Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Eksploitasi mangan di Ponu gunakan sistem tambang rakyat

Spirit NTT, 13-19 Oktober 2008, Laporan Julianus Akoit

PONU, SPIRIT---
Dua investor sedang menjajaki peluang untuk mengeksploitasi tambang mangan di Ponu, Kecamatan Biboki Anleu. Eksploitasi mangan akan dilakukan melalui sistem tambang rakyat.

Proses penambangan dilakukan oleh rakyat dengan menggunakan peralatan tradisional lalu hasil tambang dijual kepada investor. Sedangkan proses pencucian dan pemurnian, pengangkutan hingga proses jadi di pabrik adalah aktivitas investor.

"Benar, dua investor kini sudah mengantongi izin usaha tambang mangan di Biboki Anleu. Mereka sudah mengantongi izin wilayah tambang. Proses perizinan lainnya masih sementara diurus," ujar Bupati TTU, Drs. Gabriel Manek, M.Si, menanggapi pertanyaan Christ Manehat, salah satu anggota panitia anggaran DPRD TTU dalam sidang DPRD setempat, Senin (6/10/2008) siang, tentang perkembangan aktivitas tambang mangan di Biboki Anleu.

Bupati Manek menyebutkan, potensi tambang mangan di TTU mencapai ratusan juta kubik dan terhampar pada lahan seluas 40.000 hektar. "Pemerintah ingin agar proses tambang melibatkan rakyat setempat sebagai pemilik lahan. Jadi rakyat dilarang menjual lahannya kepada investor. Tapi harus bekerja sama untuk bagi hasil bersama investor. Jadi tambang mangan itu menggunakan sistem tambang rakyat. Rakyat yang menambang mangan di lahannya, lalu hasil tambang dijual kepada investor dengan harga rasional," jelas Bupati Manek tanpa merinci nama dua investor tersebut.

Sedangkan anggota panitia anggaran lainnya, John Us Olin, mengingatkan pemerintah agar jangan sampai ada monopoli atau penguasaan lahan tambang oleh investor di luar ketentuan peraturan perundangan. "Lalu apakah sudah ada izin analisa dampak lingkungan (Amdal) terhadap aktivitas tambang mangan di Biboki Anleu atau belum? Jangan sampai investor datang membodohi pemerintah dan rakyat di Biboki Anleu, menguras habis kekayaan alam dan merusaknya, namun imbasnya bagi kesejahteraan rakyat tidak ada sama sekali," kata Us Olin mengingatkan.

Sementara Plt. Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU, Ody Sila, secara terpisah menjelaskan, proses tambang mangan di Biboki Anleu menggunakan sistem tambang rakyat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1987, PP/72/1987 dan Surat Edaran Mentamben Nomor 209 Tahun 1986.

"Kontribusinya bagi pendapatan daerah sebesar Rp 40.000/ton dan bagi negara 3,45 USA dollar/ton. Sedangkan harga jual dari rakyat kepada investor Rp 200/kg untuk mangan dengan kadar 30-40 persen. Jika kadar mangan lebih tinggi, maka harga jualnya juga tinggi," jelas Sila.*

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya adalah putra daerah TTU yang berkuliah dipertambangan UNHAS...membaca mengenai eksploitasi mangan dibiboki utara saya turut prihatin karena investor yang masuk bisa dikatakan sangat cerdas...mengapa demikian...? investor tsb secara legal syah mempunyai wilayah KP tetapi menggunakan rakyat sebagai kuli keuntungan...wilayah yang sharusnya sudah dikapling tetapi melebarkan wilayahnya dengan menngunakan rakyat. saya pkir intelektual muda TTU paham yang saya maksud dengan melebarkan wilayahnya. rakyat kecil taunya dapat uang ketika menjual mangan dimanapun didapat mangan tersebut...seharusnya pemda bisa menganalisis permasalahan ini dan bs menuntut pihak investor. Misal di KP luas wilayahnya sekitar 10 hektar dengan pajak 10 hektar tetapi menggunakan jasa rakyat wiyahnya bisa saja beratus hektar dengan keuntungan yang berlipat-lipat. selain itu masalah amdal. amdal ada 2 yakni andal dan UPL. andal dilakukan jika skala perusahaan adlah skala besar. sedangkan jika skala kecil wajib melakukan UPL. menurut wacana yang beredar investor yang bersangkutan sedang melakukan amdal...pemda harusnya kritis terhadap tim dalam amdal tersebut...timnya dari berbagai ahli keilmuan..ada ahli biologi, kimia, yang lebih penting adalah ahli geologi atau ahli pertambangannya apakah benar-benar seorang ahli atau bukan...lengkap tidak tim amdalnya...biasanya tidak lengkap kareba faktor biaya...nah ini yang berakibat fatal pada akhirnya. knp demikian ? kerusakan lingungan tidak dapt terelakkan lagi sebab yang menangani amdal bukan ahli dibidangnya...! mudah-mudahan pemda memperhatikan komentar ini agar daerah kita tidak diambil kekayaannya yang bukan menjadi hakknya.