Laporan Syarifah Sifat, Spirit NTT 17-23 Desember 2007
BA'A, SPIRIT-- Sejak tahun 2005, pemerintah pusat mensuplai 1.000 kondom ke Rote Ndao, namun yang terserap setiap tahun hanya 0,5 persen. Hal ini dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memakai alat kontrasepsi tersebut.
Kepala Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Kabupaten Rote Ndao, Drs. Agustinus Orageru, menyampaikan hal itu saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (10/12/2007).
Orageru didampingi Kabid KB, Musa Tahir, menjelaskan, kondisi serupa terjadi pada alat kontrasepsi lain seperti, IUD, implan atau susuk. "Ini karena rendahnya kesadaran masyarakat tentang alat yang bisa membantu menjaga jarak kehamilan," katanya.
Menurut dia, rendahnya pemakaian alat kontrasepsi karena masyarakat merasa tabu dan geli dengan sejumlah alat ini, terutama kondom. "Masyarakat masih geli pakai alat kontrasepsi, terutama kondom. Karena itu, angka pemakaian alat kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS) masih rendah dan mengakibatkan angka kelahiran cukup tinggi di Rote," katanya.
Orageru mengatakan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada pasangan suami istri dan PUS hingga pelosok desa dan ke rumah tangga melalui tenaga penyuluh lapangan, serta bidan desa.
Sementara Musa Tahir menyebutkan, hingga saat ini baru 42 akseptor atau 0,2 persen dari pasangan suami istri dan PUS yang memakain alat kontrasepsi.
Ia menyebutkan, minimnya akseptor diakibatkan kesadaran kurang, dan merasa asing dengan alat seperti kondom, IUD, implan atau susuk dan metode operasi (MOP). "Apalagi kondom, mereka rasa kurang enak, geli dan takut terhadap efek alat kontrasepsi. Padahal kegunaannya untuk mencegah kehamilan dan menjaga jarak kehamilan sekaligus mencegah penyakit berbahaya. Misalnya, HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya," katanya.
Orageru mengaku pasokan kondom dan alat kontrasepsi dibiayai pemerintah pusat dan semuanya dibagi gratis tanpa biaya. "Semua alat kontrasepsi dibagi gratis tapi kesadaran masyarkat masih kurang," tambahnya.
Dikatakannya, saat ini kebutuhan akseptor akan alat kontrasepsi bersifat fluktuatif dan tidak kontinyu. "Mereka pakai sesuai kebutuhan. Kadang ambil, kadang tidak", jelasnya.
Tentang penderita HIV/AIDS di Rote Ndao, Orageru mengaku bukan wewenangnya menjawab karena pihaknya cuma melakukan pencegahan dini PUS dan pasangan suami istri dengan alat kontrasepsi, terutama kondom. *
Kepala Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Kabupaten Rote Ndao, Drs. Agustinus Orageru, menyampaikan hal itu saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (10/12/2007).
Orageru didampingi Kabid KB, Musa Tahir, menjelaskan, kondisi serupa terjadi pada alat kontrasepsi lain seperti, IUD, implan atau susuk. "Ini karena rendahnya kesadaran masyarakat tentang alat yang bisa membantu menjaga jarak kehamilan," katanya.
Menurut dia, rendahnya pemakaian alat kontrasepsi karena masyarakat merasa tabu dan geli dengan sejumlah alat ini, terutama kondom. "Masyarakat masih geli pakai alat kontrasepsi, terutama kondom. Karena itu, angka pemakaian alat kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS) masih rendah dan mengakibatkan angka kelahiran cukup tinggi di Rote," katanya.
Orageru mengatakan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada pasangan suami istri dan PUS hingga pelosok desa dan ke rumah tangga melalui tenaga penyuluh lapangan, serta bidan desa.
Sementara Musa Tahir menyebutkan, hingga saat ini baru 42 akseptor atau 0,2 persen dari pasangan suami istri dan PUS yang memakain alat kontrasepsi.
Ia menyebutkan, minimnya akseptor diakibatkan kesadaran kurang, dan merasa asing dengan alat seperti kondom, IUD, implan atau susuk dan metode operasi (MOP). "Apalagi kondom, mereka rasa kurang enak, geli dan takut terhadap efek alat kontrasepsi. Padahal kegunaannya untuk mencegah kehamilan dan menjaga jarak kehamilan sekaligus mencegah penyakit berbahaya. Misalnya, HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya," katanya.
Orageru mengaku pasokan kondom dan alat kontrasepsi dibiayai pemerintah pusat dan semuanya dibagi gratis tanpa biaya. "Semua alat kontrasepsi dibagi gratis tapi kesadaran masyarkat masih kurang," tambahnya.
Dikatakannya, saat ini kebutuhan akseptor akan alat kontrasepsi bersifat fluktuatif dan tidak kontinyu. "Mereka pakai sesuai kebutuhan. Kadang ambil, kadang tidak", jelasnya.
Tentang penderita HIV/AIDS di Rote Ndao, Orageru mengaku bukan wewenangnya menjawab karena pihaknya cuma melakukan pencegahan dini PUS dan pasangan suami istri dengan alat kontrasepsi, terutama kondom. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar