Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Penduduk di Hilir Benenain Mendesak untuk Direlokasi


Edisi: 15 - 21 November 2010
No. 243 Tahun V, Hal: 10


KUPANG, SPIRIT--Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Frans Lebu Raya, mengatakan, hasil identifikasi yang dilakukan tim lintas sektor terkait dengan penanggulangan bencana alam di wilayah kepulauan ini menyebutkan penduduk yang tinggal dan menetap di hilir Sungai Benenain, Kabupaten Belu bagian Selatan, mendesak untuk segera direlokasi karena rawan terhadap bencana banjir setiap saat.

"Bayangkan saja, sekalipun di wilayah Belu bagian Selatan itu tidak terjadi hujan, tetapi tiba-tiba saja terjadi luapan banjir besar karena kiriman dari anak sungai Nolemina, Noelfael dan sungai Noelbessi karena terjadi hujan di hulu Pengunungan Mutis di Kabupaten Timor tengah Utara dan Timor Tengah Selatan," kata Lebu Raya usai melihat dari dekat korban bencana banjir Ponof di Desa Skinu, Kecamatan Toeanas, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Jumat (5/11/2010).

Gubernur Lebu Raya mengatakan, berbagai penyuluhan dan advokasi yang dilakukan LSM dan pihak Pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) selama ini telah merekomendasikan bahwa sungai Benenain hulunya terdapat di Desa Bonleu mengalir ke Kabupaten Belu.

Berikut Sungai Noelmina hulunya di Desa Nenas mengalir ke Kabupaten Kupang, Sungai Noelfael hulunya di Desa Nuapin dan Sungai Noelbessi berhulu di Desa Tasinifu, Kabupaen Timor Tengah Utara, rawan pada setiap memasuki musim hujan. Sehingga perlu segera di relokasi, agar tidak terjadi lagi korban banjir akibat meluapnya air sungai dan air dari bendungan Benenain yang menjadi muara anak-anak sungai tersebut.

Selain penduduk di hilir sungai Benanain, penduduk di Desa Compang Mekar, Kecamatan Lemba Leda, Kabupaten Manggarai, yang setiap tahun pada musim hujan rawan bencana tanah longsor sudah berulang kali diimbau untuk meninggalkan lokasi itu karena rawan bencana juga enggan menerima tawaran pemerintah daerah setempat.

"Alasannya pun sama yaitu tidak ingin meninggalkan tanah warisan leluhur. Memang ada yang bersedia direlokasi ke tempat yang aman, namun disarankan agar relokasi itu terjadi secara menyeluruh. Artinya semua warga di desa tersebut, harus dipindahkan semua. Namun dalam kenyataan sulit terwujud karena adanya pro dan kontra," katanya.

Gubernur Lebu Raya berharap para bupati dan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarkaat terus melakukan pendekatan secara terus menerus kepada masyarakat, sehingga lama kelamaan akhirnya mereka mau juga untuk direlokasi.
"Laporan yang diterima dari daerah-daerah rawan bencana tanah longsor dan banjir di NTT menyebutkan umumnya masyarakat enggan untuk direlokasi dari lokasi yang tidak aman lagi untuk ditempati itu," katanya.

Keengganan masyarakat ini lebih disebabkan oleh mitos dan ritual adat yang dianutnya bahwa lokasi ini merupakan peninggalan leluhur mereka, sehingga mereka berkewajiban untuk menjaga dan melindungi harta peninggalan yang ada.

"Ini pemikiran yang konyol, karena lebih mementingkan aliran kepercayaan pada alam dan harta benda, ketimbang menyayangi diri sendiri dan keluarga. Akibatnya ketika bencana melanda, selain menrenggut nyawa mereka, juga ikut menyita perhatian publik, sehingga secara tidak langsung telah menghambat realisasi target pembangunan yang telah ditetapkan," katanya. (spirit ntt/ant)

Tidak ada komentar: