Laporan Rofin Gaa/Humas DPRD NTT, Spirit NTT 29 Oktober - 4 November 2007
KUPANG, SPIRIT-- Irigasi Ratewee menjadi salah satu contoh ketidakpedulian pemerintah dalam memperbaiki irigasi yang dibangun dana APBD Propinsi NTT. Irigasi ini terlantar sejak bencana banjir melanda Dusun Rate Kalo, Desa Bhera, tahun 1972. Akibatnya, masyarakat setempat tidak dapat mengolah secara maksimal lahan seluas 35 hektar (ha) untuk kepentingan ekonomi keluarga.
Keluhan masyarakat Dusun Rate Kalo, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, ini disampaikan Wakil BPD Bhera, Kanisus Reo, kepada Tim Kunjungan Kerja DPRD NTT ke dusun tersebut, Rabu (25/9/2007). Tim DPRD NTT dipimpin Frans Ray Miten, didampingi Drs. John R Dekresano, M.A, serta sejumlah instansi tingkat propinsi lainnya.
Sebelum terjadinya bencana banjir yang menyapu irigasi Ratewee tahun 1972, kata Kanisius Reo, masyarakat Dusun Rate Kalo menggunakan irigasi tersebut yang dibangun melalui dana APBD NTT untuk lahan persawahan dan tanaman palawija lainnya. Dan, mulai saat itu, katanya, masyarakat tidak pernah kekurangan bahan makanan seperti beras, ubi-ubian, jagung, dan lain-lain.
"Sejak bencana itu datang tahun 1972 sampai sekarang, masyarakat selalu saja kekurangan pangan, karena masyarakat hanya menggantungkan hidup pada tanaman umur panjang yang dapat menghasilkan setahun sekali, itupun tidak seberapa karena panas yang berkepanjangan sehingga bunga-bunga tanaman terbakar oleh panasnya matahari," tegas Kanisius Reo.
Menurutnya, masyarakat Dusun Rate Kalo menyadari beban pemerintah begitu berat. "Tetapi kehidupan kami masyarakat kecil jauh lebih berat apabila irigasi yang menjadi tumpuan hidup sehari-hari dibiarkan terlantar begitu saja. Jangan heran setiap tahun kami terus kekurangan pangan, karena memang tidak ada pilihan lain. Kami tidak bisa meninggalkan kampung halaman kami, karena warisan leluhur yang dititipkan kepada kami untuk dijaga, dipelihara dengan segala kemampuan yang ada pada kami," ujar Kanisius.
"Kami mohon kepada DPRD NTT sebagai wakil rakyat yang merupakan perpanjangan tangan kami di lembaga Dewan, tolong..... tolong...., bantu kami membangun kembali bendungan irigasi Ratewee yang sudah lama ditinggalkan sehingga kehidupan keluarga bisa kembali normal seperti dulu lagi," tambahnya.
Pantauan SPIRIT NTT yang ikut dalam kunjungan kerja Dewan tersebut, bendungan Ratewee rusak, namun saluran airnya masih ada, tapi tidak difungsikan secara optimal. Debit airnya pun dirasakan cukup untuk mengairi lahan seluas 35 ha tersebut, tinggal sekarang bagaimana pemerintah dan DPRD NTT merespons kembali aspirasi yang disampaikan masyarakat sehingga kehidupan 166 kepala keluarga (KK) paling tidak dapat mengurangi beban hidup mereka.
Untuk memfungsikan kembali irigasi tersebut diperlukan mesin pompa air, karena akibat kikisan sungai setiap tahun, terjadi pendalamam sungai lebih kurang 3,5 meter. Lahan yang diairi sangat potensial ditanami mangga, kelapa, kopi, rambutan, coklat, mete dan sebagainya.
Tim DPRD NTT menilai Desa Bhera tidak saja berpotensi di bidang pertanian dan
perkebunan, tetapi juga di bidang perikanan seperti budidaya ikan air tawar, belut, ikan lele, dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan mutu produksi pertanian diperlukan ada upaya pemberantasan hama dengan sistem pengasapan atau penyemprotan hama secara terpadu dan berkesinambungan. *
Keluhan masyarakat Dusun Rate Kalo, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, ini disampaikan Wakil BPD Bhera, Kanisus Reo, kepada Tim Kunjungan Kerja DPRD NTT ke dusun tersebut, Rabu (25/9/2007). Tim DPRD NTT dipimpin Frans Ray Miten, didampingi Drs. John R Dekresano, M.A, serta sejumlah instansi tingkat propinsi lainnya.
Sebelum terjadinya bencana banjir yang menyapu irigasi Ratewee tahun 1972, kata Kanisius Reo, masyarakat Dusun Rate Kalo menggunakan irigasi tersebut yang dibangun melalui dana APBD NTT untuk lahan persawahan dan tanaman palawija lainnya. Dan, mulai saat itu, katanya, masyarakat tidak pernah kekurangan bahan makanan seperti beras, ubi-ubian, jagung, dan lain-lain.
"Sejak bencana itu datang tahun 1972 sampai sekarang, masyarakat selalu saja kekurangan pangan, karena masyarakat hanya menggantungkan hidup pada tanaman umur panjang yang dapat menghasilkan setahun sekali, itupun tidak seberapa karena panas yang berkepanjangan sehingga bunga-bunga tanaman terbakar oleh panasnya matahari," tegas Kanisius Reo.
Menurutnya, masyarakat Dusun Rate Kalo menyadari beban pemerintah begitu berat. "Tetapi kehidupan kami masyarakat kecil jauh lebih berat apabila irigasi yang menjadi tumpuan hidup sehari-hari dibiarkan terlantar begitu saja. Jangan heran setiap tahun kami terus kekurangan pangan, karena memang tidak ada pilihan lain. Kami tidak bisa meninggalkan kampung halaman kami, karena warisan leluhur yang dititipkan kepada kami untuk dijaga, dipelihara dengan segala kemampuan yang ada pada kami," ujar Kanisius.
"Kami mohon kepada DPRD NTT sebagai wakil rakyat yang merupakan perpanjangan tangan kami di lembaga Dewan, tolong..... tolong...., bantu kami membangun kembali bendungan irigasi Ratewee yang sudah lama ditinggalkan sehingga kehidupan keluarga bisa kembali normal seperti dulu lagi," tambahnya.
Pantauan SPIRIT NTT yang ikut dalam kunjungan kerja Dewan tersebut, bendungan Ratewee rusak, namun saluran airnya masih ada, tapi tidak difungsikan secara optimal. Debit airnya pun dirasakan cukup untuk mengairi lahan seluas 35 ha tersebut, tinggal sekarang bagaimana pemerintah dan DPRD NTT merespons kembali aspirasi yang disampaikan masyarakat sehingga kehidupan 166 kepala keluarga (KK) paling tidak dapat mengurangi beban hidup mereka.
Untuk memfungsikan kembali irigasi tersebut diperlukan mesin pompa air, karena akibat kikisan sungai setiap tahun, terjadi pendalamam sungai lebih kurang 3,5 meter. Lahan yang diairi sangat potensial ditanami mangga, kelapa, kopi, rambutan, coklat, mete dan sebagainya.
Tim DPRD NTT menilai Desa Bhera tidak saja berpotensi di bidang pertanian dan
perkebunan, tetapi juga di bidang perikanan seperti budidaya ikan air tawar, belut, ikan lele, dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan mutu produksi pertanian diperlukan ada upaya pemberantasan hama dengan sistem pengasapan atau penyemprotan hama secara terpadu dan berkesinambungan. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar