Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Gulma, pulihkan rumput sabana di Sumba Timur

Spirit NTT 29 Oktober - 4 November 2007

ADALAH gulma chromolaena odorata (L) King dan HE Robins. Tumbuhan ini tidak dikehendaki kehadirannya dalam suatu area tertentu karena dianggap mengganggu tanaman pertanian maupun rumput yang merupakan pakan ternak. Itulah sebabnya gulma terus diupayakan pemusnahannya.
Karena gagal dimusnahkan akhirnya ada keinginan bagi sekelompok orang untuk mengetahui lebih jauh, bagaimana gulma bertahan hidup di lahan kering dan tandus.
Atas bantuan peneliti senior dari Undana-Kupang, Dr. Prijo, penelitian mulai dilaksanakan. Cerita ini datang dari Kecamatan Karera, Sumba Timur.
Berdasarkan hasil penelitian Dr. Prijo, ternyata sistem perakaran gulma chromolaena odorata bercabang banyak dan adventif sehingga mampu menyerap unsur N yang terikat kuat dalam tanah. Permukaan bawah daun yang halus dan muka atas yang kasar memungkinkan tumbuhan ini menyimpan air dan embun di musim kemarau. Kemampuan lainnya adalah dalam berfotosintesa dan bertranspirasi sangat efektif sehingga membantu dialirkannya unsur hara dalam tanah dan menyerapnya hingga tersimpan di daun dan bagian hijau lainnya. Bijinya yang halus mudah diterbangkan angin dan mampu menyebar dan tumbuh ditempat yang jauh sekalipun.
Penelitian ini dilengkapi uji laboratorium kandungan hara jaringan. Melalui hasil penelitian inilah rekomendasikan penggunaan gulma itu sebagai pupuk hayati disampaikan kepada masyarakat.
Pemanfaatan gulma chromolaena odorata sebagai pupuk organik yang kaya nitrogen segera menjadi demam baru di kalangan petani Kecamatan Karera. Mereka tidak lagi 'memeranginya' tapi memanfaatkannya sebagai pupuk hayati. Sebuah percobaan di lahan pertanian milik Kepala Desa Nangga menunjukkan penggunaan chromolaena odorata berhasil memacu pertumbuhan vegetatif anakan padi. Namun dosis tepat untuk memperbanyak pertumbuhan bulir bulir padi masih memerlukan ujicoba lapangan yang intensif.
Pemanfaatan chromolaena odorata sebagai pupuk hayati oleh masyarakat tidak serta merta menyebabkan pertumbuhan rumput segera pulih. Dibutuhkan upaya ekstra untuk mengembangkan bibit rumput baru yang mampu menyebarkan benih dan terjamin pertumbuhannya di musim kemarau.
Sebelum diketahui manfaatnya berbagai upaya pernah dicoba untuk memusnahkannya. Bahkan upaya pemusnahan pernah mendapat dukungan dari sebuah lembaga donor, AusAID. Melalui program ini diadakan penyemprotan menggunakan herbisida. Namun karena areal yang sangat luas upaya itu pun tidak efektif, gulma terus berkembang biak, justru rumput ikut mati terkontaminasi herbisida. Juga meracuni belalang kembara yang diyakini pembawa bibit gulma juga coba dimusnahkan, justeru menyebabkan banyak anjing dan ternak lain yang memakan belalang ikut teracuni.
Karena itu penelitian dilakukan masyarakat bersama LSM lokal Yayasan Alam Lestari dan Fakultas Pertanian Undana-Kupang membudidayakan rumput jenis baru dan rumput lokal untuk menjamin terjadi penyebarluasan biji rumput ke padang gembala. Selain untuk pakan ternak, jenis rumput yang dibudidayakan juga akan dinilai kandungan gizinya (digemari ternak) juga akan diteliti jenis rumput yang cocok untuk konservasi lahan kering agar hara tanah tidak mudah terlindungi.
Jenis rumput yang dibudidaya adalah brachiria mexicana, brachiria mutica, rumput benggala dan rumput setaria merupakan jenis rumput introduksi, sedangkan kahirik dan mapu adalah jenis rumput lokal Sumba. Boleh jadi budidaya rumput, pertama kali dilakukan di Sumba Timur. Tidak jarang orang heran dengan upaya ini, apalagi lokasi penanamannya dijaga ketat agar selamat dari ternak yang berkeliaran, hal yang tidak lazim di Sumba! Pada usia delapan minggu panen pertama sudah dilakukan untuk ujicoba jenis rumput yang digemari sapi. Masyarakat langsung yang diminta menilai tingkah laku sapi dalam mengkonsumsi jenis-jenis rumput tadi.
Rumput di padang savana yang luas di Sumba dimanfaatkan bagi usaha peternakan lokal. Di Sumba Timur saja ada 100-600 ekor ternak sapi, kuda, kerbau yang bergantung pada padang rumput yang luasnya mencapai 70 persen dari 7.000,5 km2 luas kabupaten itu (Kompas,17/10).
Penelitian terhadap gulma dan rumput dilakukan untuk menjawab krisis ekologi yang dihadapi masyarakat Sumba Timur. Akan tetapi setelah diketahui manfaatnya, semua akan berkata rumput dan gulma juga berguna. Bila penelitian terapan seperti itu tidak pernah dilakukan, mungkin nasib gulma dan rumput-rumputan kita tetap saja diabaikan. (rio rovihandono/yayasan KEHATI-Jakarta)

Tidak ada komentar: