Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jadikan Atambua Kota Layak Anak


ATAMBUA, SPIRIT--Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, berharap Atambua, Ibu kota Kabupaten Belu bisa menjadi kota layak anak. Tumbuh kembang anak harus menjadi perhatian besar bagi pemerintah kabupaten setempat agar hak-hak anak seperti kesehatan, pendidikan, bermain dan lainnya bisa terpenuhi.

Linda Gumelar menyampaikan hal ini ketika melakukan kunjungan kerja di Attambua, belum lama ini. "Kini kan sudah ada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), rumah aman, makanya kami dorong Atambua ini bisa menjadi kota layak anak seperti lainnya," kata Linda usai meninjau SDN Inpers Tala, Desa Tukuneno, Tasifeto Barat. Kini jumlah kota layak anak di Indonesia sudah 15 kota, antara lain Solo, Sidoarjo, Gorontalo, Padang, dan lainnya.

Target pemerintah pada tahun 2014 adalah membangun 100 kota layak anak. Linda pun menyambut baik apa yang sudah dilakukan Pemkab Belu yang sudah cukup baik memberikan hak-hak melalui pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Menurut Linda, kasus perdaganan manusia (trafficking) juga masih begitu besar, tidak hanya menimpa orang-orang dewasa, tapi anak-anak usia 14-18 sudah menjadi korban.

Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, mengatakan, jumlah sekolah dasar di Belu 346 unit, SMP 60 sekolah, SMA/SMK 22 sekolah. Fokus pendidikan terus dilakukan, terlihat dari komitmen mereka pada tahun ini menambah jumlah SMA sebanyak tiga sekolah. Lopez menuturkan, terkait pemenuhan hak-hak anak memang telah menjadi fokus program kebijakannya.

Ada lima program kerja yang menjadi fokus utama Pemkab Belu yaitu peningkatan Sumber Daya Alam (SDA), pembangunan ekonomi, prasarana wilayah, pengembangan wilayah, penegakan HAM dan perlindungan anak.

Dalam kesempatan itu, juga ditandatangani Nota Kesepahaman antara Kemenneg PP dan PA dan KPDT terkait efektifitas peningkatan pengarusutamaan gender (PUG) dan perlindungan anak dalam pembangunan daerah tertinggal. Kerja sama ini bertujuan untuk melaksanan program anggaran yang responsif gender, juga mendorong pemenuhan hak-hak perempuan dan anak di daerah tertinggal.

Implementasinya yaitu sejak tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Batas waktu kerja sama selama dua tahun. KPP dan PA nantinya akan menyediakan tenaga ahli, fasilitas, dan bantuan teknis terkait penyusunan data/statistik gender, misalnya melalui advokasi, sosialisasi, dan pelatihan di lingkungan daerah tertinggal. (jurnalnasional.com)

Tidak ada komentar: