Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Dance of pilkada

Oleh Even Edomeko
Spirit NTT, 24-30 Maret 2008

SEKITAR jam 02.30 siang, Wokowula masuk rumah setelah menghilang sejak pagi manu-koko. Langkahnya ringan, pake goyang-goyang macam penyanyi dangdut. Ina Pero mau omong sesuatu, tapi Wokowula suruh diam pake isyarat jari telunjuk palang di dia pu bibir yang tebal macam bibirnya Doel Sumbang itu. Ina Pero tarik napas panjang dan diam, Wokowula tarik handuk dan pigi mandi.
"Sekarang kau dengar saya cerita," Wokowula setengah holar, hanya pake onen benlon ketat cap crocodile. Dan ia masih menari-nari kecil.
Ina Pero menganga, bingung mau omong apa, lalu tertawa besar-besar. "Aduh kau ini... Untung ana-ana tida di rumah. Hahaeee!!!"
"Pero, ini serius, tentang Pilkada," Wokowula omong terus. "Tiga minggu lalu kan saya su omong kau to? Itu waktu pendaftaran paket bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Sikka. Kau masih ingat?"
"Ingat apa?", tanya Pero.
"Itu tu ka. Rombongan parpol dan koalisi parpol. Mereka waktu itu kan datang mendaftarkan paket calon di kantor KPU Kabupaten di Jalan Litbang sana, sambil bawa gong-waning dan menari hegon."
"O...., tanggap Ina Pero, "Terus kenapa?"
"Hebat to? Seni masuk di kebun politik. Politik dimainkan secara seni..."
Ina Pero tampak tidak paham. Tapi Wokowula menikmati sendiri ceritanya. "Saya sekarang makin percaya orang bilang Kabupaten Sikka itu barometer politik NTT. Buktinya itu tadi! Menari-nari di kebun politik. Dan, kami semua yang nonton waktu itu te ikut senang..." Lalu, masih dengan onen benlon cap Crocodile-nya, Wokowula mulai menari hegon.
"Moat! Moaaaaat! Pigi pake kain lipa ka apa dulu ka...," bujuk Pero mulai merasa kurang nyaman.
Wokowula berhenti menari. "Nah, minggu lalu itu kan KPU umumkan hasil verifikasi tahap satu. Ada paket yang lolos, ada yang gugur. Para pendukung paket yang gugur itu kemarin pigi protes di KPU. Katanya KPU melanggar aturan pilkada. Dan di suratkabar Pos Kupang, KPU NTT bilang KPU Sikka salah. Makanya tadi saya pigi pagi buta.... Dan ternyata dugaan saya betul. Protes dan demonstrasi tadi pagi itu rameeee ngeri!"
"Rame?"
"Betul, Pero!," mata Wokowula mendelik bulat mirip bola. "Karena mereka marah dan protes, tapi semua itu diungkapkan lewat tarian hegon." Dan, lelaki bercelana dalam benlon itu mulai menari lagi. Lebih hebat dari yang tadi.
Ina Pero mulai marah. "Kenapa kau macam orang gila? Ganu ata wae rumang?"
"Karena Pilkada Sikka 2008 ternyata Pilkada yang seni, Pero.... Bayangkan. Protes pake menari.... Tarian Pilkada. Hegon untuk demokrasi... Apa kau nonton di televisi pernah liat orang di daerah lain pigi protes pake menari? Tidak to? Malah mereka di tempat lain itu pigi kasih rusak semua fasilitas umum... Rumah hancur, manusia penuh luka, caci-maki bertebaran di udara.... Lalu kita? Kita pake menari, Perooooo! Hanya Kabupaten Sikka yang bisa begitu...." Dan ia menari lagi.
Pero tambah marah. "Main gila bodoh.... Lama-lama itu onen benlon pu tali putus baru kau tau..."
Tapi Wokowula bagai pekak peke. Tak peduli. Terus menari. Ina Pero pun menyerah, duduk diam sambil jahit baju.
Setelah kurang-lebih 15 menit, Wokowula cape. Dia masuk kamar, keluar lagi pakai kaus dan kain lipa, lalu duduk di depan Ina Pero.
"Pero we, kau siap kasih saya makan ka.... Saya lapaaaar betul."
Pero angkat muka. "Soal itu yang mau saya omong sejak kau datang tadi. Kita beras abis."
"Iya ka?"
"Memang ka. Dan kau satu hari hilang kemana, tau-tau pulang dengan tarian Pilkada...."
Wokowula garuk dia pu rambut yang sedikit botak itu, lalu bilang, "Biar jagung juga baik. Saya lapar sekali di..."
"Jagung kita di mana? Hanya ada pisang. Kau mau te saya bakar..." Ina Pero lalu langsung bangun masuk dapur.
Wokowula tercenung, "Benar juga kata Plato: kenyang dulu baru berpolitik."
Setengah jam kemudian Ina Pero antar satu rantang pisang bakar dengan satu piris lombok, dan dalam diam. Wokowula pun makan diam-diam.
Lama-lama baku diam, Wokowula tidak tahan. Dia lalu merayu, "Nona, kau marah ka?"
Pero terkejut dipanggil Nona!
Wokowula dobel lagi, "Nona, kau marah ko?"
Pero bilang, "Marah kau punya benlon tu..." *

Tidak ada komentar: