Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Pemkab Belu Kewalahan Atasi Banjir Benanain


Edisi: 01 - 07 November 2010
No. 241 Tahun V, Hal: 10


ATAMBUA, SPIRIT--Wakil Bupati (Wabup) Belu, Ludovikus Taolin, B.A, mengakui bahwa pemerintahannya kewalahan dalam menghadapi luapan banjir Benanain, karena terletak di hilir empat sungai besar Pulau Timor bagian barat Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.

"Setiap kali hujan yang mengguyur wilayah selatan Kabupaten Belu dan beberapa kawasan lainnya di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Selatan, kami hanya bisa meminta warga setempat untuk waspada menghadapi bahaya banjir," katanya ketika dihubungi dari Kupang, Rabu (27/10/2010).

Wakil Bupati Belu dihubungi terkait dengan antisipasi pemerintahnya dalam menghadapi ancaman banjir akibat meluapnya sungai Benanain, yang merendam tanaman petani dan rumah-rumah penduduk yang bermukim di tepian Benanain.

Menurut dia, masalah banjir Benanai tidak bisa diatasi sendiri oleh masyarakat dan pemerintah Kabupaten Belu, tetapi juga masyarakat dan pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara dan Selatan yang berada di hulu sungai Benanain.

Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, pada setiap kesempatan menyarankan perlu adanya koordinasi terpadu antara pemerintah Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara dan Selatan dalam mengatasi masalah banjir, karena luapan Benanain tidak lepas dari kontribusi banjir yang datang dari kedua wilayah tersebut.

Wakil Bupati Belu juga mengakui bahwa banjir di bagian selatan Kabupaten Belu akibat meluapnya sungai Benanain, karena sebagian besar hutan Wemar dan Kateri sudah digunduli oleh masyarakat, serta pengaruh perubahan iklim global.

Ia menambahkan daerah aliran sungai (DAS) Benanain sudah banyak yang rusak, sehingga mudah dilanda banjir jika terjadi hujan lebat. Mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Belu ini mengatakan penanganan bencana banjir di Kabupaten Belu, masih terhambat persediaan lahan warga yang enggan menyerahkan tanahnya untuk pembangunan tanggul penahan air.

Pemerintah memiliki konsep untuk merelokasi warga yang setiap tahun dilanda banjir, namun ditolak dengan alasan sudah menyatu dengan wilayah itu dan banjir sudah berlangsung sejak dulu, sehingga, solusi yang baik, membangun tanggul penahan air, katanya.

Namun, katanya, solusi dari pemerintah itu juga tidak terlaksana, karena warga yang tinggal atau memiliki lahan di sekitar aliran sungai tidak bersedia merelakan tanahnya untuk kepentingan pembangunan tanggul.

"Dalam waktu dekat, saya akan mengundang pemuka-pemuka adat dari kecamatan yang selama ini direndam atau disapu banjir di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste ini, untuk membahas lagi penyerahan tanah untuk pembangunan tanggul," katanya.

Pada tanggal 2 Juli 2010 lalu, banjir bandang merendam 3.816 rumah milik warga di Kecamatan Malaka Barat, Malaka Tengah, Kobalima, Kobalima Timur dan Kecamatan Weliman.

Dari lima kecamatan itu, tingkat kerusakan paling parah dialami warga di Kecamatan Kobalima. Di kecamatan ini sekitar 10 rumah warga hanyut terbawah banjir, lima rumah rusak berat dan 28 rumah rusak ringan. Selain itu, banjir juga meluluhlantakan tanaman pertanian petani setempat seperti padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran.

Sementara di empat kecamatan lainnya yakni Kobalima Timur, Kecamatan Malaka Barat, Malaka Tengah dan Kecamatan Weliman, rumah milik warga serta tanaman pertanian pun rusak serta hanyut akibat banjir kiriman itu. (spirit ntt/ant)

Tidak ada komentar: