Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Di Mana Gerangan Sekolah yang Ideal (2)

Spirit NTT, 8-14 Juni 2009

KETAKUTAN
juga melanda Sri Handayani (47), ibu rumah tangga yang baru saja ditinggal wafat suaminya. Sri yang dikaruniai dua anak ini lebih memerhatikan pendidikan anak laki-lakinya, Arga (17), ketimbang anak perempuannya.
Menurut Sri, sekarang ini mendidik anak laki-laki dirasakannya lebih sulit dibandingkan anak perempuan. Alasannya, anak laki-laki lebih gampang "silau" oleh dunia di luar rumahnya untuk "membuktikan" jati diri dibandingkan dengan anak perempuan.

Lokasi Dekat Rumah
Sri pun memilihkan sekolah yang punya banyak kegiatan ekstrakurikuler untuk anak laki-lakinya. Dengan demikian, dia berharap energi remaja anaknya bisa tersalurkan secara benar. Sri memilihkan SMA Lab School di Cinere, Depok, untuk Arga.




Kebetulan pula, lokasi sekolah tersebut relatif tidak jauh dari tempat tinggalnya, hanya berjarak sekitar 500 meter. Di samping itu, tak jauh dari bangunan sekolah tersebut juga ada kantor polisi. "Jadi, kalaupun terjadi apa- apa, seperti tawuran, polisi bisa segera menangani," ujar Sri.

Lokasi sekolah yang dekat dengan rumah juga menjadi pertimbangan Ningsih (41) yang tinggal di Bekasi. Bulan Juli nanti, anak ketiganya, Fariz, akan masuk SMA. Ningsih menyarankan anaknya agar mencari sekolah negeri yang dekat dengan rumah. Ini untuk menghindari kemungkinan menjadi korban tawuran.
"Bisa saja anak saya tidak ikut- ikutan tawuran. Tetapi ketika dalam perjalanan pulang, dia melewati lokasi tawuran. Nah, kalau sudah begini, siapa yang bisa menjamin dia aman dan tidak menjadi korban tawuran," tutur Ningsih.

Pengaruh Lingkungan
Baik Iis maupun Sri mengaku, saat memilihkan sekolah untuk anak-anaknya, mereka berharap lingkungan dan pendidikan yang berlangsung di sekolah tersebut bisa memberi bekal bagi anak- anaknya menangkal pengaruh buruk dari pergaulan, seperti tawuran dan menjadi konsumtif.

Sebagai orangtua, mereka berharap sekolah tak sekadar menjadi tempat para murid belajar demi masa depannya nanti. Lewat sekolah pula, orangtua ingin anak-anak pun mendapat bekal menghadapi derasnya informasi yang bisa memberi pengaruh buruk dalam pergaulan sehari-hari.

"Saya memilihkan anak belajar di sekolah swasta, karena sekolah swasta biasanya menerapkan disiplin yang ketat. Sekolah juga secara aktif terlibat mengawasi perilaku siswa. Pihak sekolah sering memberi kabar langsung kepada saya kalau ada sesuatu yang berkaitan dengan anak-anak," tutur Iis.

Sri menambahkan, "Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada anak-anak. Kalau anak memiliki bekal pengetahuan agama yang kuat, biarpun kena pengaruh buruk, misalnya, saya berharap tidak akan terlalu parah," ungkap Sri.
Bekal agama saja rupanya tak cukup buat Wati, ibu tiga anak yang enggan disebutkan nama sebenarnya. Sebelum memasukkan anaknya ke SMA swasta di Jakarta Selatan, Wati membekali anaknya dengan ilmu bela diri. Persiapan itu merupakan bagian dari upaya melindungi si anak dari perbuatan kasar yang dilakukan kakak kelas.

"Sebenarnya saya sudah melarang anak saya masuk sekolah itu. Tetapi anak saya ngotot mau sekolah di situ. Terpaksa saya masukkan dia ke sekolah itu, tetapi sebelumnya dia sudah punya bekal ilmu bela diri. Kalau dia berani, pasti kakak kelasnya enggak bisa macam-macam," kata Wati.

Dia merasa amat khawatir akan keamanan anaknya, karena kerap mendengar adanya perlakuan kasar dari kakak kelas kepada adik kelasnya. Anehnya, perbuatan seperti itu terkesan dibiarkan oleh pihak sekolah.

"Kekerasan itu akan berdampak buruk kepada anak didik. Karena terbiasa, mereka jadi seenaknya melakukan kekerasan juga terhadap anak-anak lain. Padahal, sekolah kan seharusnya menjadi lingkungan yang aman bagi anak-anak," tuturnya.
Kekerasan dalam berbagai bentuknya yang terjadi di sekolah menjadi salah satu momok bagi orangtua. Mereka pun sadar tak bisa sepenuhnya menyerahkan perkembangan anak kepada pihak sekolah. Oleh karena itu, untuk memantau perkembangan anak, Iis maupun Sri kerap berhubungan dengan wali kelas atau guru bimbingan konseling.

Keterbukaan pihak sekolah seperti itu juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan orangtua saat memilihkan sekolah bagi anaknya. (kcm/habis)

Tidak ada komentar: