SPIRIT NTT/IST
KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR--Suasana kegiatan belajar mengajar di sekolah akan terasa menyenangkan jika kepala sekolah membangun komunikasi yang baik dengan seluruh komponen sekolah termasuk dengan para siswa.
Spirit NTT, 1-6 Desember 2008, Laporan Marsel Ali
SADAR atau tidak, masalah kepemimpinan sebenarnya salah satu faktor penghambat kemajuan pembangunan. Demikian juga dengan pengelolaan komunitas sekolah. Otonomi pendidikan memberi beban tambahan kepada seorang kepala sekolah. Namun, kepala sekolah tampaknya belum maksimal untuk menjadi pemimpin, baru mengarah ke kepala sekolah. Idealnya, seorang kepala sekolah bisa memimpin sekolahnya.
Ini ada kaitannya dengan pengelolaan sekolah yang berbicara tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan implementasi dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 51 ayat (1) dan ayat (2).
Kalau seorang kepala sekolah tampil sebagai seorang pemimpin, maka dengan sendirinya tercermin dari apa yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Kalau kepala sekolah mampu memberi dorongan, mampu membangun komunikasi yang baik, mampu memotivasi guru dan lain-lain, maka yang bersangkutan telah mempraktikkan kepemimpinan dalam arti sebenarnya. Pertanyaannya, apakah benar saat ini para kepala sekolah telah menjadi pemimpin di sekolah atau tetap menjadi kepala? Kalau memang prinsip manajemen belum terlihat, maka semua kepala sekolah harus menyadari aspek penting dari kepemimpinan saat dipercayakan menjadi kepala sekolah.
Ketua Tim Manajemen BOS Propinsi NTT, Alo Min, yang ditemui di rumahnya, Sabtu (22/11/2008), mengakui keadaan seperti itu. "Kita tidak bisa keluar dari kenyataan ini. Orang masih beranggapan seperti itu," ujar Alo Min.
Agar segala sesuatunya berjalan normal, maka sebaiknya semua pihak mengambil bagian dalam mengkaji persoalan itu. Tim Manajemen BOS Propinsi NTT saat melakukan monitoring penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) KITA selalu menguraikan masalah kepemimpinan sekolah.
"Kalau orang mengatakan kepemimpinan seorang kepala sekolah menjadi penghambat, maka mungkin benar juga. Oleh karena itu, kepala sekolah mau tidak mau harus mendapat pelatihan khusus soal kepemimpinan," ujar Min.
Dikatakannya, selama ini pengangkatan kepala sekolah ada yang terkesan dipaksakan. Nantinya, mereka ini bisa menjadi sumber masalah di sekolah. Guru- guru lain bisa menjadi rival berat di sekolah hanya karena masalah sepele. Kalau seorang kepala sekolah tidak mengerti tentang kepemimpinan, maka persoalan akan benar-benar rumit dan tidak terkendali. Buntutnya, kecurigaan akan terus berjalan dan proses belajar-mengajar menjadi terhambat.
Katanya, desentralisasi dalam bidang pendidikan mencakup semua hal, termasuk pengelolaan keuangan. Celakanya, cukup banyak uang masuk ke sekolah dan butuh kearifan seorang kepala sekolah menanganinya. Saat pengelolaan berlaku secara terbuka, maka sekolah pasti aman-aman saja. Tetapi saat tidak transparan, maka muncul masalah. Terkadang saling lapor dan sebagainya.
Perlu diingatkan, soal kepemimpinan bukan hanya ditujukan kepada kepala sekolah. Seorang guru pun menjadi pemimpin manakala ia mengajar di kelas. Intinya, dalam pengelolaan sekolah proses pembelajaran harus ada. Apalagi dalam konteks perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran kepada pembelajaran.
Proses pembelajaran akan terlihat manakala tercipta apa yang dinamakan sebagai suasana menyenangkan di sekolah. Semua pihak menghargai perbedaan antara guru dan murid sebagai agen pembaharuan.
"Perubahan akan terjadi kalau para guru juga mengerti dengan paradigma pendidikan. Guru jangan sampai tetap ketinggalan dalam cara berpikir lama," ujarnya.
Persoalan kepemimpinan, kata dia, sudah ada pelatihan dari sejumlah NGO, seperti Unicef, AusAID dan sebagainya. Namun pelatihan tersebut baru mencakup sekitar 30 hinga 40 persen kepala sekolah. Sedangkan sebagian besar masih tertinggal jauh dari harapan. Dinas P dan K harus mengedepankan program replikasi, artinya sekolah wajib menerapkan MBS.
Semua persoalan tersebut di atas hanya akan terselesaikan manakala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan dana khusus untuk pelatihan kepala sekolah. Pelatihan sekali saja pasti tidak membawa dampak apa-apa.*
BOS KITA harus transparan
Label:
pendidikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar