Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

UNFPA-BPPKB Alor gelar diskusi KDRT

Laporan Okto Manehat, Spirit NTT, 23 - 30 Juni 2008

KALABAHI, SPIRIT--UNFPA Kabupaten Alor dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Alor menggelar diskusi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan publikasi artikel di media massa pada setiap kuartal di Aula Kantor BPPKB Alor, Senin (16/6/2008).

Diskusi dibuka Pejabat Sementara (Pjs) Kaban BPPKB Alor, Mathilda Tarapanjang, ini menampilkan pemateri, Silvester Nusa, S.Sos dari Yayasan Elpar Kalabahi dan LPA Kabupaten Alor, dipandu Rahmat Zainudin dari UNFPA.

Menurut Nusa, berdasarkan data di LPA Kabupaten Alor, untuk tingkat kasus KDRT tahun 2007, cukup tinggi. Namun untuk paruh semester dalam tahun ini dari hasil rekaman LPA cenderung mengalami penurunan tapi belum signifikan. Data ini juga berlaku untuk masalah kekerasan terhadap anak.

Nusa mengatakan, berbagai kasus kekerasan di Alor, khususnya KDRT dipicu oleh sejumlah masalah, antara lain motif ekonomi, masalah perselingkuhan yang banyak ditangkap oleh pasangan melalui HP (hand phone), dan juga akibat kerja lembur yang bertugas di luar tempat kerja.

Berkaitan dengan masalah KDRT ini, demikian Nusa, hasil pantauannya hanya sedikit kasus yang sampai ke proses hukum, selebihnya diselesaikan secara damai sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di masyarakat. Yang menyelesaikan secara damai ini, kata Nusa, karena banyak masyarakat atau korban yang takut melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. Ini karena dipicu oleh beberapa pertimbangan.

Menyangkut publikasi media massa, Nusa mengatakan, dari sarana media yang ada di Kabupaten Alor, belum maksimal dalam mempublikasikan berita tentang masalah KDRT atau kekerasan terhadap anak.

Ketua GOP Kabupaten Alor, Merry Pulingmahi Gorangmau mengatakan, dari pengamatannya khusus untuk kasus KDRT di kabupaten Alor, masih tinggi atau masih terus terjadi. Namun, korban kekerasan enggan melapor ke aparat penegak hukum, juga termasuk mengadu ke wartawan karena takut diceraikan oleh suami. Lebih dari itu, kata Merry, dari sejumlah kasus yang ditemuinya, korban juga enggan melapor karena ulah kaum perempuan sendiri.

Merry menandaskan, di Kabupaten Alor seharusnya sudah dibentuk rumah perempuan atau wadah sejenisnya sebagai tempat untuk mengadvokasi korban kekerasan ini. "Wadah seperti rumah perempuan ini harus ada, karena di tempat itu korban dapat melakukan pengaduannya, sehingga ada tindakan penanganannya dari berbagai aspek yang ada," tandas Merry.

Merry mengharapkan, ada kerja sama antara berbagai komponen dengan media dalam upaya mempublikasikan masalah KDRT. Setidaknya terus-menerus disosialisasikan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran akan masalah ini, agar kasus seperti ini dapat ditekan bahkan dihilangkan.*

Tidak ada komentar: