Oleh Kanis Lewar
Spirit NTT 24-31 Desember 2007
UPAYA pelestarian sumber daya pesisir dan terumbu karang adalah agenda prioritas pembangunan dan pengembangan kawasan. Upaya itu mengandung dinamika sebuah proses belajar yang menuntut komitmen berbagai pihak dan berorientasi pada percepatan perubahan budaya dan perilaku dalam kerangka pengembangan sosio-ekonomi masyarakat.
Sejak awal pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) Fase I hingga kini sudah banyak gagasan, argumentasi bahkan visi, misi dan strategi telah disumbangkan demi keselamatan emas lautan alias terumbu karang. Ada upaya konkrit dan juga intervensi konseptual. Terakhir saat kunjungan kerja Menteri Kelautan dan Perikanan RI ke Kabupaten Sikka beberapa waktu lalu, telah diperkenalkan buku paket muatan lokal sebagai materi ajar bagi generasi yang tengah bertengger di bangku pendidikan dasar.
Buku paket bernomor seri satu sampai enam itu dilauncing Bupati Sikka, Alex Longginus, dalam sebuah acara bergengsi yang diprakarsai pasukan Penyadaran Masyarakat Proyek Coremap II tanggal 1 Desember 2007 lalu. Dengan peluncuran buku mulok tersebut, insan penyelamat terumbuh karang di Kabupaten Sikka yang nyaris frustrasi karena kerusakan yang masih terus terjadi, punya keyakinan baru bahwa anak-anak bisa menjadi panglima untuk keselamatan terumbu karang.
Bupati Sikka, Alex Longginus, juga menyakini hal itu sebagaimana disampaikannya saat peluncuran buku berjudul, "Pesisir dan Laut Kita Mengenal dan Memahami Ekosistem." Alex menegaskan bahwa pemahaman tentang pentingnya terumbu karang harus ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini sehingga terbentuk pola pikir yang positif di kemudian hari.
Seruan bupati yang saya kutip ini pantas diletakkan sebagai referensi utama, bahwa segala sesuatu yang ditanamkan sejak dini akan bertumbuh sebagai nilai utama yang sulit dirobohkan, sebaliknya selalu menguntungkan dan tidak akan pernah memperbesar persoalan yang hendak ditangani. Namun upaya penyadaran dan penanaman nilai dalam kerangka pengelolaan dan pengendalian kerusakan terumbu karang pun mau tidak mau harus bertolak dari sebuah kesalahan. Kesalahan itu dilakukan oleh komunitas pesisir baik nelayan maupun yang bukan nelayan. Kesalahan itu terpaut keterbatasan bioekologis lingkungan pesisir dan laut yang harus diajukan sebagai argumentasi untuk menentang pandangan mereka yang salah terhadap kekayaan laut sebagai sebuah pundi raksasa yang tak terbatas dan boleh dirusak kapan saja. Pandangan itu telah mengakar dan dipertontonkan sebagai intervensi ego-komunitas melalui pola-pola konvensional yang salah, merusak dan tanpa disadari berdampak jangka panjang. Secara korelatif pola-pola konvensional itu merugikan nasib kelautan dan perekonomian bangsa kita.
Penanaman nilai tentang pentingnya menyelamatkan biota laut dan terumbu karang pada diri anak-anak juga perlu dikaitkan dengan telah terjadinya dampak-dampak negatif yang dicitrakan oleh ego-komunitas melalui pola-pola konvensional. Berbagai kerusakan dimaksud juga perlu dipajang sebagai dosa komunitas pesisr dan masyarakat pada umumnya, sekaligus menjadi referensi dan jalan pembalikan untuk menentang pola-pola perusakkan dimaksud. Bahwa akses terhadap kekayaan laut bukanlah sebuah intervensi tanpa batas.
Pikiran anak-anak yang menerima materi ajar mulok tentang Pesisir dan Laut Kita, pertama-tama harus dikosongkan agar bisa diisi dengan sebuah gugatan terhadap kedaulatan ego-komunitas atau ego para perusak terumbu karang. Gugatan itu wajar, karena para perusak telah mengambil hak hidup biota laut yang disiapkan sang pencipta dan penguasa samudra untuk tujuan-tujuan yang lebih luas dan berjangka abadi.
Ekosistem terumbu karang, mangrove (bakau) dan padang lamun serta sumber daya ikan merupakan bagian integral dari sumber daya pesisir. Namun isu-isu pengelolaan wilayah pesisir seperti kerusakan, konflik ketidakpastian hukum dan marginalisasi kemiskinan masyarakat semakin mencuat. Latar belakang gugatan juga harus diletakkan pada konteks kemiskinan yang antara lain merupakan dampak dari perusakan lingkungan laut.
Bertolak dari gugatan itu, anak-anak akan memahami mengapa negara menetapkan berbagai kebijakan tentang pengelolaan dan pengendalian terumbu karang; selain perlunya gerakan bersama melalui strategi pengawasan komunitas mandiri atau pengelolaan berbasis masyarakat.
Menurut Bupati Sikka, Alex Longginus, pendidikan dalam rangka penyadaran publik memiliki peran yang cukup mencolok. Salah satunya adalah melalui buku mulok tentang terumbuh karang bagi anak-anak sekolah dasar. Dari paket mulok itu anak-anak belajar tentang pentingya pelestarian terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya; semuanya ditanamkan sejak dini.
"Dengan adanya muatan lokal tentang terumbu karang pada kurikulum pendidikan akan menambah wawasan anak-anak tentang pentingnya menjaga terumbuh karang agar tetap sehat," tegasnya dalam nada bariton di hadapan sekitar 200 hadirin yang memenuhi aula utama gedung Pusat Pastoral Keuskupan Maumere. Harapan itu sesuai dengan motto Coremap II: "Terumbu Karang Sehat, Ikan Melimpah!". Ibarat rumah tempat berlindung manusia dari hujan dan panas, demikian halnya terumbu karang menjadi rumah tempat berlindung bagi ikan. Manusia berkewajiban menjaga dan melestarikannya demi mempertahankan keseimbangan alam. Karena selain sebagai tempat berlindung ikan, terumbu karang juga berfungsi mencegah gelombang tsunami dan penangkal abrasi; sama halnya dengan fungsi mangrove (bakau) dan padang lamun.
Staf Bidang Penyadaran Masyarakat Proyek Coremap II dalam beberapa hari menjelang launching buku mulok ini telah menyelenggarakan pelatihan bagi para guru. Mereka dibekali dengan sejumlah keterampilan seperti menyusun kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP), silabus dan rencana mengajar. Pelatihan para pengajar mulok kelautan ini dipadukan dengan praktek mengajar yang terpusat di tiga sekolah dasar dalam Kota Maumere.
Seperti disampaikan Kepala Bidang Penyadaran Masyarakat Proyek Coremap II, Anis da Rato, kegiatan lain yang mendahului puncak acara launching adalah lomba cerdas cermat, lomba penulisan cerpen dan puisi tingkat SD dan SMP serta tingkat SMA. Cerpen yang masuk nominasi dalam ajang perlombaan ini, antara lain Lautku Belahan Jiwaku, karya Maria Scholastika Maharani da Rato, siswi SMP Frater; Kebahagiaan Anak Pesisir karya Gabriela Maryati Rosila Lewar, siswi SMA Negeri II Maumere; Bodohnya Aku karya Stephani Florensia Nitisari, siswi SMP Frater Maumere.
Setidaknya, melalui ajang perlombaan, momentum launching buku Mulok Kelautan dan Pesisir, mulai tampil barisan anak-anak dan remaja di garis depan pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan terumbu karang di Kabupaten Sikka. Mereka juga adalah panglima yang dapat kita banggakan untuk mengawal keselamatan makluk hidup yang kita sebut sebagai emas biru dari samudra. Kepada mereka kita titipkan kata-kata dan semangat ini, Tembaklah matahari dengan semangatmu. Genggamlah cahayanya, jadikan penerang mencari ilmu. Tapi jangan padamkan tatkala hatimu menyala.
Anda pun dapat menemukan kata-kata ini saat menatap sampul belakang buku mulok yang saat ini tengah didekap generasi pencerahan, bernama anak-anak dan para remaja kita. *
Sejak awal pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) Fase I hingga kini sudah banyak gagasan, argumentasi bahkan visi, misi dan strategi telah disumbangkan demi keselamatan emas lautan alias terumbu karang. Ada upaya konkrit dan juga intervensi konseptual. Terakhir saat kunjungan kerja Menteri Kelautan dan Perikanan RI ke Kabupaten Sikka beberapa waktu lalu, telah diperkenalkan buku paket muatan lokal sebagai materi ajar bagi generasi yang tengah bertengger di bangku pendidikan dasar.
Buku paket bernomor seri satu sampai enam itu dilauncing Bupati Sikka, Alex Longginus, dalam sebuah acara bergengsi yang diprakarsai pasukan Penyadaran Masyarakat Proyek Coremap II tanggal 1 Desember 2007 lalu. Dengan peluncuran buku mulok tersebut, insan penyelamat terumbuh karang di Kabupaten Sikka yang nyaris frustrasi karena kerusakan yang masih terus terjadi, punya keyakinan baru bahwa anak-anak bisa menjadi panglima untuk keselamatan terumbu karang.
Bupati Sikka, Alex Longginus, juga menyakini hal itu sebagaimana disampaikannya saat peluncuran buku berjudul, "Pesisir dan Laut Kita Mengenal dan Memahami Ekosistem." Alex menegaskan bahwa pemahaman tentang pentingnya terumbu karang harus ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini sehingga terbentuk pola pikir yang positif di kemudian hari.
Seruan bupati yang saya kutip ini pantas diletakkan sebagai referensi utama, bahwa segala sesuatu yang ditanamkan sejak dini akan bertumbuh sebagai nilai utama yang sulit dirobohkan, sebaliknya selalu menguntungkan dan tidak akan pernah memperbesar persoalan yang hendak ditangani. Namun upaya penyadaran dan penanaman nilai dalam kerangka pengelolaan dan pengendalian kerusakan terumbu karang pun mau tidak mau harus bertolak dari sebuah kesalahan. Kesalahan itu dilakukan oleh komunitas pesisir baik nelayan maupun yang bukan nelayan. Kesalahan itu terpaut keterbatasan bioekologis lingkungan pesisir dan laut yang harus diajukan sebagai argumentasi untuk menentang pandangan mereka yang salah terhadap kekayaan laut sebagai sebuah pundi raksasa yang tak terbatas dan boleh dirusak kapan saja. Pandangan itu telah mengakar dan dipertontonkan sebagai intervensi ego-komunitas melalui pola-pola konvensional yang salah, merusak dan tanpa disadari berdampak jangka panjang. Secara korelatif pola-pola konvensional itu merugikan nasib kelautan dan perekonomian bangsa kita.
Penanaman nilai tentang pentingnya menyelamatkan biota laut dan terumbu karang pada diri anak-anak juga perlu dikaitkan dengan telah terjadinya dampak-dampak negatif yang dicitrakan oleh ego-komunitas melalui pola-pola konvensional. Berbagai kerusakan dimaksud juga perlu dipajang sebagai dosa komunitas pesisr dan masyarakat pada umumnya, sekaligus menjadi referensi dan jalan pembalikan untuk menentang pola-pola perusakkan dimaksud. Bahwa akses terhadap kekayaan laut bukanlah sebuah intervensi tanpa batas.
Pikiran anak-anak yang menerima materi ajar mulok tentang Pesisir dan Laut Kita, pertama-tama harus dikosongkan agar bisa diisi dengan sebuah gugatan terhadap kedaulatan ego-komunitas atau ego para perusak terumbu karang. Gugatan itu wajar, karena para perusak telah mengambil hak hidup biota laut yang disiapkan sang pencipta dan penguasa samudra untuk tujuan-tujuan yang lebih luas dan berjangka abadi.
Ekosistem terumbu karang, mangrove (bakau) dan padang lamun serta sumber daya ikan merupakan bagian integral dari sumber daya pesisir. Namun isu-isu pengelolaan wilayah pesisir seperti kerusakan, konflik ketidakpastian hukum dan marginalisasi kemiskinan masyarakat semakin mencuat. Latar belakang gugatan juga harus diletakkan pada konteks kemiskinan yang antara lain merupakan dampak dari perusakan lingkungan laut.
Bertolak dari gugatan itu, anak-anak akan memahami mengapa negara menetapkan berbagai kebijakan tentang pengelolaan dan pengendalian terumbu karang; selain perlunya gerakan bersama melalui strategi pengawasan komunitas mandiri atau pengelolaan berbasis masyarakat.
Menurut Bupati Sikka, Alex Longginus, pendidikan dalam rangka penyadaran publik memiliki peran yang cukup mencolok. Salah satunya adalah melalui buku mulok tentang terumbuh karang bagi anak-anak sekolah dasar. Dari paket mulok itu anak-anak belajar tentang pentingya pelestarian terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya; semuanya ditanamkan sejak dini.
"Dengan adanya muatan lokal tentang terumbu karang pada kurikulum pendidikan akan menambah wawasan anak-anak tentang pentingnya menjaga terumbuh karang agar tetap sehat," tegasnya dalam nada bariton di hadapan sekitar 200 hadirin yang memenuhi aula utama gedung Pusat Pastoral Keuskupan Maumere. Harapan itu sesuai dengan motto Coremap II: "Terumbu Karang Sehat, Ikan Melimpah!". Ibarat rumah tempat berlindung manusia dari hujan dan panas, demikian halnya terumbu karang menjadi rumah tempat berlindung bagi ikan. Manusia berkewajiban menjaga dan melestarikannya demi mempertahankan keseimbangan alam. Karena selain sebagai tempat berlindung ikan, terumbu karang juga berfungsi mencegah gelombang tsunami dan penangkal abrasi; sama halnya dengan fungsi mangrove (bakau) dan padang lamun.
Staf Bidang Penyadaran Masyarakat Proyek Coremap II dalam beberapa hari menjelang launching buku mulok ini telah menyelenggarakan pelatihan bagi para guru. Mereka dibekali dengan sejumlah keterampilan seperti menyusun kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP), silabus dan rencana mengajar. Pelatihan para pengajar mulok kelautan ini dipadukan dengan praktek mengajar yang terpusat di tiga sekolah dasar dalam Kota Maumere.
Seperti disampaikan Kepala Bidang Penyadaran Masyarakat Proyek Coremap II, Anis da Rato, kegiatan lain yang mendahului puncak acara launching adalah lomba cerdas cermat, lomba penulisan cerpen dan puisi tingkat SD dan SMP serta tingkat SMA. Cerpen yang masuk nominasi dalam ajang perlombaan ini, antara lain Lautku Belahan Jiwaku, karya Maria Scholastika Maharani da Rato, siswi SMP Frater; Kebahagiaan Anak Pesisir karya Gabriela Maryati Rosila Lewar, siswi SMA Negeri II Maumere; Bodohnya Aku karya Stephani Florensia Nitisari, siswi SMP Frater Maumere.
Setidaknya, melalui ajang perlombaan, momentum launching buku Mulok Kelautan dan Pesisir, mulai tampil barisan anak-anak dan remaja di garis depan pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan terumbu karang di Kabupaten Sikka. Mereka juga adalah panglima yang dapat kita banggakan untuk mengawal keselamatan makluk hidup yang kita sebut sebagai emas biru dari samudra. Kepada mereka kita titipkan kata-kata dan semangat ini, Tembaklah matahari dengan semangatmu. Genggamlah cahayanya, jadikan penerang mencari ilmu. Tapi jangan padamkan tatkala hatimu menyala.
Anda pun dapat menemukan kata-kata ini saat menatap sampul belakang buku mulok yang saat ini tengah didekap generasi pencerahan, bernama anak-anak dan para remaja kita. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar