Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rawambaku: Pelayan Masyarakat

Spirit NTT, 31 Maret - 6 April 2008

KUPANG, SPIRIT--Ketua Tim Perda Prakarsa DPRD NTT, Drs. Hendrik Rawambaku, M.Pd, menyebut sosok birokrasi profesional adalah pelayan masyarakat yang mengutamakan kepentingan umum.
Rawambaku mengemukakan hal ini pada acara jumpa pers dengan wartawan media massa maupun elektronik yang ada di Kupang di Ruang Pers Sekretariat DPRD NTT, Selasa (25/3/2008). Jumpa pers ini terkait ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) Pelayan Publik dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu di NTT.
Menurut Rawambaku, di semua tingkatan dari pusat sampai daerah, pemerintah mempunyai tugas pokok dan misi menciptakan ketentraman dan ketertiban serta kesejahteraan seluruh rakyat.
Strategi pengembangan misi itu melalui peningkatan indeks pembangunan manusia (human development index/HDI) yang dapat diukur melalui keberhasilan perbaikan kondisi kesehatan, pendidikan, pendapatan masyarakat, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya. Namun, dalam jajaran Pemerintah Daerah NTT, katanya, masih ditemukan banyak kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat.
"Dalam pemberian pelayanan masih sering ditemukan keluhan masyarakat yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media massa sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah," ujarnya.
Fenomena ini, katanya, mengindikasikan kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dalam menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik dalam praktiknya masih jauh dari harapan.
Berkaitan dengan Perda Daerah Aliran Sungai (DAS) di NTT, lanjut Rawambaku, sedikitnya terdapat empat permasalahan mendasar. Pertama, laju peningkatan lahan kritis yang kian meluas, dimana saat ini telah mencapai 2.195.756 hektar (ha) atau 46 persen dari luas wilayah NTT. Kedua, menurunnya produktivitas lahan pertanian. Ketiga, menurunnya fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air.
Keempat, menurunnya fungsi DAS sebagai penahan laju limpasan permukaan (run off), terutama ketika terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang singkat yang merupakan salah satu ciri utama curah hujan di NTT.
Dampak dari keempat permasalahan DAS di NTT, diakuinya, mudah terlihat melalui adanya kecenderungan degradasi mutu lingkungan dari waktu ke waktu yang mengakibatkan erosi dan pendangkalan sungai, banjir dan tanah longsor pada musim hujan. Hal ini menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan merenggut nyawa manusia.
"Krisis air yang terjadi setiap tahun, mengindikasikan dukungan sumberdaya air makin terbatas dan makin mengalami defisit," katanya.
Kenyataan ini, lanjutnya, menjadi alasan fundamental lahirnya keinginan untuk menyusun perangkat hukum dalam rangka membangun pelayanan kepada publik (publik servicer) dan melakukan pengelolaan yang bersifat intergratif pada kawasan DAS, yang mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, akuntabilitas, reponsibilitas diatas landasan peradigma baru yang menempatkan birokrasi bukan sebagai penguasa tetapi lebih sebagai pelayan masyarakat.
Menurutnya, pemerintah daerah dalam konteks otonomi, sebagai penggerak utama (prime mover), harus mempunyai kewenangan untuk mengurus kebutuhan dasar (basic needs) seperti air, kesehatan, pendidikan, lingkungan, keamanan, dan kebutuhan pengembangan sektor unggulan (core competence), seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, industri, sesuai dengan karakter masing-masing daerah.
Selain itu, lanjutnya, diperlukan pengaturan peran dan fungsi dari semua komponen birokrasi pemerintah dalam pengelolaan DAS serta terus mengupayakan agar kearifan budaya lokal yang dianut masyarakat diakomodir dan mewarnai perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan.
Rawambaku menyebut dua varian pelayanan. Pertama, pelayanan untuk menghasilkan barang dan jasa (publik goods), yang secara langsung memprasyarati terciptanya kesejahteraan masyarakat seperti penyediaan jalan, terminal, jembatan, pasar, sekolah, irigasi (DAS), rumah sakit.
Kedua, pelayanan untuk menghasilkan peraturan (public regulation) berupa berbagai peraturan daerah yang dikeluarkan pemerintah daerah, seperti mewajibkan penduduk memiliki akta kelahiran, akta perkawinan, KTP, KK, IMB, yang pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan low and order (ketentraman dan ketertiban) dalam masyarakat.
Secara substansial, tambah Rawambaku, kedua perda ini bertujuan mewujudkan perlindungan yang layak terhadap hak-hak masyarakat dalam memperoleh layanan secara maksimal dan berkualitas, baik berupa pengadaan barang dan jasa, perizinan ataupun pelayanan langsung yang diberikan pemerintah, korporasi, swasta maupun masyarakat yang berdasarkan tupoksinya melakukan melakukan pelayanan. Selain tu, untuk melakukan pengelolaan yang bersifat integratif pada kawasan daerah aliran sungai (DAS) dalam hal perencanaan, pelaksanaan pengelolaan, pembinaan, pemberdayaan, dan pengendalian kawasan DAS mulai dari hulu sampai hilir, baik pada kawasan lindung maupun kawasan budidaya, bagi kepentingan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistem kawasan tersebut. (pascal/humas dprd ntt)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

syaloom... kitong harus bangga karena di Indonesia terhitung dengan jari daerah2 yang memiliki Perda tentang DAS salah satunya NTT. malah yang lebih membanggakan Perda NTT menjadi tolak ukur serta acuan perda2 daerah lain misalkan NAD, dll.

nah begitu dolo, NTT harus punya cerita membanggakan bukan ko hanya berita kering dengan busung lapar sa. salut

(norman