Spirit NTT, 20-26 April 2009
Guru Berpengalaman
Proyek-proyek 'penyetaraan' akan menjadi gawean besar sepuluh tahun ke depan. Ini bukan pekerjaan mudah dan pasti memerlukan dana yang tidak sedikit walaupun akan sangat mengembirakan bagi pelibat program peningkatan kualifikasi.
Jujur saja, tidak mau (sanggup) menghitung berapa besar dana yang diperlukan untuk proyek tersebut. Dalam angan saya, kalau dana itu disalurkan langsung untuk kesejahteraan guru, sungguh sangat berarti.
Memang kita bisa berdebat sampai dunia kiamat, gaji guru yang memadai belum tentu meningkatkan kinerja guru, meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi, bukankah gaji guru yang layak yang belum pernah diberlakukan di republik ini? Ada saja alasan bilamana niat baik untuk menaikkan gaji guru. Kini para perancang pendidikan merangkumnya dalam UU GdD.
Untung saja guru-guru kita sangat 'santun' hingga apa-apa yang diputuskan untuk dunia keprofesionalan diterima begitu saja. Guru-guru kita selalu menerima apa yang dikenakan kepada mereka. Bersyukurlah Indonesia punya guru-guru yang sangat loyal.
Tetapi, saudara. Coba sampeyan pikir, apakah guru-guru yang telah mengajar 10, 20, dan 30 tahun, guru-guru senior yang belum sarjana, masih harus dikenai hal-hal sedemikian. Bukankah, kita-kita ini produk guru-guru yang sudah menjadi pengajar puluhan tahun tersebut. Begitu pentingnyakah sebuah capaian pendidikan?
Bukankah pekerjaan guru yang puluhan tahun itu adalah 'pendidikan guru' sesungguhnya? Bukankah, the experience the best teacher. Bukankah, pengalaman mengajar guru itu adalah guru terbaik sesunguhnya.
Lagi pula, bukankah guru yang 'tua-tua', yang hampir pensiun, seharusnya diberi penghargaan, bukannya disuruh sekolah lagi agar memenuhi kualifikasi? Kalaupun mereka mampu, sudah menunggu pula kewajiban sertifikasi. Betapa beratnya beban yang disandangkan pada guru-guru. Apakah semakin tua seseorang semakin mudah menerima bahan ajar?
Dalam dunia bisnis, misalnya, banyak 'orang sekolahan' bekerja dengan yang secara formal berpendidikan rendah. Kenapa? Karena 'orang sekolahan' menguasai teori sementara pebisnis tangguh punya kreativitas dan pengalaman. Guru, kenapa tidak? Kalau untuk guru baru, guru-guru yang masih muda, ya bisa dipahami karena memang begitu seharusnya.
Tapi, tidak ada salahnya memberi penghargaan kepada guru-guru yang telah berjasa mencerdaskan bangsa ini sekalipun bukan sarjana.
Jadi, kalau mau menghargai guru yang telah puluhan tahun mengajar, ekuivalenkan pengalaman mengajar dengan capaian kualifikasi. Toh kalau beliau-beliau diberikan tunjangan fungsional, profesional, atau apalah namanya, berarti semacam penghargaan. Paling beberapa tahun menikmati, Beliau-Beliau pensiun. Gurulah yang menjadikan kita-kita pintar; guru-guru SD, SMP, SMA yang tidak sarjana itu.
Sekalipun demikian, saya tidak sependapat juga kalau kita melanggar UU. UU harus dipatuhi secara konsekuen kalau memang kita mau menjadi bangsa yang baik dan maju. (*/habis)
Dilema PGSD dan Guru Senior (2)
Label:
pendidikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)





Tidak ada komentar:
Posting Komentar