Laporan Roby Asra/Humas Belu, Spirit NTT 17-23 Desember 2007
ATAMBUA, SPIRIT--Ribuan pelajar sekolah menengah dan berbagai elemen masyarakat di perbatasan RI-RDTL merayakan Hari AIDS Sedunia (HAS) tanggal 1 Desember 2007 dengan berjalan keliling (long march) mengelilingi Kota Atambua sejauh delapan kilometer. Mereka berjalan sambil membawa poster dan spanduk berukuran besar maupun kecil sambil meneriakkan yel-yel anti HIV/AIDS dan narkoba.
Selain para pelajar, juga bergabung aktivis peduli HIV/AIDS, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan. Semuanya terlibat dalam long march untuk menyatakan kepada dunia bahwa penyakit HIV/AIDS sudah sangat krusial menyerang seluruh umat manusia.
Maria Yasinta (16), salah seorang pelajar SMAN 1 Atambua, mengatakan dirinya sangat senang bisa terlibat dalam kampanye anti HIV/AIDS. "Saya sangat senang bisa membawa spanduk dan berjalan untuk menyatakan keprihatinan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit HIV/AIDS," ujarnya.
Wiwien A Wariaka, pelajar SMA Katolik Surya Atambua mengungkapkan hal senada. Wiwien bangga dengan apa yang telah dilakukan LSM peduli HIV/AIDS untuk mengkampanyekan betapa masalah HIV/AIDS merupakan masalah seluruh umat manusia dan menyerang siapa saja. "Makanya saya sangat bangga bisa turut dalam kegiatan seperti ini," katanya.
Remigius Seran, salah seorang aktivis peduli HIV/AIDS dari Yayasan Belu Sejahtera mengaku apa yang dilakukan dalam perayaan Hari AIDS Sedunia merupakan agenda tahunan yang harus dilakukan. Persoalannya, menurut Remigius, Kabupaten Belu merupakan salah satu kabupaten yang jumlah pengidapnya sangat banyak dan menduduki urutan nomor dua di Propinsi NTT dengan 73 penderita.
"Belu merupakan salah satu kabupaten yang menjadi perhatian Komisi Penanggulangan AIDS Nasional karena jumlah pengidapnya sangat banyak. Makanya, perlu ada kampanye-kampanye rutin untuk mengajak masyarakat dan generasi muda sehingga bisa terhindar dari penyakit ini," paparnya.
Testimoni
Usai long march dilanjutkan dengan malam renungan AIDS di Lapangan Umum Atambua. Renungan diawali penayangan slide oleh Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Belu tentang para penderita penyakit HIV/AIDS di seluruh dunia, dilanjutkan dengan testimony oleh Bunga (nama samaran), salah seorang ODHA, diiringi lagu TOBAT dari OPIK.
Testimony yang disampaikan Bunga (30), membuat terharu ribuan manusia yang memadati lapangan umum. Di Atambua, testimony dari seorang ODHA adalah sesuatu yang sangat langka dan tidak biasa. Sesuai data yang dihimpun, baru dua kali seorang ODHA melakukan testimony di hadapan publik. Dalam testimony tersebut, Bunga dengan transparan mengungkapkan mengapa dirinya mengidap virus mematikan ini. Testimony yang disampaikan Bunga memang sangat diminati, karena kenyataan yang ditemui bahwa masyarakat masih membuat diskriminasi dan stigma terhadap ODHA. Masyarakat masih menganggap ODHA adalah manusia kotor, manusia yang harus dijauhi, manusia yang mesti diisolasi dari pergaulan.
"Saya minta Anda semua yang hadir pada malam hari ini menganggap kami adalah saudara dan saudarimu, rekan-rekanmu yang tidak boleh dijauhi, tidak boleh diisolasi dan tidak boleh didiskriminasi karena kami juga manusia. Bedanya karena ditubuh kami ada virus, sedangkan di tubuh Anda semua belum ada virus ini," katanya dengan terbata-bata tetapi dengan wajah tegar.
Bunga mengaku apa yang terjadi pada dirinya dan teman-teman ODHA yang lain hanya karena pergaulan yang terlalu bebas. "Kami sudah sangat bebas bergaul sehingga mendapatkan penyakit ini, tetapi jangan anggap kami orang berdosa yang penuh dengan lumuran kesalahan. Kami adalah manusia biasa yang masih hidup sampai sekarang walau dibantu dengan obat-obat untuk membuat umur kami panjang seperti anda sekalian," ujarnya.
Pengakuan Bunga mendapat simpati yang sangat luas dari masyarakat Kota Atambua. Marsel Lai Nurak, salah seorang penduduk Kota Atambua kepada SPIRIT NTT mengatakan apa yang diungkapkan Bunga merupakan sebuah pengakuan yang tulus dari seorang penderita. Dirinya mengakui masih banyak anggota masyarakat yang menganggap ODHA adalah orang kotor yang harus dijauhi dan tidak boleh dilibatkan dalam pergaulan sehari-hari.
"Pandangan ini harus segera dijauhi karena apa yang diungkapkan Bunga benar-benar keluar dari hatinya yang paling dalam, dan memang ODHA juga manusia sehingga kita tidak perlu mengucilkannya," katanya mengajak.
Testimony Bunga dilanjutkan dengan ikrar remaja peduli AIDS oleh dua orang perwakilan remaja Belu dengan tiga point utama, yakni akan selalu memegang teguh norma agama dan norma sosila agar terhindar dari HIV/AIDS, akan selalu berperan secara aktif dalam setiap upaya penanggulangan HIV/AIDS dan akan selalu bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dalam upaya memerangi bahaya HIV/AIDS. Setelah testimony, Romo Yohanes Senda Laka, Pr, mewakili para tokoh agama Protestan, Islam dan Hindu yang hadir menyalakan lilin untuk memberikan renungan. Renungan yang bertemakan Langit Atambua Muram itu membuat seluruh umat yang hadir diam dan merenung. Romo Yohanes menggugah masyarakat yang hadir untuk senantiasa hidup sesuai nilai-nilai yang telah diajarkan.
Pastor muda itu mengajak seluruh umat untuk memberikan perhatian yang besar tentang penyakit HIV/AIDS. "Masalah ini merupakan sebuah persoalan dunia yang harus disikapi dengan arif dan bijaksana sehingga generasi ini tidak hilang, generasi ini tidak mati, generasi ini tidak sirna lantaran hidup berkubang dengan pergaulan bebas dan akhirnya jatuh dan terjerembab," katanya.
Renungan Romor Yohanes diakhiri dengan pembakaran seribu lilin untuk mengenang mereka yang telah berpulang karena penyakit ini. Didampingi Ketua KPAD Belu, drg. Gregorius Mau Bili Fernandez dan Bunga, ketiganya membagi-bagikan lilin yang bernyala kepada seluruh masyarakat yang hadir yang kemudian dilanjutkan dengan pembubuhan tanda tangan para tokoh pemerintah dan tokoh agama di atas spanduk berukuran raksasa yang sudah disiapkan. *
Selain para pelajar, juga bergabung aktivis peduli HIV/AIDS, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan. Semuanya terlibat dalam long march untuk menyatakan kepada dunia bahwa penyakit HIV/AIDS sudah sangat krusial menyerang seluruh umat manusia.
Maria Yasinta (16), salah seorang pelajar SMAN 1 Atambua, mengatakan dirinya sangat senang bisa terlibat dalam kampanye anti HIV/AIDS. "Saya sangat senang bisa membawa spanduk dan berjalan untuk menyatakan keprihatinan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit HIV/AIDS," ujarnya.
Wiwien A Wariaka, pelajar SMA Katolik Surya Atambua mengungkapkan hal senada. Wiwien bangga dengan apa yang telah dilakukan LSM peduli HIV/AIDS untuk mengkampanyekan betapa masalah HIV/AIDS merupakan masalah seluruh umat manusia dan menyerang siapa saja. "Makanya saya sangat bangga bisa turut dalam kegiatan seperti ini," katanya.
Remigius Seran, salah seorang aktivis peduli HIV/AIDS dari Yayasan Belu Sejahtera mengaku apa yang dilakukan dalam perayaan Hari AIDS Sedunia merupakan agenda tahunan yang harus dilakukan. Persoalannya, menurut Remigius, Kabupaten Belu merupakan salah satu kabupaten yang jumlah pengidapnya sangat banyak dan menduduki urutan nomor dua di Propinsi NTT dengan 73 penderita.
"Belu merupakan salah satu kabupaten yang menjadi perhatian Komisi Penanggulangan AIDS Nasional karena jumlah pengidapnya sangat banyak. Makanya, perlu ada kampanye-kampanye rutin untuk mengajak masyarakat dan generasi muda sehingga bisa terhindar dari penyakit ini," paparnya.
Testimoni
Usai long march dilanjutkan dengan malam renungan AIDS di Lapangan Umum Atambua. Renungan diawali penayangan slide oleh Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Belu tentang para penderita penyakit HIV/AIDS di seluruh dunia, dilanjutkan dengan testimony oleh Bunga (nama samaran), salah seorang ODHA, diiringi lagu TOBAT dari OPIK.
Testimony yang disampaikan Bunga (30), membuat terharu ribuan manusia yang memadati lapangan umum. Di Atambua, testimony dari seorang ODHA adalah sesuatu yang sangat langka dan tidak biasa. Sesuai data yang dihimpun, baru dua kali seorang ODHA melakukan testimony di hadapan publik. Dalam testimony tersebut, Bunga dengan transparan mengungkapkan mengapa dirinya mengidap virus mematikan ini. Testimony yang disampaikan Bunga memang sangat diminati, karena kenyataan yang ditemui bahwa masyarakat masih membuat diskriminasi dan stigma terhadap ODHA. Masyarakat masih menganggap ODHA adalah manusia kotor, manusia yang harus dijauhi, manusia yang mesti diisolasi dari pergaulan.
"Saya minta Anda semua yang hadir pada malam hari ini menganggap kami adalah saudara dan saudarimu, rekan-rekanmu yang tidak boleh dijauhi, tidak boleh diisolasi dan tidak boleh didiskriminasi karena kami juga manusia. Bedanya karena ditubuh kami ada virus, sedangkan di tubuh Anda semua belum ada virus ini," katanya dengan terbata-bata tetapi dengan wajah tegar.
Bunga mengaku apa yang terjadi pada dirinya dan teman-teman ODHA yang lain hanya karena pergaulan yang terlalu bebas. "Kami sudah sangat bebas bergaul sehingga mendapatkan penyakit ini, tetapi jangan anggap kami orang berdosa yang penuh dengan lumuran kesalahan. Kami adalah manusia biasa yang masih hidup sampai sekarang walau dibantu dengan obat-obat untuk membuat umur kami panjang seperti anda sekalian," ujarnya.
Pengakuan Bunga mendapat simpati yang sangat luas dari masyarakat Kota Atambua. Marsel Lai Nurak, salah seorang penduduk Kota Atambua kepada SPIRIT NTT mengatakan apa yang diungkapkan Bunga merupakan sebuah pengakuan yang tulus dari seorang penderita. Dirinya mengakui masih banyak anggota masyarakat yang menganggap ODHA adalah orang kotor yang harus dijauhi dan tidak boleh dilibatkan dalam pergaulan sehari-hari.
"Pandangan ini harus segera dijauhi karena apa yang diungkapkan Bunga benar-benar keluar dari hatinya yang paling dalam, dan memang ODHA juga manusia sehingga kita tidak perlu mengucilkannya," katanya mengajak.
Testimony Bunga dilanjutkan dengan ikrar remaja peduli AIDS oleh dua orang perwakilan remaja Belu dengan tiga point utama, yakni akan selalu memegang teguh norma agama dan norma sosila agar terhindar dari HIV/AIDS, akan selalu berperan secara aktif dalam setiap upaya penanggulangan HIV/AIDS dan akan selalu bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dalam upaya memerangi bahaya HIV/AIDS. Setelah testimony, Romo Yohanes Senda Laka, Pr, mewakili para tokoh agama Protestan, Islam dan Hindu yang hadir menyalakan lilin untuk memberikan renungan. Renungan yang bertemakan Langit Atambua Muram itu membuat seluruh umat yang hadir diam dan merenung. Romo Yohanes menggugah masyarakat yang hadir untuk senantiasa hidup sesuai nilai-nilai yang telah diajarkan.
Pastor muda itu mengajak seluruh umat untuk memberikan perhatian yang besar tentang penyakit HIV/AIDS. "Masalah ini merupakan sebuah persoalan dunia yang harus disikapi dengan arif dan bijaksana sehingga generasi ini tidak hilang, generasi ini tidak mati, generasi ini tidak sirna lantaran hidup berkubang dengan pergaulan bebas dan akhirnya jatuh dan terjerembab," katanya.
Renungan Romor Yohanes diakhiri dengan pembakaran seribu lilin untuk mengenang mereka yang telah berpulang karena penyakit ini. Didampingi Ketua KPAD Belu, drg. Gregorius Mau Bili Fernandez dan Bunga, ketiganya membagi-bagikan lilin yang bernyala kepada seluruh masyarakat yang hadir yang kemudian dilanjutkan dengan pembubuhan tanda tangan para tokoh pemerintah dan tokoh agama di atas spanduk berukuran raksasa yang sudah disiapkan. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar