Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Strategi Pendidikan Budi Pekerti

Spirit NTT, 21-28 April 2008

MENCERMATI Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional No. 64/c/Kep/PP/2000, seorang dinyatakan tamat dari pendidikan oleh penyelenggara pendidikan jika anak tersebut memperoleh surat tanda tamat belajar, dan sebelumnya melalui pertimbangan lulus yang diukur dari nilai rapor kelas tiga cawu ketiga, nilai ebtanas murni (NEM), nilai EBTA sekolah murni (NESM), dan budi pekerti anak.
Pendidikan budi pekerti menjadi penting artinya karena menjadi acuan untuk menentukan seorang siswa tamat atau tidak tamat. Padahal di lapangan belum ada standar penilaian baku. Itulah sebabny penulis mencoba memaparkan sistem evaluasi sebaiknya dilaksanakan. Sebelumnya perlu dituliskan kisi-kisi instrumen budi pekerti siswa.


1. Aspek kedisiplinan meliputi:
- Terlambat masuk sekolah.
- Tidak masuk tanpa surat
- Meninggalkan pelajaran sebelum waktunya.
- Tidak mengikuti acara resmi upacara sekolah.

2. Aspek etika, yaitu:
- Berbuat tidak sopan
- Merokok di sekolah
- Menggunakan narkoba/minuman keras
- Mencuri/mengambil uang kawan
- Berkelahi dengan pelajar lain/orang

3. Aspek estetika meliputi:
- Tidak berseragam sekolah/tidak dimasukkan.
- Merusak peralatan sekolah/lingkungan.
- Membuang sampah sembarangan.
- Melompat pagar.
- Buang air besar tidak disiram.

Guru juga harus hati-hati di dalam memberikan nilai budi pekerti. Pertimbangannya adalah tingkah laku seseorang kapanpun dapat berubah.
Perubahan itu menuju baik ada kalanya buruk. Selanjutnya siapakah yang mengajarkan budi pekerti? Guru Pendidikan Agama, PPKN, Bahasa dan Sastra Indonesia. (Proyek Pendidikan Kewarganegaraan dan Budi Pekerti, 2000).
Selanjutnya, guru menyelipkan materi, misalnya, amal saleh, amanah, antisipatif, berbaik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, dan sebagainya. Selainnya itu ada sikap negatif seperti antirisiko, biadab, bohong, boros, buruk, sangka, ceroboh, curang, dengki, dan sebagainya perlu ditinggalkan.

Strategi
Bagaiman strategi guru memberikan pendidikan budi pekerti ini? Guru secara sistematis dan sistemik, nilai-nili budi pekerti diintegrasikan dalam materi pembelajaran, sesuai dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, PPKn,
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Untuk menumbuhkan nilai budi pekerti dalam diri siswa penyampaiannya harus suasana kondusif dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Guru dan staf tata usaha di sekolah harus mampu menjadi teladan insan berbudi pekerti luhur. Sekolah menjadi laboratorium budi pekerti. Tanggung jawab siapa pendidikan budi pekerti? Sekolah, orangtua, masyarakat
dan pemerintahan. Itulah sebabnya, siswa, orangtua, guru, administratur, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat secara proporsional memunyai peran, tugas, dan tanggung jawab dalam mengembangkan dan pelaksanaan pendidikan budi pekerti.
Mengingat pendidikan budi pekerti baru dilaksanakan tahun pelajaran 2001-2002 secara simultan di seluruh kelas dan jenjang pendidikan.
Guru hrus memperoleh pengentahuan tentang apa budi pekerti dan bagaimana metode berikut sistem penilaiannya? Setidaknya acuan itu untuk menyamakan persepsi dalam mengelola pendidikan budi pekerti.
Ada tiga teori mendasari pendidikan budi pekerti, yaitu teori perkembangan kognitif, teori belajar sosial, dan teori psikoanalisis. Teori pertama ini dirintis Jean Pieger kemudian dikembangan Law Kohlbegr membagi enam tahap pemikiran moral.
Pertama, orientasi hadiah dan hukuman sasaran anak mulai usia tiga tahun. Jika berbuat baik diberi hadiah dan sebaliknya pada suatu hari
anak membuang sampah di sembarang. "Nak, ayo buang di kotak ini!" ujar mamanya.
Kedua, disebut orientasi relativitas instrumental yang menunjukkan dominasi kepentingan dalam kesenangan sendiri.
Tahap ketiga orientasi anak manis, yang menggambarkan perilaku anak untuk menyenangkan lingkungan mereka.
Tahap keempat, yaitu orientasi aturan dan ketertiban yang menunjukkan penghargaan terhadap ketertiban sosial.
Tahap kelima kontrak sosial dan hak individu, yang menyatakan kepatuhan terhadap hak dan prosedurnya.
Tahap keenam disebut etika universal yang berdasarkan atas hati nurani.
Teori belajar sosial berdasarkan empirisme John Locke dan behaviorism John Watson serta BF Skiner. Teori ini menganggap sosok manusia, "Ibarat kertas kosong di mana masyaratkat menuliskan pengalamananya". Masyarakat atau
lingkungannya sangat multidimenional keluarga di dalamnya.
Selain itu, ras, institusi, suku, adat istiadat ikut mengukirnya. Baik atau buruk ditentukan
norma yang ada di lingkungan mayarakat tersebut. Sekolah dianggap sebagai mikrokosmos mayarakat, yang berperan sebagai otoritas moral.
Teori psikoanalisis dikemukakan Sigmund Freud berdasarkan atas pandangan
sosok manusia dikuasai dorongan irasional yang harus dikontrol. Freud melibatkan tiga bagian, yaitu "ide" yang menunjukkan dorongan hewani, liar, "ego" menggambarkan prinsip dan kerja realita untuk mengukur tindakan.
"Superego" menunjukkan elemen terakhir untuk berkembang yang berfungsi sebagai agen kontrol serta menjaga seseorang dari tindakan salah, buruk atau moral, kemudian mengajarkan apa yang salah dan benar. Orangtua sangat dominan membentuk superego anak menjadi amat baik. Sekolah dalam hal ini berperan pada sekunder.
Atas dasar teori para ahli di atas, tentu budi pekerti yang akan diterapkan di Indonesia mengacu sesuai dengan budaya bangsa. Keluarga amat penting dalam pembentukan budi pekerti. Selanjutnya, sekolah memberikan wawsan secara benar dan langsung mengevaluasi pada tingkat mana budi pekerti anak asuhnya. Nilai lebih baik bersifat kualitatif yaitu baik, cukup, maupun kurang. Untuk menilai budi pekerti kurang harus berhati-hati. Ingat Tingkah laku manusia selalu berubah! (sunanto, smp negeri 10 bandar lampung)






Tidak ada komentar: