus kebakaran di Bowejo, kaki ayam menunjuk ke luar yang bertanda apinya dari luar," kata Leo, yang merupakan salah satu warga korban kebakaran di Bowejo.
Dijelaskan Leo, sebuah rumah adat tidak dibangun sehari, namun membutuhkan waktu dan biaya besar. Dana untuk sebuah rumah adat bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Gerardus Reo, Ketua KNPI Ngada yang rumah adatnya ikut terbakar, kepada SPIRIT NTT di Bajawa mengatakan, rumah adat selalu digunakan untuk hajatan guna menghormati leluhur. Jika telah terbakar, maka semua penghuni rumah adat akan berkumpul membahas untuk membangun kembali. Kebakaran di kampung adat Bowejo meninggalkan cerita kesedihan dan kesusahan bagi pemilik rumah adat. Kasus ini menjadi beban bagi mereka.
Rumah adat yang dianggap sebagai lambang kekuatan dan persaudaraan dan simbol adat telah terbakar dalam sekejap. Apakah ini pertanda akan ada malapetaka? Mengantisipasi agar malapetaka tidak menimpa warga kampung ini, para tua adat telah menggelar upacara memohon pada leluhur untuk meminta petunjuk. Apakah ada kesalahan yang dibuat, atau kebakaran rumah adat memberikan tanda kurang baik. Jika telah terjadi, maka perlu dicaritahu dengan mendatangkan dukun melihat apa kesalahan yang dibuat hingga rumah adat terbakar.
Untuk diketahui, membangun rumah adat di Ngada membutuhkan waktu dan dana yang cukup besar. Upacara adat guna membangun sebuah rumah adat atau rumah pokok ini harus dilewati dengan mengorbankan banyak ternak piaraan seperti ayam dan babi serta kerbau.
Penghormatan terhadap leluhur tampak pada rumah adat yang di dalamnya berisi peninggalan nenek moyang yang dihormati setiap acara upacara adat. *

Tidak ada komentar: