Laporan Humas Sikka, Spirit NTT, 17-23 Desember 2007
RINDANGNYA pohon nangka ternyata tidak hanya menjadi tempat yang istimewa bagi sepasang muda/mudi yang lagi kasmaran. Di RT Todang (sebuah perkampungan) di Dusun Hokor, Desa Hokor, Kecamatan Bola, sebanyak 19 anak belajar memanfaatkan rindangan pohon nangka bukan sebagai tempat untuk bermain, tetapi tempat menuntut ilmu. Tempat menatap masa depan.
Anak-anak harapan bangsa ini terpaksa memilih rindangnya pohon nangka sebagai tempat belajar karena di wilayah tersebut tidak ada sarana gedung sekolah yang representatif sebagai tempat belajar. Di dusun tersebut terdapat sebuah SD, yakni SDK Hokor. Namun karena jarak tempuh yang cukup jauh dengan berjalan kaki sekitar tiga kilometer, banyak anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut.
Kepala Desa Hokor, Gabriel Gonde, kepada Camat Bola, Barnabas, SM, dan rombongan Muspika Kecamatan Bola yang mengunjungi desa tersebut, Kamis (16/11/2007), menjelaskan bahwa RT Todang dengan jumlah penduduk 38 kepala keluarga (KK) atau sekitar 157 jiwa ini merupakan daerah yang sangat terpencil. Mata pencaharian masyarakat di dusun tersebut adalah bertani secara tradisional dengan tanaman pertanian dan komoditi sebagai andalan.
Dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit serta medan yang terjal, kata
Gonde, banyak anak yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan dan lebih memilih membantu orang tua bekerja di kebun daripada menempuh perjalan jauh.
Camat Bola, Barnabas, SM, bersama rombongan yang terdiri dari Kapolsek Bola, Briptu Donatus; Danramil Bola, Serma Alo Mula; Romo Gabriel Mena, Pr; Sekcam Bola, Yohanes Impirinus; dan staf Kantor Camat Bola mengunjungi daerah tersebut dalam rangka acara peletakan batu pertama pembangunan gedung serba guna. Diharapkan setelah bangunan tersebut selesai, para murid dapat belajar di ruangan yang lebih memadai.
Gabriel Gonde menjelaskan, sudah 64 tahun Indonesia Merdeka, namun di RT tersebut baru menghasilkan satu anak yang bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi, itu pun keluar daerah ikut bersama familinya di tempat lain.
Dengan kondisi saat ini, dengan tidak adanya tempat belajar, maka kegiatan belajar mengajar (KBM) terpaksa dilaksanakan di bawah rindangan pohon nangka, dibantu dua orang tenaga guru sukarela.
Gabriel Gonde mengharapkan agar pemerintah dan DPRD Sikka berpikir dan memperjuangkan agar di Todang perlu dibuka sebuah SD kaki untuk mengatasi masalah tersebut. Senada dengan Kades Gabriel Gonde, salah seorang tokoh masyarakat setempat, Laurensius mengharapkan agar di Todang perlu dibuka sebuah SD kecil.
Camat Bola, Barnabas, SM, pada kesempatan itu mengharapkan agar para siswa, guru dan orang tua tidak putus asa dengan kondisi tersebut, namun tetap memperhatikan pendidikan bagai anak-anaknya kelak, karena pendidikan sangat penting bagai kelangsungan hidup dan perkembangan saat ini. Tentang harapan perlunya dibangun SD kecil, Camat Barnabas, SM berjanji akan menyampaikan aspirasi itu kepada penentu kebijakan yakni pemerintah kabupaten dan DPRD Sikka.
Pantauan SPIRIT NTT di lokasi tersebut, kegiatan KBM berlangsung di bawah rindangan pohon nangka, namun semangat tetap terpancar dalam diri anak-anak untuk belajar. Sarana yang ada hanya beberapa meja dan kursi yang terbuat dari bambu yang bisa diduduki tiga atau empat siswa. Jika terjadi angin kencang atau hujan, maka sekolah terpaksa diberhentikan atau diliburkan.
Semua fasilitas pendudung tersebut disiapkan secara swadaya oleh masyarakat, sementara sarana kelengkapan lainnya seperti buku penunjang dan alat tulis mengandalkan bantuan dari SDK Hokor dengan jarak tempuh sekitar empat kilometer. *
Anak-anak harapan bangsa ini terpaksa memilih rindangnya pohon nangka sebagai tempat belajar karena di wilayah tersebut tidak ada sarana gedung sekolah yang representatif sebagai tempat belajar. Di dusun tersebut terdapat sebuah SD, yakni SDK Hokor. Namun karena jarak tempuh yang cukup jauh dengan berjalan kaki sekitar tiga kilometer, banyak anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut.
Kepala Desa Hokor, Gabriel Gonde, kepada Camat Bola, Barnabas, SM, dan rombongan Muspika Kecamatan Bola yang mengunjungi desa tersebut, Kamis (16/11/2007), menjelaskan bahwa RT Todang dengan jumlah penduduk 38 kepala keluarga (KK) atau sekitar 157 jiwa ini merupakan daerah yang sangat terpencil. Mata pencaharian masyarakat di dusun tersebut adalah bertani secara tradisional dengan tanaman pertanian dan komoditi sebagai andalan.
Dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit serta medan yang terjal, kata
Gonde, banyak anak yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan dan lebih memilih membantu orang tua bekerja di kebun daripada menempuh perjalan jauh.
Camat Bola, Barnabas, SM, bersama rombongan yang terdiri dari Kapolsek Bola, Briptu Donatus; Danramil Bola, Serma Alo Mula; Romo Gabriel Mena, Pr; Sekcam Bola, Yohanes Impirinus; dan staf Kantor Camat Bola mengunjungi daerah tersebut dalam rangka acara peletakan batu pertama pembangunan gedung serba guna. Diharapkan setelah bangunan tersebut selesai, para murid dapat belajar di ruangan yang lebih memadai.
Gabriel Gonde menjelaskan, sudah 64 tahun Indonesia Merdeka, namun di RT tersebut baru menghasilkan satu anak yang bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi, itu pun keluar daerah ikut bersama familinya di tempat lain.
Dengan kondisi saat ini, dengan tidak adanya tempat belajar, maka kegiatan belajar mengajar (KBM) terpaksa dilaksanakan di bawah rindangan pohon nangka, dibantu dua orang tenaga guru sukarela.
Gabriel Gonde mengharapkan agar pemerintah dan DPRD Sikka berpikir dan memperjuangkan agar di Todang perlu dibuka sebuah SD kaki untuk mengatasi masalah tersebut. Senada dengan Kades Gabriel Gonde, salah seorang tokoh masyarakat setempat, Laurensius mengharapkan agar di Todang perlu dibuka sebuah SD kecil.
Camat Bola, Barnabas, SM, pada kesempatan itu mengharapkan agar para siswa, guru dan orang tua tidak putus asa dengan kondisi tersebut, namun tetap memperhatikan pendidikan bagai anak-anaknya kelak, karena pendidikan sangat penting bagai kelangsungan hidup dan perkembangan saat ini. Tentang harapan perlunya dibangun SD kecil, Camat Barnabas, SM berjanji akan menyampaikan aspirasi itu kepada penentu kebijakan yakni pemerintah kabupaten dan DPRD Sikka.
Pantauan SPIRIT NTT di lokasi tersebut, kegiatan KBM berlangsung di bawah rindangan pohon nangka, namun semangat tetap terpancar dalam diri anak-anak untuk belajar. Sarana yang ada hanya beberapa meja dan kursi yang terbuat dari bambu yang bisa diduduki tiga atau empat siswa. Jika terjadi angin kencang atau hujan, maka sekolah terpaksa diberhentikan atau diliburkan.
Semua fasilitas pendudung tersebut disiapkan secara swadaya oleh masyarakat, sementara sarana kelengkapan lainnya seperti buku penunjang dan alat tulis mengandalkan bantuan dari SDK Hokor dengan jarak tempuh sekitar empat kilometer. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar