Laporan Pascal, Humas DPRD NTT
KUPANG, SPIRIT-- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT 'mengadili' Kapolda NTT dalam Rapat Gabungan Komisi di Ruang Sidang Utama DPRD NTT, Kamis (22/11/2007). Hal itu terkait penahanan Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Drs. Frans Lebu Raya, oleh Polantas Polres Kupang di Pos Polisi Oesao, tanggal 24 Oktober 2007.
Rapat gabungan ini dipimpin Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, didampingi Wakil-Wakil Ketua DPRD NTT, Drs. Kristo Blasin, dan Drs. Paulus Moa. Kapolda NTT, Brigjen Polisi Drs. RB Sadarum, S.H, hadir dalam rapat ini, didampingi Kapolres Kupang, AKBP Budi Prasetyo; Kadit Lantas Polda NTT, Kabid Humas Polda NTT, Kompol Marthen Radja; Asisten I Sekda NTT, Joseph A Mamulak, S.Ip; Kadis Perhubungan NTT, Simon M Uli, S.H; serta jajaran eksekutif lainnya.
Peristiwa penahanan Wagub NTT tanggal 24 Oktober 2007 lalu, mendapat reaksi keras dari DPRD NTT, karena melecehkan wibawa pejabat daerah. Untuk mengklarifikasi hal tersebut, DPRD NTT melalui Rapat Gabungan Komisi meminta penjelasan Kapolda NTT.
Kapolda NTT, Brigjen (Pol) Drs. RB Sadarum, MM, dalam penjelasannya mengakui penahanan itu karena tak ada koordinasi terlebih dahulu dari Pemerintah Propinsi (Pemprop) perihal akan adanya konvoi kendaraan Wakil Gubernur NTT yang akan melintasi wilayah Timur Kabupaten Kupang menuju Atambua, Kabupaten Belu. Hal ini juga diakui oleh Pemprop NTT yang diwakili oleh Asisten I Sekda NTT, Yoseph Aman Mamulak, S.Ip. "Memang pemprop sendiri saat itu tidak berkoordinasi dengan pihak kepolisian," ujar Mamulak.
Anak buahnya pagi itu, kata Sadarum, sudah bekerja keras dan melaksanakan tugas dengan baik dengan mengatur dan menertibkan arus lalu lintas yang begitu padat, ditambah dengan kondisi jalan yang rusak dan situasi Pasar Oesao yang carut marut tumpah ruah hingga badan jalan.
Maksud anak buahnya, lanjut Kapolda Sadarum, hanya memerintahkan kendaraan yang berada paling depan untuk mengurangi kecepatan, dan tidak berhenti di depan Pasar Oesao sehingga tidak menimbulkan kemacetan. "Kok malah ada sopir yang tidak memperhatikannya, bahkan mungkin tidak mengerti maksud dan isyarat yang diberikan petugas sehingga serta merta menghentikan kendaraannya di pasar. Akibat kesalahpahaman ini timbullah kemacetan yang berdampak pada terhentinya kendaraan rombongan wagub yang berada pada baris belakang yang pada saat yang sama sedang melintasi di ruas jalan tersebut," kata kapolda mencoba menerangkan.
Kapolda Sadarum juga mengakui sepenuhnya bahwa walaupun aturannya sudah jelas, namun karena tingkat pemahaman dan kemampuan anak buahnya yang berbeda-beda sering menjadi kendala dalam pengimplementasiannya di lapangan.
SPIRIT NTT mencatat sejumlah hal yang menjadi dasar bagi DPRD NTT mengadili Kapolda NTT, antara lain Perwakilan Komisi A, B, C, dan D, berpendapat dari plat nomor polisi yang digunakan saja seharusnya anggota polisi yang sedang bertugas sudah bisa mengerti bahwa arakan mobil yang sedang dihentikan adalah mobil orang nomor dua di NTT. Dan, tentunya sebelum menjadi anggota polri mereka sudah dibekali dengan pendidikan dan pengetahuan yang cukup mengenai keprotokoleran, sehingga apapun alasannya Dewan tidak bisa menerimanya. Apalagi tindakan penghentian kendaraan wakil gubernur ini sudah terjadi sebanyak empat kali di wilayah yang sama.
"Sangat memalukan, seorang wakil gubernur yang notabene merupakan simbol negara yang ada di daerah, orang yang sangat dihormati di NTT, sampai harus turun dari mobilnya, berdiskusi dengan petugas polisi, dan menjadi tontonan banyak orang," demikian diungkapkan anggota Dewan, Alo Assan, S.H, dan Ir. Emilia Nomleni. *
Dicurigai ada 'pesan sponsor'
ANGGOTA DPRD NTT asal Sumba Barat dari Fraksi PDIP, Drs. John Umbu Deta, berpendapat. telah terjadi kontaminasi, bahkan dicurigai adanya "pesan sponsor" di Polres Kupang untuk memalukan dan menjatuhkan pejabat tertentu. Umbu Deta mendesak Kapolda NTT menindak tegas bila ada oknum polisi yang bermaksud "mencederai" pejabat tertentu.
Sementara itu, anggota Fraksi PDIP lainnya, Pata Vinsensius, S.H, MM, mengatakan, citra pihak keamanan dalam hal ini kepolisian perlu diperbaiki, dan memohon kapolda untuk tidak melihat hal ini sebagai protab semata.
Anggota Dewan lainnya, Ir. Yucun Lepa, M.Si, mengimbau untuk menghilangkan arogansi institusi baik pemprop maupun polda dengan saling menghargai dan saling mendukung.
Hal senada disampaikan Drs. Tom Taebenu, seorang kandidat Bupati Kupang, mengatakan, seharusnya penahanan konvoi kendaraan Wakil Gubernur NTT dan rombongan tidak perlu terjadi apabila ada payung hukum yang baik, dan juga harus disertai dengan kearifan lokal dan etika. Taebenu mengatakan polisi cukup arogan dan diskriminatif. Drs. Tom Taebenu juga mempertanyakan bagaimana seandainya pada saat itu yang lewat adalah pejabat TNI-AD atau polri, apa berani petugas polisi menahannya? Perlu dicatat, tegas Tom, tanpa pemerintah daerah polisi tidak ada artinya.
Perbaiki kinerja
Menanggapi pernyataan Dewan, Kapolda NTT, Brigjen Polisi Drs. RB Sadarum, S.H, berjanji akan memperbaiki kinerja dengan semakin meningkatkan manajemen operasional dalam hal pengawalan dan pengamanan.
Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, mengungkapkan apresiasi yang tinggi atas penjelasan yang disampaikan Kapolda NTT dan Pemerintah Propinsi NTT. Mel Adoe mengimbau untuk mencermati sesuai aturan siapa dan pejabat mana yang perlu mendapat pengawalan.
Dewan yang diwakili oleh Komisi A juga sepakat bersama Polda NTT dan Pemprop NTT untuk membuka lagi pembahasan masalah pengawalan terhadap pejabat negara, pejabat daerah dan lainnya, serta melakukan koordinasi untuk sinkronisasi protab, dan masalah keprotokoleran lainnya. * Spirit NTT, 10-16 Desember 2007.
Dewan 'adili' Kapolda NTT
Label:
DPRD NTT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar