Laporan Adiana Ahmad, Spirit NTT, 28 April - 4 Mei 2008
WAINGAPU, SPIRIT--Pemerintah Kabupaten Sumba Timur nelalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) setempat akan membentuk tim pemantau produksi pangan rakyat yang tahun ini diprediksikan produksinya menurun. Hal ini terjadi akibat pergeseran musim di saat seharusnya memasuki musim tanaman.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Timur, Ir. Josis Djawa Gigy, M.Si, yang ditemui SPIRIT NTT di ruang kerjanya, Sabtu (21/4/2008), mengatakan, pergeseran musim tahun ini berpengaruh pada produksi. Namun seberapa besar pengaruhnya, kata Josis, baru bisa terlihat di angka ramalan III.
Sementara data ramalan III sendiri, jelasnya, masih diolah. "Kalau data ramalan II itu kan sampai Desember 2006. Kita di Kabupaten Sumba Timur masih surplus 17.000 ton. Ramalan III diperkirakan menurun," kata Josis.
Dia mengatakan, tanda-tanda penurunan produksi mulai terlihat dari penurunan produksi di daerah-daerah sentra produksi seperti Kecamatan Lewa. Namun berapa besar penurunan, belum bisa diketahui karena hingga saat ini masih banyak petani yang belum panen. "Yang kita khawatirkan sawah-sawah tadah hujan yang ditanam kemudian. Kalau hujan berhenti, bisa gagal panen," katanya.
Memanfaatkan sisa hujan dan daerah aliran sungai (DAS),
lanjut Josis, pihaknya mensuport petani melalu bantuan benih. Bantuan benih, katanya, tidak hanya padi atau jagung tetapi juga sayur-sayuran dan buah-buahan. "Dananya kita siapkan melalui DAU sebesar Rp 150 juta untuk program pemulihan gizi. Selain itu, kita juga memberikan bantuan ternak sapi sebanyak 50 ekor untuk tiga desa," tambah Josis.
Kendala lain, kata Josis, penanganan lahan pada pasca panen. Sesuai perhitungan secara nasional, setiap tahun NTT kehilangan hasil sebesar 29,4 persen akibat belum maksimalnya penanganan saat panen dan pasca panen.
Dengan tingginya persentase kehilangan hasil pada saat panen dan pasca panen, katanya, maka mulai tahun ini pemerintah meningkatkan perhatian untuk penanganan pada saat panen dan pasca panen.
"Tahun ini pemerintah membentuk tim pemantau produksi dalam kaitan dengan program produksi dua juta ton hingga 2009. Tim tersebut akan memantau perkembangan produksi, termasuk kehilangan saat panen dan pasca panen, bencana alam yang berakibat pada penurunan produksi, serta perkembangan harga gabah yang tidak sesuai dengan standar harga pemerintah. Tim akan melaporkan perkembangan setiap saat melalui Short Message Service (SMS) ke Jakarta," kata Josis.
Untuk meningkatkan kinerja pengolahan pasca panen, pemerintah menyiapkan dua tenaga pemantau dengan dana Rp 250 juta, khusus membantu pengolahan hasil pasca panen dan pembelian alat untuk panen. "Uang Rp 175 juta di antaranya untuk beli alat panen dan pasca panen. Sisanya untuk pendampingan dan demonstrasi alat," terang Josis. *
WAINGAPU, SPIRIT--Pemerintah Kabupaten Sumba Timur nelalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) setempat akan membentuk tim pemantau produksi pangan rakyat yang tahun ini diprediksikan produksinya menurun. Hal ini terjadi akibat pergeseran musim di saat seharusnya memasuki musim tanaman.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Timur, Ir. Josis Djawa Gigy, M.Si, yang ditemui SPIRIT NTT di ruang kerjanya, Sabtu (21/4/2008), mengatakan, pergeseran musim tahun ini berpengaruh pada produksi. Namun seberapa besar pengaruhnya, kata Josis, baru bisa terlihat di angka ramalan III.
Sementara data ramalan III sendiri, jelasnya, masih diolah. "Kalau data ramalan II itu kan sampai Desember 2006. Kita di Kabupaten Sumba Timur masih surplus 17.000 ton. Ramalan III diperkirakan menurun," kata Josis.
Dia mengatakan, tanda-tanda penurunan produksi mulai terlihat dari penurunan produksi di daerah-daerah sentra produksi seperti Kecamatan Lewa. Namun berapa besar penurunan, belum bisa diketahui karena hingga saat ini masih banyak petani yang belum panen. "Yang kita khawatirkan sawah-sawah tadah hujan yang ditanam kemudian. Kalau hujan berhenti, bisa gagal panen," katanya.
Memanfaatkan sisa hujan dan daerah aliran sungai (DAS),
lanjut Josis, pihaknya mensuport petani melalu bantuan benih. Bantuan benih, katanya, tidak hanya padi atau jagung tetapi juga sayur-sayuran dan buah-buahan. "Dananya kita siapkan melalui DAU sebesar Rp 150 juta untuk program pemulihan gizi. Selain itu, kita juga memberikan bantuan ternak sapi sebanyak 50 ekor untuk tiga desa," tambah Josis.
Kendala lain, kata Josis, penanganan lahan pada pasca panen. Sesuai perhitungan secara nasional, setiap tahun NTT kehilangan hasil sebesar 29,4 persen akibat belum maksimalnya penanganan saat panen dan pasca panen.
Dengan tingginya persentase kehilangan hasil pada saat panen dan pasca panen, katanya, maka mulai tahun ini pemerintah meningkatkan perhatian untuk penanganan pada saat panen dan pasca panen.
"Tahun ini pemerintah membentuk tim pemantau produksi dalam kaitan dengan program produksi dua juta ton hingga 2009. Tim tersebut akan memantau perkembangan produksi, termasuk kehilangan saat panen dan pasca panen, bencana alam yang berakibat pada penurunan produksi, serta perkembangan harga gabah yang tidak sesuai dengan standar harga pemerintah. Tim akan melaporkan perkembangan setiap saat melalui Short Message Service (SMS) ke Jakarta," kata Josis.
Untuk meningkatkan kinerja pengolahan pasca panen, pemerintah menyiapkan dua tenaga pemantau dengan dana Rp 250 juta, khusus membantu pengolahan hasil pasca panen dan pembelian alat untuk panen. "Uang Rp 175 juta di antaranya untuk beli alat panen dan pasca panen. Sisanya untuk pendampingan dan demonstrasi alat," terang Josis. *





Tidak ada komentar:
Posting Komentar