Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Dilindungi, keragaman hayati di Laut Sawu

Laporan Adiana Ahmad, Spirit NTT, 23 - 30 Juni 2008

WAINGAPU, SPIRIT--Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Republik Indonesia (RI) telah merancang Kawasan Perlindungan Laut (KPL) di Laut Sawu. Pembentukan KPL di Laut Sawu sebagai upaya perlindungan keragaman hayati laut melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang lestari di Laut Sawu, khususnya mamalia laut.

Dalam rangka pembentukan KPL di Laut Sawu ini, DKP didukung Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprop NTT), The Nature Convervancy-Coral Tringle Centre (TNC-CTC) dan WWF Indonesia, menyelenggarakan lokakarya. Lokakarya bertajuk, "Pengelolaan KPL dan Pelatihan Pemanfaatan Perangkat Lunak dan ArcView MARXAN Untuk Perencanaan KPL di Laut Sawu," itu dilaksanakan di Aula Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Sumba Timur, Selasa (17/6/2008).

Ketua Tim Pengkajian Pembentukan Kawasan Konservasi Laut (PPKKL) Laut Sawu, Jotham Ninef mengatakan, KPL telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk perlindungan keragaman hayati laut, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang lestari, khususnya untuk perikanan dan pariwisata. KPL, jelas Jotham, berbeda dengan metode pengelolaan perikanan konvensional seperti pembatasan izin usaha dan penetapan kuota.

Metode ini, kata Jotham, lebih mempertimbangkan ekosistem secara utuh daripada menekankan pada satu atau beberapa spesies ikan komersil saja. Metode ini juga memungkinkan untuk pengembangan model pengelolaan yang adaptif tergantung dari karakeristik setiap kawasan.

Jotham menjelaskan, KPL tersusun dari beberapa zona peruntukan dalam usaha mengakomodasi berbagai tingkatan pemanfaatan sumber daya di setiap zona. Zona larang ambil yang masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata memberikan perlindungan yang baik bagi sumber daya ikan dan sangat diperlukan sebagai penyedia sumber ikan bagi daerah penangkapan di sekitarnya.

Zona lainnya dalam KPL, lanjut Jotham, mungkin memperbolehkan pengambilan sumber daya dengan alat yang tidak merusak habitat organisme laut dan melalui perizinan yang diatur dengan prinsip daya dukung sumber daya.

Baru-baru ini, kata Jotham, beberapa peneliti yang berorientasi pada pengelolaan sumber daya laut telah menyumbangkan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya sebuah PKL dirancang untuk melindungi keragaman hayati sekaligus mempertahankan pemanfaatannya secara lestari.

Demikian juga di Indonesia, katanya, KPL yang dirancang dan dikelola dengan baik telah membuktikan efektifitasnya dalam mengelola sumber daya laut untuk tujuan perlindungan keanekaragaman hayati serta pemanfaatannya secara lestari, khususnya terumbu karang yang di Indonesia, termasuk NTT terancam oleh kegiatan penangkapan ikan yang destruktif dan penangkapan berlebihan.

Dalam upaya perlindungan keragaman hayati laut dan pengelolaan pemanfaatan sumber daya yang lestari di laut termasuk Laut Sawu di NTT, kata Jotham, DKP merancang dan membentuk KPL Laut Sawu. Upaya ini didukung Pemerintah Propinsi NTT.

Melalui SK Gubernur NTT Nomor 190/KEP/HK/2006 tanggal 12 Juli 2006, lanjut Jotham, Pemprop NTT telah membentuk tim pengkajian dan pembentukan KPL Laut Sawu. Tim ini terdiri dari pemerintah daerah, Universitas Nusa Cendana (Undana), Fakultas Perikanan UKAW, STITK Nusantara, TNC-CTC dan Asosiasi Tuna.*

Tidak ada komentar: