Oleh John Oriwis
Spirit NTT, 28 April - 4 Mei 2008
SAAT para paket sibuk cari juru kampanye andalan, yang bisa bikin masyarakat terpengaruh, Dede Teke, sang dukun musiman ini mala setiap jam dua belas malam sibuk berdoa. Pagi hingga siang sibuk mencari ramuan aji yang mantap jitu. Sore hari Tabib Teke berpangku tangan di teras menunggu pasien, yang tida laen adalah para paket.
"Sore guru," sapa Dede Poi, yang adalah juga sala satu paket yang akan maju bertarung di Pilkada 2008. Karena uang yang datang, Teke pasang muka rama. Sopan santun, tabe (hormat) beri habis. Dalam otak Teke, hanya ada rumus: Dede Poi datang = uang + sesajenan yang datang.
"Mari, masuk saja. Silakan duduk," tabe Teke. "Ini pasti calon bupati?" tanya Teke membuka ramalan.
Poi hanya tersenyum kagum. Belum kasi tau maksud kedatangan, Teke suda kenal. Sembari tersenyum bangga bercampur percaya diri, yakin kalo datang di dukun yang tepat. Poi lalu acung jempol, pratanda bahwa Teke memang hebat.
Poi tida sadar, kalo Teke suda kenal para paket dari koran. Jadi setiap paket yang ikut pilkada, begitu muncul di koran, Teke langsung bikin kliping.
Ramalan tipu daya pun dimulai. "Kamu selama perjuangan jadi bupati akan banyak tantangan. Hati-hati untuk pilih pendamping, karena kalo sala, tida jodo kamu pasti kala," ujar Teke sambil menatap tajam wajah Poi.
"Benar guru, saya lagi cari pasangan. Menurut guru saya cocok dengan sapa?" Poi membenarkan dan minta anjuran dari sang dukun.
"Kamu lebi pas cari pasangan dari desa tetangga. Jangan coba-coba yang lain. Itu gagal total, uang habis sia -sia," ujar Teke lagi. Ramalan yang ini parah, tida omong begitu juga uang pasti mati banyak.
Supaya bisa menang, Teke minta Poi kasih makar uang Rp 150 juta dan ayam jenis maniak. Supaya malam Teke bisa mimpi dapat petunjuk perihal pasangan yang pas untuk Poi. Liar mau menang Poi penuhi janji, tipu daya penuh muslihat Teke terus berlanjut. Dan, pada akhirnya Poi kala suara dalam pertarungan. Sial, suda jatuh tertimpa tangga. Suda kena tipu, kala bertarung ditimba utang lagi.
Pilkada kali ini, bukan saja parte, jurkam. Tapi juga dukun ketiban durian, bagemana tida paket yang punya Tuhan saja, percaya mati punya dengan ramalan dukun. Pilkada pertama adalah pelajaran. *
Spirit NTT, 28 April - 4 Mei 2008
SAAT para paket sibuk cari juru kampanye andalan, yang bisa bikin masyarakat terpengaruh, Dede Teke, sang dukun musiman ini mala setiap jam dua belas malam sibuk berdoa. Pagi hingga siang sibuk mencari ramuan aji yang mantap jitu. Sore hari Tabib Teke berpangku tangan di teras menunggu pasien, yang tida laen adalah para paket.
"Sore guru," sapa Dede Poi, yang adalah juga sala satu paket yang akan maju bertarung di Pilkada 2008. Karena uang yang datang, Teke pasang muka rama. Sopan santun, tabe (hormat) beri habis. Dalam otak Teke, hanya ada rumus: Dede Poi datang = uang + sesajenan yang datang.
"Mari, masuk saja. Silakan duduk," tabe Teke. "Ini pasti calon bupati?" tanya Teke membuka ramalan.
Poi hanya tersenyum kagum. Belum kasi tau maksud kedatangan, Teke suda kenal. Sembari tersenyum bangga bercampur percaya diri, yakin kalo datang di dukun yang tepat. Poi lalu acung jempol, pratanda bahwa Teke memang hebat.
Poi tida sadar, kalo Teke suda kenal para paket dari koran. Jadi setiap paket yang ikut pilkada, begitu muncul di koran, Teke langsung bikin kliping.
Ramalan tipu daya pun dimulai. "Kamu selama perjuangan jadi bupati akan banyak tantangan. Hati-hati untuk pilih pendamping, karena kalo sala, tida jodo kamu pasti kala," ujar Teke sambil menatap tajam wajah Poi.
"Benar guru, saya lagi cari pasangan. Menurut guru saya cocok dengan sapa?" Poi membenarkan dan minta anjuran dari sang dukun.
"Kamu lebi pas cari pasangan dari desa tetangga. Jangan coba-coba yang lain. Itu gagal total, uang habis sia -sia," ujar Teke lagi. Ramalan yang ini parah, tida omong begitu juga uang pasti mati banyak.
Supaya bisa menang, Teke minta Poi kasih makar uang Rp 150 juta dan ayam jenis maniak. Supaya malam Teke bisa mimpi dapat petunjuk perihal pasangan yang pas untuk Poi. Liar mau menang Poi penuhi janji, tipu daya penuh muslihat Teke terus berlanjut. Dan, pada akhirnya Poi kala suara dalam pertarungan. Sial, suda jatuh tertimpa tangga. Suda kena tipu, kala bertarung ditimba utang lagi.
Pilkada kali ini, bukan saja parte, jurkam. Tapi juga dukun ketiban durian, bagemana tida paket yang punya Tuhan saja, percaya mati punya dengan ramalan dukun. Pilkada pertama adalah pelajaran. *





Tidak ada komentar:
Posting Komentar